Truk Mengular 12 Km di Parung Panjang, Sopir Tutup Akses Jalan

Truk Mengular 12 Km di Parung Panjang,  Sopir Tutup Akses Jalan

PARUNGPANJANG-Protes sopir truk terus berlanjut. Kamis (20/12) malam, memblokir jalan dengan menumpahkan muatan ke jalan. Kali ini mereka menutup dua jalur akses di Jalan Raya Legok-Parung Panjang tepatnya di Karang Tengah dekat Jembatan Malangnengah, perbatasan Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Tangerang, Jumat (21/12). Antrean truk mengular hingga 12 kilometer . Aksi tersebut membuat pengiriman barang lumpuh. Arus lalulintas dari Bogor ke Kabupaten Tangerang dan sebaliknya lumpuh. Rizal seorang sopir yang tinggal di kawasan Kecamatan Curug Kabupaten Tangerang, mengaku sudah bertemu dengan Bupati Tangerang, meminta peraturan pembatasan jam opersional truk ditinjau ulang. Namun, tidak menemui kata sepakat. Bupati A.Zaki Iskandar tetap pada pendiriannya, menerapkan Peraturan Bupati (Perbub) Tangerang Nomor 47 tahun 2018 tentang pengaturan jam opersional truk bertonase besar. Yakni, truk boleh melintasi wilayah Kabupaten Tangerang mulai pukul 22.00 WIB hingga 05.00 WIB. "Bupati Bogor juga belum dilantik, jadi belum bisa memutuskan. Itu (jam opersional truk) terlalu pendek buat sopir, memberatkan, terlalu merugikan buat kami," ujarnya. Menurutnya, waktu enam jam bagi sopir tidak dapat mencapai saru rit. Hal ini dikeranakan perjalanan untuk sampai ke tempat tambang yang berada di atas gunung di Bogor bisa memakan waktu sampai lima jam. "Itu satu rit pun tidak tercapai. Saya dari hari Rabu sampai hari Jumat (kemarin) ini baru satu rit. Tiga hari baru dapat satu rit. Kami minta kebijakan dari Bupati Tangerang, tolonglah bagaimana nasib kami sebagai sopir," keluh Rizal. Dengan hanya bisa mengangkut barang satu rit, Rizal mengaku tidak bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan empat anak yang masing-masing masih bersekolah di SMP, SMA dan perguruan tinggi. "Saya sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, buat anak saya ini. Sedangkan pekerjaan saya cuman sopir," sebutnya. Selama ini, Rizal mengambil tanah dari Bogor dan dikirim ke Cikupa secara borongan. Dengan dibatasinya jam operasional truk ini, penghasilannya menyusut. "Satu rit itu pendapatan saya cuman Rp 90 ribu bersih. Kalau sampai tiga hari tak narik, mau makan apa anak istri kami. Tolong Bupati Tangerang pikirkan nasib kami. Kami ini kerja borongan, paling bisa dibawa ke rumah cuman Rp 90ribu. Tapi kalau begini kami tidak bisa sama sekali tidak makan," keluh Rizal. Sementara, Supendi sopir lainnya, turut bersuara. Ia mengungkapkan kekesalannya dengan ada perbup tersebut. Lantaran dinilai tidak masuk akal dan membebani para sopir angkutan tanah, pasir, dan batu. "Kenapa kok gini amat Pak Zaki (Bupati Tangerang -red) bikin aturan. Kalau sopir enggak muluk-muluk hanya yang masuk akal yang tidak membebankan kepada sopir. Boleh diadakan jam opersional, seperti Bogor aja kalau memang tidak bisa," papar sopir yang beralamat di Legok Tangerang itu. Menurut Supendi jam opersional truk di Bogor lebih panjang, yakni mulai pukul 18.00 WIB sampai pukul 08.00 WIB. Ia menegaskan, keinginan sopir truk bisa bertemu dengan Bupati Tangerang di lokasi aksi. Sehingga aspiranya bisa langsung didengar. "Kalau maunya sopir itu tidak ada jam opersional. Harapannya bupati datang ke sini biar unek-unek saya ini terungkap, didenger silahkan, enggak juga tidak jadi masalah. Cuman kalau enggak didengar, kami akan bertahan di sini mau berapa lama pun kami siap. Lebih baik kami pulang ke rumah kalau tidak ada respons, mobil kami biarkan di sini," tegas Supendi. Puluhan anggota Polres Bogor yang berada di lokasi mencoba melobi para sopir agar memindahkan truk. Kapolres AKB Andik Mohammad Dicky didampingi anggota DPRD Kabupaten Bogor Egy Gunadi Wibawa berunding dengan perwakilan sopir truk. Dalam perundingan, Dicky sempat berdebat dengan para sopir. Ia menegaskan aksi penutupan jalan sangat berdampak luas terhadap aktivitas dan kehidupan masyarakat Parung Panjang. "Anda demo di sini, kira-kira yang di sana (Pemkab Tangerang) buka (boleh lewat) enggak! Sampai tahun depan juga tidak akan dibuka, yang jadi korban masyarakat Bogor. Plat kalian juga bukan plat F (kode Bogor), plat B. Ini juga banyak pembangunan di Tangerang sana. Pajaknya pun masuk ke Tangerang. Terus kalian mau hukum warga Parung Panjang di sini," tegas Dicky kepada para sopir truk. Dicky menjelaskan hasil komunikasi yang terjalin dengan Pemkab Tangerang tetap seusai dengan Perbup Nomor 47 Tahun 2018 dengan jam operasional dari pukul 22.00 WIB sampai dengan pukul 05.00 WIB. "Kita sudah ngomong sama sana (Pemkab Tangerang -red), tapi tidak mau kasih. Jawaban pasti di sana tidak mau buka (diizinkan lewat)," lanjutnya. Ia mengajak para sopir untuk membuka jalan sebagai solusi sementara. Hanya saja para sopir tetap bersikukuh dengan prinsipnya tetap menutup jalan. "Sekarang gini, pelan-pelan kita konsolidasi dulu. Pelan-pelan mulai yang dari belakang kita cicil putar balik," kata Dicky yang sontak diteriaki massa aksi sebagai bentuk protes terhadap solusi yang ditawarkan. Dicky berharap adanya kebijakan dari kedua pemerintah yakni Pemkab Bogor dan Pemkab Tangerang. Lantaran antrean truk sudah mencapai 12 kilometer. "Ini hari terakhir aktivitas truk tronton sebelum hari libur. Tolong ini dibuka, akhirnya tidak dibuka jadi mengular sampai 12 kilometer. Kasihan masyarakat di sini (Parung Panjang -red)," pungksnya kepada media. Sejalan dengan itu, Egy Gunadi Wibawa anggota DPRD yang juga politisi PDIP turut membujuk massa. Ia meminta membuka satu jalur jalan agar kendaraan lain bisa melintasi. "Temen-temen denger dulu. Tanggal 27 Desember akan ada pertemuan. Kita juga sedang berkomunikasi, jadi artinya jangan sampai bertahan terus begini. Tapi, sementara belum ada solusi. Kalau bisa buka sebelah jangan semuanya ditutup," pinta Egy yang langsung direspons dengan teriakan para sopir yang sambil berlalu membubarkan diri. Tidak goyah pendirian. Para sopir truk, Egy bersama AKBP A.M Dicky mendatangi Hadi Nurhalim, Camat Pagedangan yang sedang berada di lokasi. Hal tersebut dilakukan untuk mendesak Hadi berkomunikasi dengan Bupati Tangerang melaporkan apa yang terjadi di lapangan. Hanya Hadi mengatakan dirinya patuh pada perintah atasan. "Saya kan bawahan, jadi gimana perintah atasan," kata Hadi Nurhalim. (mg-10)

Sumber: