Dinkes Harus Turun Gunung, Memeriksa Darah Santri dan Warga Sekitar

Selasa 10-09-2019,04:54 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

TIGARAKSA-Sudah 10 hari, penyebab santriwati Pondok Pesantren (Ponpes) Nurul Hikmah, Pasar Kemis belum terungkap. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Tangerang yang memeriksa kondisi udara, air dan tanah di sekitar ponpes belum merilis hasilnya. Belasan santriwati dua kali mengalami mual, pusing dan muntah. Pada Rabu (28/8) dan Senin (2/9). Selain itu, ada warga yang berjarak sekira 500 meter dari ponpes mengalami gejala yang sama seperti dialami santriwati. Namun nyawanya tidak tertolong. Polres Kota Tangerang pun sudah membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menyelidiki kasus ini. Kini, semua pihak menunggu hasil uji laboratorium dari DLHK Kabupaten Tangerang. Diperlukan waktu hingga 15 hari kerja sejak diambil pada Senin (2/9), untuk mengetahui hasilnya. Ketua Sementara DPRD Kabupaten Tangerang, Akmaludin Nugraha mengatakan, perlu adanya penanganan segera untuk mencari sumber penyebab. Sebab, sudah dua kali gejala tersebut terulang dalam waktu berdekatan. Serta, warga di luar ponpes yang bernama Rosidi meninggal dunia setelah sebelumnya mengalami gejala mual, pusing dan muntah. Selama 15 tahun ponpes yang berada di Kampung Bugel RT 01/01, Desa Pangadegan, Kecamatan Pasar Kemis, berdiri, baru kali ini santriwatinya keracunan. “Harusnya dinkes (dinas kesehatan) segera bergerak apabila ada gejala seperti ini. Langsung turun ke lapangan mengecek kesehatan warga yang di luar ponpes. Sehingga, proses pencarian sumber penyebab tidak hanya bertumpu pada hasil laboratorium DLHK saja,” ujarnya saat dihubungi Tangerang Ekspres, Senin (9/9). Dia meminta Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang memeriksa darah para santriwati dan warga sekitar. Kata dia, dengan adanya pemeriksaan darah dapat menemukan titik terang. Data yang diperoleh dari hasil tes darah dapat menguatkan fakta-fakta di lapangan. Namun, ia mengimbau, semua pihak tidak boleh berasumsi apalagi menuduh salah satu tempat sebagai penyebab kasus ini. “Belum jelas ini diakibatkan oleh apa dan gejala tersebut juga belum tentu bisa dikatakan keracunan. Nantinya, semua dugaan akan terang kalau dinkes turun tangan dengan melakukan pemeriksaan kepada warga secara acak. Tidak perlu semuanya. Saya berharap semua pihak menahan diri dan tidak saling menuduh,” terangnya. “Jadi kalau ada data tambahan. Akan menjadi bahan kajian yang akan menguatkan. Penyebabnya dari mana, apakah makanan, minuman atau udara. Karenanya, saya mendesak dinas kesehatan bersama petugas puskesmas turun tangan,” tambahnya. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang, drg. Desriana Dinardianti mengatakan, para tenaga kesehatan siap sedia apabila dibutuhkan. Namun, untuk melakukan pemeriksaan kesehataan secara acak kepada warga masih menunggu hasil laboratorium. “Kami selalu siap apabila dibutuhkan. Sementara menunggu hasil detail dari laboratorium. Namun, bila ada yang membutuhkan pengobatan kita siap melayani,” terangnya. Sementara, Kepala Bidang Pengawasan Pengendalian Kerusakan Lingkungan (PPLK) DLHK Kabupaten Tangerang, Budi Khomaedi mengatakan, uji lingkungan sudah dilakukan. Untuk sampel air dan sungai dilakukan dinas. Sedangkan untuk sampel udara diambil dan diuji oleh laboratorium independen. “Tidak bisa kita langsung menjustifikasi kalau gejala yang dialami para santri merupakan keracunan. Untuk memastikannya, kalau mereka keracunan atau tidak yang pasti harus dilakukan uji darah. Untuk uji lingkungan kita sudah lakukan pengambilan sampel udara dan air. Hasilnya nanti bisa diketahui 15 hari kerja setelah pengambilan. Untuk sampel udara diambil oleh laboratorium independen,” tukasnya. Polresta Tangerang telah membentuk satuan tugas (Satgas). Tugasnya, menyelidiki dan mengumpulkan data serta informasi terbaru yang berkembang. Serta, menindaklanjuti apabila ditemukannya pelanggaran hukum pidana yang dilakukan pihak tertentu atas kejadian ini. Wakapolresta Tangerang, AKBP Komarudin mengatakan, tim satgas sudah bergerak sejak pertama kejadian hingga kemarin. Adapun, penyisiran sudah meluas bukan saja terfokus pada industri di sekitar pondok pesantren. “Permasalahan di Pasar Kemis, ini baru dugaan kita belum buatkan laporan resmi. Karena kita masih lakukan pengecekan di lapangan. Sementara data yang kami terima, korban mengeluhkan adanya aroma tidak sedap atau berbau busuk. Diperkirakan datang dari pabrik di sekitar pondok pesantren,” katanya saat ditemui Tangerang Ekpres, Jumat (6/9). Secara geografis letak pondok pesantren dengan industri berjarak tidak lebih dari satu kilometer. Namun, kata Komarudin, ada fakta anak-anak yang di sekitar pabrik serta warga yang tinggal di permukiman tersebut tidak timbul gejala serupa. “Kita menunggu hasil uji laboratorium dari dinas lingkungan hidup. Dari air dan udara, kemudian hasilnya kita cocokan dengan pabrik yang ada di sekitar,” lanjutnya. Komarudin menjelaskan, polisi beserta Pemkab Tangerang berhati-hati dalam mencari sumber dan memberikan keterangan kepada publik. Sebab, dari pantuan di lapangan, antara pondok pesantren dengan pabrik terdapat kawasan permukiman padat penduduk. Namun, warga tidak mengalami mual, pusing dan muntah. “Dalam menyikapi hal tersebut kita turun ke lapangan untuk menganalisis sesungguhnya apa yang terjadi bersama dinas kesehatan. Kita sedang telusuri sumbernya dari mana. Sedangkan, antara pondok pesantren dengan pabrik terdapat permukiman yang padat penduduk. Namun warga tidak mengalami keluhan yang sama. Kita masih belum bisa menyimpulkan,” jelasnya. Salah satu warga, Rosidi yang mengalami gejala mual, pusing dan muntah sebelum meninggal dunia masih misteri. Komarudin mengungkapkan, sudah mendatangi rumah almarhum serta meminta keluarga untuk melakukan proses autopsi. “Kami sangat terbuka, kalau memang keluarga meragukan penyebab kematian almarhum kita siap untuk membongkar dan melakukan autopsi. Namun, istri almarhum tidak mengizinkan,” ungkapnya. “Tim kami masih di lapangan bahkan pantuannya sudah meluas ke seluruh pabrik yang ada di sana. Kita akan dalami apakah ada perkeliruan yang dilakukan pemilik pabrik termasuk adanya hubungan dengan gejala santriwati,” tukasnya. (mg-10)

Tags :
Kategori :

Terkait