Pengamat, Momentum Kemandirian Fiskal Daerah
Pengamat Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten, Dr. Hady Sutjipto.--
Ia menilai, reformasi belanja dan efisiensi harus menjadi arah utama dalam penyusunan KUA-PPAS 2026. Pendekatan zero-based budgeting dinilai penting agar setiap anggaran dievaluasi dari nol dan disesuaikan dengan kondisi fiskal yang ada.
“Semua belanja nonwajib harus ditinjau ulang dari awal. Pemerintah harus menunda pembelian kendaraan baru, renovasi kantor, pelatihan yang tidak esensial, atau kegiatan seremonial. Fokuskan pada program prioritas yang benar-benar berdampak,” kata Hady.
Hady mendorong Pemkot Serang untuk memperkuat intensifikasi pajak dan retribusi daerah, termasuk memperbaiki sistem pengawasan dan penagihan pajak. Pemanfaatan teknologi informasi dinilai penting untuk menutup potensi kebocoran penerimaan.
“Pengawasan dan penagihan pajak harus diperketat. Manfaatkan sistem digital untuk mengurangi kebocoran. Selain itu, pemerintah juga bisa melakukan optimalisasi aset , misalnya tanah atau bangunan yang tidak terpakai bisa disewakan atau dikerjasamakan untuk menambah pendapatan,” ujarnya.
Menurutnya, beberapa proyek infrastruktur yang bersifat kosmetik atau tidak mendesak bisa ditunda terlebih dahulu, sementara proyek strategis dengan dampak ekonomi langsung tetap diprioritaskan.
"Proyek seperti taman atau bangunan yang hanya bersifat hiasan sebaiknya ditunda. Kalau tetap mau jalan, bisa pakai pembiayaan swasta,” kata Hady.
Sebagai penutup, Hady menegaskan bahwa fokus utama Pemkot Serang ke depan harus mengarah pada efisiensi belanja dan peningkatan kemandirian fiskal. Pemerintah daerah perlu memperkuat pengawasan pajak, mengoptimalkan PBB dan PBG, serta membuka ruang investasi baru.
“Fokus utamanya ya efisiensi dan kemandirian fiskal. Perkuat pengawasan pajak, optimalkan PBG dan PBB, dan dorong investasi lewat penyederhanaan birokrasi. Dengan begitu PAD bisa tumbuh tanpa terlalu bergantung pada dana pusat,” tegasnya.
Ia menilai, kebijakan pemotongan DAU seharusnya tidak hanya dilihat sebagai tekanan fiskal, tetapi juga sebagai momentum untuk memperbaiki tata kelola keuangan daerah.
“Kalau dikelola dengan bijak, justru ini bisa jadi momentum bagi Kota Serang untuk lebih mandiri dan efisien,” pungkasnya.
Senada juga disampaikan Pengamat Kebijakan publik dari Universitas Muhamadiyah Tangerang (UMT) Memed Chumaedy kebijakan pemerintah pusat yang memangkas Dana Alokasi Umum (DAU) bagi provinsi, kabupaten, dan kota pada tahun anggaran 2025–2026 disebut sebagai langkah efisiensi fiskal nasional dan upaya penyesuaian prioritas anggaran, terutama untuk membiayai program-program strategis nasional dan penyehatan keuangan negara.
Namun, dari perspektif daerah, kebijakan ini menjadi alarm keras. Sebab, DAU selama ini bukan sekadar angka transfer dari pusat, melainkan urat nadi keuangan bagi sebagian besar pemerintah daerah—terutama daerah dengan pendapatan asli daerah (PAD) yang masih terbatas.
Memed mengatakan, pemangkasan DAU otomatis menekan ruang fiskal daerah. Pemerintah daerah kini dihadapkan pada dilema antara menjaga keberlanjutan layanan publik atau melakukan efisiensi besar-besaran.
"Bagi daerah dengan ketergantungan tinggi terhadap transfer pusat, seperti sebagian besar kabupaten di luar Jawa umumnya atau di luar tangerang raya khususnya dampaknya sangat terasa. Keterlambatan pembayaran gaji aparatur, tertundanya proyek infrastruktur, hingga menurunnya kualitas pelayanan dasar menjadi ancaman nyata,"ujarnya kepada Tangerang Ekspres, Selasa (10).
Memed menambahkan, sementara daerah yang relatif kuat secara PAD seperti Tangerang raya mungkin lebih siap beradaptasi, namun tetap harus menyesuaikan rencana kerja mereka agar tidak terjadi cash flow shock di tengah tahun anggaran.
Sumber:

