Penjualan Ponsel di Indonesia akan Melambat

Penjualan Ponsel di Indonesia akan Melambat

Jakarta -- Penjualan ponsel di Indonesia dinilai akan melambat sejalan dengan kondisi perlambatan ekonomi global. Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adinegara memprediksi penjualan ponsel di Indonesia akan terpengaruh dengan perlambatan ekonomi global. Konsumsi smartphone maupun pulsa ditaksir masih akan kecil. Bhima memprediksi pertumbuhan sektor informasi dan komuunikasi sekitar 8 persen hingga 8,5 persen secara year on year (YoY) pada 2019. Proyeksi angka ini lebih rendah jika dibandingkan pencapaian data pada kuartal III 2018 sebesar 8,98 persen. "Lebih banyak orang membeli paket data itu juga bisa jadi sangat kecil," kata Bhima dalam acara Seluler Business Forum di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Kamis (17/1). Bhima juga mengungkapkan proyeksi ini berkaca pada kondisi ekonomi makro yakni data Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut menunjukkan bahwa 20 persen masyarakat dengan kemampuan ekonomi tinggi hanya tumbuh 1,28 persen selama 2018. Sementara kelompok yang lebih signifikan, 40 persen masyarakat dengan ekonomi miskin dan rentan miskin, pertumbuhan belanjanya mencapai 3 persen. Bhima menilai pasar yang sensitif terhadap harga ini cukup sulit diatasi di tengah persaingan ketat industri telekomunikasi. Namun, posisi operator dan vendor ponsel juga tak lebih baik karena segmen masyarakat kelas atas menahan diri untuk belanja karena adanya tahun politik. Kata Bhima, masyarakat di kelompok ekonomi menengah dan menengah ke atas memang sedang memperhatikan kebijakan pemerintah. Tarik ulur kebijakan tidak membuat industri ponsel lebih baik, katanya. Selain itu, Bhima juga mengatakan bahwa pada 2019 tak semua segmen Business to Business (B2B) menjanjikan sebab pertumbuhan industri manufaktur masih di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, mentok pertumbuhannya hanya 5 persen dalam setahun. Operator maupun vendor telekomunikasi dan ponsel bisa bermain di Business to Government, menurut Bhima. "Kenapa pemerintah? karena jelang tahun politik mereka memperbesar belanja IT berkat desakan masyarakat dan industri yang menagih pemerintah untuk beralih ke era 4.0," tambahnya seraya melanjutkan bahwa INDEF mencatat belanja IT pemerintah pada 2018 menembus 6 persen. Bhima juga mengungkap bahwa e-commerce masih belum akan meroket pada 2019, paling mentok toko online baru akan menyumbang 2 persen hingga 3 persen dari total retail nasional. "Shifting dari ritel ke e-Commerce itu masih mitos. e-Commerce maksimal masih 2 persen. Shifting itu masih belum terjadi," paparnya. Justru yang adalah orang membeli barang di e-Commerce tidak bisa menyaingi penjualan di supermarket atau toko kelontong. "E-commerce porsinya hanya akan 2 persen hingga 3 persen bukan 5 persen hingga 10 persen dari total ritel nasional," imbuhnya. Oleh karena itu, dia meminta pemain di industri telko untuk lebih berhati-hati dalam menentukan langkah dan target bisnisnya sepanjang 2019. Kata dia, optimisme bisnis telko dari pertumbuhan minus 2018 boleh saja dimiliki asalkan berdasarkan data realistis. (kst/age)

Sumber: