Duit Tips Warga Bisa Jadi Gratifikasi

Duit Tips Warga Bisa Jadi Gratifikasi

CIPUTAT-Menerima pemberian warga apakah berbentuk duit tips, barang, atau fasilitas pelayanan bisa masuk dalam gratifikasi. Jika, pemberian atau tips diberikan menyangkut jabatan yang diemban. Untuk itu, perangkat kelurahan dan kecamatan diminta menghindari praktik itu. Apalagi, sampai meminta kepada warga atau swasta yang bekerja sama dengan pemda. Hal ini, disampaikan Staf Deputi Bidang Pencegahan pada Direktorat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus mengatakan, saat menyosialisasikan bahaya gratifikasi kepada perangkat kecamatan dan kelurahan se-Kota Tangsel di Aula Blandongan Balai Kota, Kamis (4/10). Agus mengatakan, gratifikasi tidak boleh dilakukan baik dari sisi undang-undang dan agama. Gratifikasi bentuknya banyak. Mulai dari menerima duit dari warga, menerima fasilitas atau pelayanan spesial atas nama jabatannya. "Pelaku gratifikasi diancam dengan kurungan 18 tahun dan biasanya baru merasakan akibatnya kalau pejabat itu sudah pensiun dan yang seharusnya menikmati hari tua dengan nyaman," ujarnya. Agus menambahkan, rezeki yang kita makan harus benar diperoleh dari mana. Jika harta banyak, tapi hasil suap itu bukan rezeki dan tidak halal. Menurutnya, korupsi itu tidak hanya ambil uang negara, pungutan dan penerimaan dari masyaarakat dan dari swasta yang diterima ASN termasuk korupsi. "Gratifikasi itu beda tipis dengan suap. Gratifikasi itu hanya dikasih dan tanpa embel-embel, serta pemberiannya diberikan terkait jabatan seseorang," tuturnya. Sementara itu, Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany mengatakan, sosilisasi gratifikasi tersebut merupakan bagian dari rencana aksi yang sudah disepakati bersama. "Meskipun pencegahan dilakukan tidak berarti proses penindakan berhenti," ujarnya. Airin menambahkan, gratifikasi menurut Undang-Undang 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, merupakan pemberian dalam arti luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat, komisi, serta fasilitas lainnya. Yakni yang diterima dalam negeri maupun luar negeri yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronika maupun tanpa sarana elektronika. "Perbuatan penerimaan gratifikasi oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dianggap sebagai perbuatan suap apabila pemberian tersebut dilakukan karena berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya," tambahnya. Ibu dua anak tersebut menambahkan, saat ini Kota Tangsel terus melaksanakan prinsip-prinsip good governance dan clean government secara konsisten dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik. Oleh karena itu, pegawai di lingkup Pemkot Tangsel selaku penyelenggara negara perlu memahami dan mengetahui serta mengendalikan dan bagaimana cara melaporkan gratifikasi. Pemkot Tangsel telah mengeluarkan kebijakan tentang pedoman pengendalian gratifikasi dengan Peraturan Walikota Nomor 17 tahun 2017 dan telah dibentuk unit pengendalian gratifikasi dengan Keputusan Walikota Nomor: 700/kep.188-huk/2015. Selain itu juga telah terbentuk satgas saber pungli dengan Keputusan Walikota Nomor: 900/kep.50-huk/2017 yang di dalamnya melibatkan kejaksaan dan kepolisian. Implementasi penegakan peraturan gratifikasi ini masih menghadapi kendala karena banyak masyarakat masih menganggap bahwa memberikan hadiah (gratifikasi) merupakan sesuatu yang lumrah. Namun, hadiah tersebut secara sosiologis dapat mempengaruhi integritas dalam pelaksanaan tugas. Gratifikasi dilarang karena dapat mendorong pegawai negeri atau pejabat negara bersikap tidak objektif, tidak adil dan tidak profesional sehingga pegawai atau pejabat tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik," jelasnya. Pada bagian lain, Inspektur Kota Tangsel Uus Kusnadi mengatakan, sosialisasi tersebut merupakan aksi Pemkot Tangsel dalam pemberantasan korupsi di lingkungan kecamatan dan keluarahan. Uus menambahkan, sebelumnya sudah pernah dilakukan sosialisasi bahaya gratifikasi terhadap kepala organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkup Pemkota Tangsel. Menurutnya, kecamatan dan kelurahan merupakan garda terdepan dalam pelayanan. Tidak menutup kemungkinan aparat kecamatan dan kelurahan menganggap gratifikasi merupakan rezeki, sehingga mereka menerima apabila ada orang yang memberi. "Makanya kita undang mereka dan diberi pemahaman kalau gratifikasi itu bukan rezeki namun salah satu bentuk korupsi," tambahnya. (bud/esa)

Sumber: