Andika Sukarno, Sulap Tong Bekas Jadi Tempat Sampah Cantik

Andika Sukarno, Sulap Tong Bekas Jadi Tempat Sampah Cantik

SERPONG-Di mata kebanyakan orang, tong bekas tak ada harganya. Namun, bagi Andika Sukarno barang rongsok itu mampu disulap menjadi barang bernilai. Dengan sentuhan dinginnya Sukarno, menyulap tong bekas menjadi tempat sampah cantik. Bahkan, dengan kreativitasnya, Nano, sapaan akrab Andika Sukarno mampu menghapus stigma jijik terhadap tong sampah. Sebaliknya, tempat sampah yang diproduksi Nano, lebih mirip dengan pas bunga atau hiasan taman. Dengan modal kreativitas itu pula, Nano berhasil membuat barang yang dipandang sepele kebanyakan orang, dapat menjadi barang bernilai jual tinggi. Aktivitas ini, digeluti Sukarno sejak 2008. Setelah berjalan 10 tahun, bengkel yang dibangunnya di Jalan Victor, Buaran, Serpong, Tangsel, ini tak pernah sepi pembeli. “Setiap hari bengkel kami banyak pesanan, kadang pesanan itu datang dari kantor-kantor pemerintahan," ujarnya, Senin (17/12). Selama ini, Sukarno, mengolah barang bekas seperti drum bekas bahan bakar minyak (BBM), tong bekas tempat cairan, kaleng cat, dan sejenisnya. Barang-barang itu, ia peroleh dari sejumlah industri di kawasan Serpong. “Pesanan yang kami buat sesuai dengan permintaan. Terkadang dengan gambar atau pun hanya warna saja. Harganya bervariasi, sesuai dengan motif dan desain gambar yang diorder pelanggan," jelasnya. Untuk tempat sampah biasa, hanya dibuat satu motif gambar harganya sekitar Rp75 ribu per buah. Sementara, untuk tempat sampah dengan banyak hiasan, warna, gambar serta berukuran cukup besar dibanderol dengan harga Rp500 ribuan. Dengan mengolah berbagai ukuran tong bekas menjadi tempat sampah,ia mengantongi omzet Rp15-Rp20 juta per bulan. Bahkan, kata Sukarno, nilainya bisa lebih. Tergantung banyaknya oder yang diterima. "Kadang kalau lagi ramai pesanan, kami sampai kewalahan untuk menyelesaikannya tepat waktu," kata pria berambut ikal ini. Pilihan hidup Nano menjadi perajin tong sampah cantik bukan tanpa sebab. Ilmu kreatif yang ia miliki merupakan warisan orang tuanya. Sejak kecil, ia sudah akrab dengan kuas dan kanvas. Wal hasil, setelah dewasa ia pun memilih menjadi perajin. Dari bekal ajaran orang tuanya itu, Nano bahkan kini mampu menghidupi keluarganya dan tiga karyawan. "Saya cuma berharap ilmu yang diajarkan orang tua saya bisa berguna bagi orang banyak," tutup ayah satu anak ini. (mg-4/esa)

Sumber: