Perda Larangan Penjualan Minol Oplosan Digodok, Pelanggar Didenda Rp50 Juta
TIGARAKSA – Minuman beralkohol (minol) berpotensi memengaruhi ketahanan fisik dan psikis yang mengonsumsi. Selain itu, minol menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya tindak kekerasan dan kriminalitas. Sehingga menimbulkan kerugian terhadap ketertiban dan ketenteraman masyarakat. Hal itu sebagai bagian dari pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang dalam melakukan revisi peraturan daerah (Perda) tentang pengendalian dan pengawasan minol. Beberapa hal diatur pada Perda yang baru diantaranya pelarangan minol, golongan minol, dan sanksi bagi pelanggar. Adapun Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Perda tentang Minol, dipimpin Ketua Komisi 1 DPRD Kabupaten Tangerang Adi Tiya Wijaya. Salah satu anggota Pansus yaitu Jayusman. Legislator kini tengah mematangkan Perda Kabupaten Tangerang tentang Pelarangan, Pengendalian, dan Pengawasan Minol. Adi Tiya mengatakan, pada Perda sebelumnya tidak diatur terkait pelarangan minol, sehingga kurang memberikan efek jera bagi pemilik industri ataupun pengecer minol. Kemudian, perda baru ini mengatur minol oplosan, yaitu minol yang dibuat dengan cara mencampur bahan-bahan tertentu yang mengandung etil alkohol. “Penjualan minol untuk dikonsumsi yang diproduksi secara tradisional dan oplosan, tidak diizinkan di wilayah Kabupaten Tangerang. Setiap orang dilarang memproduksi, mengedarkan, menyimpan, dan mengonsumsi minuman oplosan,” jelas Adi Tiya, saat konferensi pers di Ruang Rapat Gabungan DPRD Kabupaten Tangerang, Kamis (18/10). Klasifikasi minol berdasarkan kadar kandungan etil alkohol atau etanol pada aturan tersebut terdiri dari tiga golongan, yakni A, B, dan C. Golongan A berkadar sampai 5 persen, golongan B berkadar lebih dari 5 persen sampai 20 persen, sedangkan golongan C berkadar lebih dari 20 persen sampai 55 persen. Setiap pengecer dan penjual langsung yang melakukan kegiatan usaha perdagangan minol golongan B dan atau golongan C, serta telah memiliki Surat Izin Usaha Pariwisata dan Minuman Beralkohol (SIUP-MB) dari pejabat yang berwenang, diwajibkan mendaftar ulang setiap dua tahun kepada dinas terkait. Pendaftaran dilakukan tiga bulan sebelum masa berlaku SIUP-MB itu habis. “Penjualan langsung minol golongan A, B, dan C secara eceran untuk diminum di tempat hanya diizinkan dan terbatas di hotel berbintang 3, 4, dan 5. Kemudian restoran dengan tanda talam kencana dan talam selaka, dan bar termasuk pub dan klub malam. Penjualan minol diizinkan di kamar hotel untuk diminum di tempat, tidak boleh dibawa ke luar,” kata Adi Tiya. Selain pelarangan minol, dalam Perda itu diatur pembatasan penjualan langsung minol. Siang hari pukul 12.00 WIB – 15.00 WIB dan malam hari pukul 20.00 WIB – 23.00 WIB. Waktu penjualan diperpanjang pada hari libur di luar hari raya keagamaan, yaitu maksimal hingga pukul 24.00 WIB. Minol dilarang diperoleh, dibeli, dijual dan diminum pada tempat yang diizinkan saat bulan suci ramadan, hari besar keagamaan, serta hari libur nasional. Ketentuan pidana pada Perda tersebut diatur pada pasal 31. Di mana sanksi pidana kurungan paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp50 juta. “Jadi, sanksi bagi pelanggar Perda bukan lagi hanya kurungan enam bulan, tetapi denda Rp50 juta. Sebenarnya, kami menginginkan denda maksimal itu Rp1 miliar agar benar-benar memberikan efek jera, tetapi tidak bisa diterapkan karena berbenturan dengan undang-undang diatasnya,” pungkas Adi Tiya. (srh/mas)
Sumber: