Ambil Paksa Barang, Debt Collector Bisa Dipidana

Senin 20-01-2020,05:44 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

TANGERANG-Debt collector (penagih utang) kini tak bisa sembarangan mengambil paksa barang milik konsumen yang menunggak kredit. Jika nekat, menyita barang bakal kena pidana. Hal ini ditegaskan Kombes Pol Edy Sumardi, Kabid Humas Polda Banten, Minggu (19/1). Selama ini, debt collector kerap kali menarik paksa barang, saat konsumen menunggak membayar cicilan. Yang paling sering terjadi menimpa konsumen yang membeli sepeda motor dan mobil dengan cara kredit. Debt Collector kerap mencegat konsumen di tengah jalan dan langsung 'merampas' motor atau mobil. Edy mengatakan sekarang tindakan arogansi para penagih utang dapat dipidana. Warga yang merasa menjadi korban, dipersilakan melapor ke polisi. Nanti polisi akan melakukan penindakan terhadap penagih utang, apabila terbukti melakukan kekerasan atau praktik tarik paksa barang. “Debt collector itu bisa dipidana kalau menarik sepeda motor atau mobil nasabah secara paksa,” jelasnya. Menurut Edy, apabila penagih utang sudah melakukan kekerasan, maka dapat dijerat dengan pasal tindak pidana perampasan. Sebab, yang berhak melakukan penyitaan atau penarikan kendaraan adalah aparat penegak hukum. Penyitaan barang harus melalui putusan pengadilan. “Sedangkan pihak kreditur atau leasing, maupun penagih utang tidak boleh mengambil sepeda motor, mobil, rumah, maupun alat-alat elektronik rumah tangga, semau mereka," ujarnya. Edy menegaskan berdasarkan aturan baru, penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi. Melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri, sesuai dengan Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tertanggal 6 Januari 2020. “Artinya, kasus nasabah akan disidangkan dan pengadilan akan mengeluarkan surat putusan untuk menyita barang,” jelasnya. Ia mengungkapkan kendaraan atau barang nasabah yang disita, selanjutkan akan dilelang oleh pengadilan. Kemudian uang hasil penjualan kendaraan atau barang melalui lelang, akan digunakan untuk membayar utang kredit nasabah ke perusahaan leasing. Uang sisanya akan diberikan kepada nasabah. “Tindakan pihak leasing melalui penagih utang yang mengambil secara paksa kendaraan di rumah atau di jalan, merupakan tindak pidana pencurian. Dan jika pengambilan dilakukan di jalan, merupakan tindak pidana perampasan,” tegasnya. "Dalam putusan menyatakan tidak boleh lagi ada penarikan barang leasing langsung kepada kreditur (konsumen)," ujar juru bicara MK Fajar Laksono saat dikonfirmasi CNNIndonesia.com, Senin (13/1). Fajar menyebutkan, selama ini banyak kasus penarikan langsung barang leasing melalui pihak ketiga seperti debt collector atau penagih utang. Cara penarikannya pun kerap dilakukan sewenang-wenang. "Misalnya, debt collector melakukan langsung kepada kreditur di mana pun, kapan pun, seperti banyak kasus selama ini," katanya. Kecuali ada kasus istimewa di mana debitur mengakui adanya wanprestasi maka leasing baru diperkenankan untuk melakukan eksekusi tanpa melalui pengadilan. “Sepanjang pemberi hak fidusia telah mengakui adanya wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan benda yang menjadi objek dalam perjanjian, maka menjadi kewenangan sepenuhnya bagi penerima fidusia untuk dapat melakukan eksekusi sendiri,” bunyi putusan tersebut. Artinya, ke depan baik leasing maupun debt collector tidak bisa sembarangan melakukan penyitaan kecuali mendapatkan izin dari pemilik barang atau debitur. Jika itu masih dilakukan, pemilik atau debitur berhak melakukan langkah hukum. (zky)

Tags :
Kategori :

Terkait