Satu Desa Hilang Ditelan Lumpur

Selasa 02-10-2018,04:46 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

PALU, FAJAR -- Evakuasi seadanya dilakukan korban gempa di Kelurahan Petobo, Kota Palu, dan Desa Jonooge, Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi. Kerusakan di dua wilayah ini cukup parah. Sesaat setelah gempa dan tsunami, tiba-tiba perut bumi memuntahkan lumpur menenggelamkam rumah, jalan, dan menyeret kampung Petobo hingga dua kilo meter. "Daratan seperti hanyut dan tergeser dua kilo dari posisi semula. Rumah tenggelam," kata Muh Sutomo, warga Masamba yang saat ini berada di Petobo mencari keluarganya yang hilang, Minggu, 30 September. Kepada FAJAR (grup Tangerang Ekspres) Sutomo menjelaskan, hampir seluruh bangunan di wilayah tersebut rata. Selain roboh karena kuatnya guncangan gempa, lumpur yang tiba-tiba muncul dari permukaan tanah menyapu seisi daratan. Dia berharap bantuan segera datang. Kelurahan Petobo, Kota Palu, dan Desa Jonooge berubah menjadi lautan lumpur. Sebagian rumah dan fasilitas umum tenggelam. Dari lokasi bencana usai gempa dan tsunami, keluar sumber air bercampur lumpur. Saat kejadian, juga muncul suara ledakan. Sabtu siang, satu jenazah ditemukan bersama satu orang selamat. Hasil identifikasi pihak RS Tora Belo Sigi, jenazah perempuan diidentifikasi bernama Tumiran, 60, dan korban selamat Kodzin, 25. Kedua korban terseret pusaran air bercampur lumpur sejauh sekitar 10 km. Sedangkan satu korban sebelumnya bernama Zainal Abidin, 46, belum dimakamkan dan masih disimpan di kamar jenazah. "Belum ada pegawai yang mau mengurus jenazah sehingga korban belum dimakamkan," kata Sul, keluarga korban. Sul menceritakan, jenazah Zainal Abidin ditemukan di reruntuhan rumah dalam posisi memeluk bayi yang selamat. Istrinya, Dewi, juga selamat, tapi mengalami luka-luka dan kakinya patah. Akses menuju lokasi bencana di Desa Jonooge masih lumpuh. Banyak badan jalan yang terbelah dan berubah jadi gundukan. Jembatan pun ambruk dan rusak berat. Satu-satunya akses harus memutar via pinggiran Pegunungan Paneki. Sementara itu, wilayah Kota Palu yang juga belum tersentuh proses evakuasi adalah Kelurahan Petobo. Hampir satu kelurahan wilayah tersebut berubah menjadi padang lumpur. Perumahan BTN dan permukiman penduduk setempat dilumat air bercampur lumpur dari perut bumi. Material rumah bercampur kendaraan berserakan hingga menggunung. Belum diketahui jumlah korban jiwa di dua wilayah terisolasi tersebut. Para keluarga hanya bisa memandangi tumpukan lumpur bercampur material perumahan sambil menangis. Tidak peduli hujan atau panas, para keluarga bertahan di sekitar lokasi sambil menunggu keajaiban. Pakar Geologi Unhas, Kamaruddin MS, menjelaskan, fenomena munculnya lumpur dari dalam tanah biasa disebut likuifaksi. Kondisi ini terjadi ketika batuan yang mengandung air di dalam tanah mendapatkan tekanan. Tekanan tersebut mendorong pengeluaran air. Lalu merembes ke segala arah dan menyebabkan ketahanan tanah melemah. Selanjutnya menjadi lumpur. "Gempa yang terjadi di Palu menyebabkan banyak rekahan tanah. Tsunami yang terjadi membuat air laut masuk ke rekahan tersebut. Efeknya menyebabkan derajat likuifaksi tanah menjadi tinggi," terangnya, Minggu 30 September. Fenomena ini tak bisa dianggap remeh. Derajat likuifaksi yang tinggi berpotensi menyebabkan longsor besar. Apalagi, kondisi tanah di Palu sudah hancur semua, menyebabkan air sangat mudah meresap. "Kalau masuk musim hujan, bisa saja longsor besar terjadi," nilainya. Efek selanjutnya, longsoran tanah yang terjadi akan menutupi sungai. Selanjutnya, dapat terbentuk bendungan dari tumpukan tanah longsor tersebut. Namun, tidak kokoh. "Pas musim hujan, air akan tertahan di bendungan-bendungan yang terbentuk itu. Saat jebol, terjadilah banjir bandang. Makanya, bendungan-bendungan sementara yang terbentuk harus segera dijebol," usulnya. Menurutnya, kondisi ini sangat sulit dihindari. "Saya sering survei di sana (Palu, red). Potensi longsor dan banjir masih memungkinkan. Harus tetap waspada," tambahnya. (bay-gsa-jpg/rif)

Tags :
Kategori :

Terkait