Pemanggilan Novanto Tidak Perlu Izin Presiden

Selasa 07-11-2017,07:26 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA-Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak memerlukan izin presiden untuk memanggil Ketua DPR Setya Novanto. Menurut dia, putusan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) tidak berlaku untuk tindak pidana khusus. Seperti diketahui korupsi masuk dalam tindak pidana khusus. “Bahwa putusan MK itu tidak berlaku untuk tindak pidana khusus. Jadi, KPK tidak perlu menunggu izin presiden,” kata Refly di gedung DPR, Jakarta, Senin (6/11). Dia kembali lagi menegaskan, putusan MK itu mengecualikan izin presiden untuk tindak pidana khusus. Karena itu, kata Refly, pemanggilan Novanto karena kasus dugaan korupsi yang merupakan tindak pidana khusus tidak memerlukan izin presiden. “Ini sebenarnya bagian dari komitmen untuk pemberantasan korupsi. Kalau harus izin, bisa memakan waktu karena bisa jadi presiden sibuk dan lain-lain,” ujarnya. Seperti diketahui, Novanto tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK, Senin (6/11) sebagai saksi untuk tersangka korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo. Namun, DPR lewat surat yang dikirim ke KPK yang ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal DPR Damayanti menyatakan pemanggilan Novanto harus mendapatkan izin tertulis dari presiden. Nah, Refli menilai surat itu keliru. “Itu (pemanggilan) urusan pribadi, bukan institusional. Yang jadi saksi itu bukan ketua DPR, tapi Novanto sebagai warga negara Indonesia, meskipun status ketua DPR itu melekat,” kata Refly. Sekali lagi, dia menegaskan, setiap individu warga negara punya kewajiban kewarganegaraan untuk memenuhi kewajiban di hadapan penegak hukum. Menurut dia, sebagai bentuk moralitas tertinggi seharusnya pejabat publik wajib datang memberikan keterangan soal apa pun yang dibutuhkan. “Jadi, tidak berlindung di balik aturan,” katanya. Dia menilai sebenarnya sikap Novanto yang dulu hadir berkali-kali memenuhi panggilan KPK bahkan di persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sudah benar. “Sikap yang benar itu ya yang dulu,” tegasnya. Seperti diketahui, MK pada 2015 pernah membuat putusan soal uji materi UU nomor 17 tahun 2014 tentang MD3. Dalam putusannya MK menyatakan bahwa pasal 245 ayat 1 UU MD3 itu tidak berlaku sepanjang dimaknai pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari presiden. Hanya saja, MK tidak mengubah pasal 245 ayat 3 yang menyatakan ketentuan ayat 1 tidak berlaku apabila anggota DPR salah satunya diduga melakukan tindak pidana khusus. Ketua DPR Setya Novanto kembali mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi kasus e-KTP. Sedianya, KPK memeriksa ketua umum Golkar itu sebagai saksi bagi tersangka korupsi e-KTP Anang Sugiana Sudiharjo (ASS). Kepastian Novanto tak memenuhi panggilan KPK terungkap dari surat Sekretariat Jenderal DPR RI. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pihaknya telah menerima surat dari Setjen DPR perihal ketidakhadiran Novanto untuk diperiksa sebagai saksi bagi direktur utama PT Quadra Solution itu. "Pagi ini (kemarin) sekitar pukul delapan, bagian persuratan KPK menerima surat dari Setjen dan Badan Keahlian DPR RI terkait dengan pemanggilan Ketua DPR RI, Setya Novanto sebagai saksi untuk tersangka ASS dalam kasus e-KTP," ujar Febri saat dikonfirmasi, Senin (6/11). Dalam surat yang ditandatangani pelaksana tugas (Plt) Sekjen DPR Damayanti itu ada lima alasan tentang ketidakhadiran Novanto untuk memenuhi panggilan KPK. Yang paling pokok, Novanto beralasan pemeriksaan terhadap anggota DPR harus melalui izin tertulis dari Presiden RI. "Pada pokoknya menyatakan Setya Novanto tidak dapat memenuhi panggilan KPK sebagai saksi karena menurut surat tersebut panggilan terhadap Setya Novanto harus dengan izin tertulis dari Presiden RI," pungkas Febri. (jpc)

Tags :
Kategori :

Terkait