Data KPK dalam Penanganan Perkara Sepanjang 2018, Kasus Korupsi Terbanyak Melibatkan Anggota Dewan

Data KPK dalam Penanganan Perkara Sepanjang 2018, Kasus Korupsi Terbanyak Melibatkan Anggota Dewan

JAKARTA-Anggota dewan paling banyak terlibat kasus korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyidik 91 perkara sepanjang tahun 2018 yang melibatkan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPR kab/kota. Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang menuturkan, kasus korupsi yang ditangani KPK paling banyak melibatkan anggota legislatif dengan total 91 perkara. Pada urutan kedua, yakni pihak swasta dengan 50 perkara. Kemudian, 28 perkara melibatkan eks dan penjabat kepala daerah. Terakhir, 20 perkara yang melibatkan PNS eselon I hingga IV. "Total yang kita tangani 175 perkara tindak pidana korupsi. Suap menjadi perkara yang paling banyak ditangani, yakni 152. Disusul pengadaan barang atau jasa sebanyak 17 perkara, sementara enam perkara lain merupakan tindak pidana pencucian uang (TPPU)," papar Saut, Rabu (19/12). Dari jumlah kasus tersebut, 28 di antaranya merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT). Total kasus tangkap tangan di tahun 2018 merupakan yang terbanyak sepanjang sejarah KPK berdiri. Dari 28 kasus tersebut, KPK telah menetapkan 108 orang sebagai tersangka dengan beragam kalangan. "Jumlah tersebut belum termasuk tersangka yang ditetapkan kemudian dari hasil pengembangan perkara," terang Saut ketika ditemui di Kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan. Total dana yang telah dikembalilan ke kas negara mencapai lebih dari Rp500 miliar dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dana tersebut berasal dari uang yang telah dikembalikan tersangka, barang bukti yang diamankan, serta hasil lelang barang sitaan. "Secara total, pada tahun 2018 KPK melakukan 157 kegiatan penyelidikan, 178 penyidikan, dan 128 kegiatan penuntutan, baik kasus baru maupun sisa penanganan perkara pada tahun sebelumnya," tuturnya. Sementara itu, data Direktorat Gratifikasi KPK menyebut, KPK telah menerima 1.990 laporan gratifikasi. Sebanyak 930 di antaranya dinyatakan milik negara, tiga ditetapkan milik penerima dan sisanya masih dalam proses penelaahan. Bila dilihat dari instansi pelapor, BUMN dan BUMD merupakan institusi paling banyak yang melaporkan gratifikasi dengan 597 laporan, diikuti kementerian dengan 578 laporan, dan pemerintah daerah dengan 380 laporan. Dari laporan gratifikasi tersebut, total gratifikasi yang ditetapkan sebagai milik negara adalah senilai Rp8,5 miliar. Termasuk lebih dari Rp6,2 miliar berbentuk uang yang telah dimasukkan ke kas negara, dan barang senilai Rp2,3 miliar. Pada kesempatan yang sama, KPK membeberkan penerimaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Hingga pengujung 2018, KPK telah menerima 192.992 LHKPN. Pejabat BUMN dan BUMD menjadi yang paling patuh dalam melaporkan LHKPN. Rasionya mencapai 84,02 persen dari total 25.418 wajib lapor. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengakui, angka kepatuhan pelaporan harta kekayaan pejabat legislatif tingkat daerah masih rendah, yakni hanya mencapai 27,85 persen. "KPK terus berupaya memberi pemahaman pentingnya melaporkan harta kekayaan sebagai instrumen transparansi bagi pejabat publik," kata Alex. Secara rinci, keseluruhan LHKPN yang dilaporkan terdiri atas 65,58 persen dari 238.482 wajib lapor di tingkat eksekutif, 24,62 persen dari 18.224 wajib lapor di tingkat legislatif, serta 47,75 persen dari 22.522 wajib lapor di tingkat yudikatif. Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo menuturkan, seluruh kegiatan KPK menghabiskan Rp744,7 miliar dari Rp854,2 miliar total APBN yang dianggarkan atau 87,2 persen. Agus mengakui, sejak lembaga antirasuah itu berdiri, laporan keuangan KPK selalu mendapat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. "Demikian juga dengan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi pemerintah (LAKIP). Selama tujuh tahun terakhir sejak tahun 2011 KPK memperoleh Nilai A," papar Agus. Agus menyatakan, tingkat kepercayaan publik terhadap KPK masih tinggi. Terbukti, KPK telah berhasil memverifikasi 6.143 dari total 6.202 laporan masyarakat yang diterima hingga Desember 2018. "Meskipun hanya 3.990 laporan berindikasi tindak pidana korupsi, selebihnya bukan," terangnya. Terpisah Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengakui tingginya angka kasus korupsi atau yang menjadi tersangka kasus di KPK mayoritas adalah anggota DPR RI. Dirinya menilai banyaknya anggota DPR yang menjadi tersangka KPK atau yang tersandung kasus korupsi merupakan keberhasilan dari suksesnya demokrasi dan Reformasi birokrasi yang dilakukan oleh DPR RI. "Membangun parlemen yang bersih tidaklah mudah namun hasil yang ada seperti saat ini merupakan salah satu jalan menuju keberhasilan untuk membangun parlemen yang diinginkan masyarakat," terang Bambang lewat sambungan telepon. Di lain sisi dirinya juga mengapresiasi kinerja KPK yang berhasil mengungkap semua pihak pihak yang merugikan negara. Namun demikian dirinya berharap KPK tidak hanya melakukan pemberantasan saja tetapi juga melakukan penanggulangan agar kasus korupsi khususnya di parlemen juga meredam. "Kita berharap partai politik pengusung calon anggota legislatif dapat memberikan pembekalan yang matang terkait dengan kesiapan mental untuk benar-benar menjadi pelayan masyarakat saat menjadi anggota dewan bukan untuk memperkaya diri," pungkasnya. (fin)

Sumber: