TANGERANGEKSPRES.ID, TANGERANG — Fenomena siswa yang mulai berani menantang guru mencerminkan pergeseran besar dalam pandangan terhadap otoritas di sekolah. Pergeseran ini sendiri dipengaruhi oleh perubahan sosial, teknologi dan peran keluarga.
Demikian dikatakan Dosen di FKIP Universitas Islam Syekh-Yusuf (UNIS) Dadang Saepuloh kepada Tangerang Ekspres. Menurutnya, pengaruh media sosial yang mendorong kebebasan berpendapat tanpa batas, juga turut memperburuk sikap siswa terhadap guru. Leih ironis lagi, ada orang tua yang mendukung sikap anak yang salah ini, memperparah keadaan.
Dadang menjelaskan, menurut teori pendidikan karakter seperti yang diungkapkan oleh Lickona, pendidikan karakter yang kuat di sekolah harus dimulai dari rumah dan di internalisasi dalam kehidupan sehari-hari siswa.
”Pengawasan yang lemah di sekolah dan kurangnya kolaborasi antara sekolah dan keluarga, menjadi faktor penghambat terbentuknya etika dan penghormatan terhadap otoritas. Menggunakan teori Self-Determination dari Deci and Ryan, hubungan positif antara guru dan siswa, serta penghargaan terhadap otonomi siswa, sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung perilaku baik,” ujarnya.
Dadang menambahkan, dibutuhkan pendekatan pendidikan yang lebih humanis dan dinamis, yang mengintegrasikan pendidikan karakter, penguatan pengawasan, dan kolaborasi erat antara guru, orang tua, dan siswa.
”Tenaga pengajar menghadapi siswa dengan etika yang kurang terhadap guru dengan pendekatan yang penuh kesabaran, membangun hubungan yang positif, dan memberikan contoh yang baik. Berdasarkan teori Self-Determination, guru perlu menciptakan lingkungan yang mendukung siswa untuk merasa dihargai dan diberi kebebasan dalam belajar, sehingga mereka lebih cenderung menghormati otoritas,”paparnya.
Ia menjelaskan, guru juga bisa menerapkan pendekatan pendidikan karakter dengan mengajarkan nilai-nilai moral dan etika yang mengutamakan saling menghargai. Selain itu, penting bagi guru untuk melibatkan orang tua dalam proses ini, untuk memastikan nilai-nilai yang diajarkan di rumah dan sekolah sejalan.
”Dalam menghadapi perilaku negatif, guru dapat menggunakan pendekatan restoratif untuk menyelesaikan konflik dengan mendengarkan semua pihak, sehingga siswa memahami konsekuensi perbuatannya. Dengan cara ini, hubungan guru dan siswa dapat diperbaiki, dan siswa bisa belajar untuk lebih menghormati otoritas,” ungkapnya.
Dadang menambahkan, pendidikan bukan hanya tanggung jawab sekolah tetapi orang tua, terutama ketika anak tidak sedang berada di sekolah. Keterlibatan orang tua dalam pendidikan sangat mempengaruhi hasil belajar dan perkembangan karakter anak.
”Orang tua memiliki peran penting dalam mendukung pendidikan anak-anak mereka di rumah dengan menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran, mengajarkan nilai-nilai moral, dan memberikan perhatian terhadap kesejahteraan emosional mereka. Pendidikan karakter harus dimulai sejak dini di rumah dan diteruskan di sekolah, agar nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, dan saling menghormati dapat tertanam dengan baik pada anak. Dengan bekerja sama, orang tua dan sekolah dapat saling mendukung dalam membimbing anak untuk tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga berkembang secara sosial dan emosional,” tutupnya.(ran)