Bawaslu dan Polri Siap Hadapi ‘Serangan Fajar’

Bawaslu dan Polri Siap Hadapi ‘Serangan Fajar’

Potensi terjadinya “serangan fajar” membayangi pemilihan umum (pemilu) 2019. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut temuan 400 ribu amplop dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi anggota Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso hanya salah satu contoh yang menunjukan bahwa potensi politik uang masih marak dilakukan. Uang yang berada di dalam ratusan ribu amplop diperkirakan mencapai Rp 8,4 miliar. ”Itu (kasus Bowo) sebagai sinyal bahwa jangan-jangan ini (serangan fajar, Red) seperti permukaan gunung es, ternyata semua orang melakukan seperti itu (serangan fajar, Red),” ungkap Ketua KPK Agus Raharjo setelah pelantikan pejabat struktural KPK, kemarin (29/3). Agus pun berharap Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) lebih giat memantau politik uang tersebut. Ia menyebut KPK memiliki keterbatasan dalam mengungkap praktik politik uang. Sebab, sesuai undang-undang, KPK hanya dapat menangani perkara yang melibatkan penyelenggara negara. Seperti Bowo yang merupakan anggota DPR. ”Kan sudah ada pengawasan dari Bawaslu dan kepolisian, saya berharap mereka yang kemudian nanti lebih aktif (menangani politik uang, Red),” ujarnya. Jumlah 400 ribu amplop yang diduga disiapkan Bowo untuk “serangan fajar” di dapilnya memang terbilang fantastis. Sebab, pada pemilihan legislatif (pileg) 2014 lalu, Bowo yang merupakan caleg petahana dari Partai Golkar hanya meraup suara 66.909 suara. Terkait hal itu, Agus menilai setiap caleg memungkinkan membuat perhitungan di luar batas. ”Dia (Bowo, Red) mungkin melihat situasi di lapangannya. Ya, itu seperti secara random menjaring konstituen. Jadi (misal) saya menebar (uang) makin banyak, harapannya mendapatkan (suara) paling tinggi,” ungkap komisioner asal Magetan tersebut. Bawaslu langsung bergerak menyusul tertangkapnya anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso yang memanfaatkan duit suap untuk melakukan serangan fajar. Menyuap calon pemilih. Lembaga pengawas pemilu tersebut bakal melakukan patroli antipolitik uang. Anggota Bawaslu M. Afifuddin menyatakan sebenarnya rencana itu sudah cukup lama. Bahkan sebelum operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bowo dilakukan. Teknisnya nanti, patroli tersebut dilakukan pada masa-masa tenang di Pemilu 2019 ini. Melibatkan semua pengawas yang ada di Bawaslu provinsi di seluruh Indonesia. ”Para relawan pengawas pemilu, baik dari kampus maupun LSM (lembaga swadaya masyarakat, Red). Untuk menyosialisasikan ke masyarakat di tiap-tiap wilayah untuk menghindari politik uang,” jelasnya ketika ditemui Jawa Pos kemarin (29/3). Dengan patroli tersebut peserta pemilu akan lebih berhati-hati dalam bertindak. Pemilih juga akan berpikir dua kali untuk menerima uang di serangan fajar itu. ”Kami anggap itu sebagai praktik baik untuk menimbulkan ketakutan melakukan pelanggaran,” tuturnya. Ketika ditanya apakah Bawaslu juga akan turun menangani kasus Bowo, Afif –sapaan Afifuddin– menolak dengan tegas. Dia menjelaskan, Bawaslu hanya bisa bergerak berdasar dua landasan: temuan di lapangan dan laporan. Siapa yang memberi dan siapa yang menerima uang tersebut. Dalam kasus Bowo, uang-uang itu belum diberikan kepada para pemilih. Karena itu, Bawaslu pun tidak bisa berbuat banyak. ”Dari sisi penegakan hukum, ya sementara hanya KPK yang bisa. Kami kan basisnya temuan,” terang Afif. Karena itulah, satu-satunya yang bisa dilakukan Bawaslu ialah merumuskan pencegahan. Beberapa wilayah rawan pun sudah dipetakan Bawaslu. Dalam waktu dekat peta kerawanan tersebut disosialisasikan kepada masyarakat. Terutama wilayah yang dianggap memiliki potensi melanggar. Secara terpisah, Polri juga bergerak menangkal serangan fajar yang bisa terjadi menjelang hari pencoblosan 17 April nanti. Yang dilakukan ialah menggiatkan pencegahan. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan, salah satu cara untuk mencegah serangan fajar ialah meningkatkan patroli terpadu. Baik oleh Polri maupun TNI. Polri juga menerima 30 laporan terkait dugaan serangan fajar. Laporan tersebut bisa berfungsi sebagai mitigasi serangan fajar. ”Dengan adanya laporan itu, kami tinggal membuktikannya,” terang jenderal bintang satu tersebut. Namun, terkait serangan fajar, sebenarnya Polri lebih mengkhawatirkan pileg daripada pilpres. Pileg memiliki dimensi yang berbeda karena jumlah calon wakil rakyat yang sangat banyak. ”Pilpres hanya dua pasangan calon,” ujarnya. Serangan fajar, ungkap Dedi, akan mudah terdeteksi bila masyarakat melapor. Karena itu, peran aktif masyarakat sangat diharapkan. (jpg)

Sumber: