Kampanye di Medsos Dibatasi 40 Akun

Kampanye di Medsos Dibatasi 40 Akun

TIGARAKSA – Calon anggota legislatif (caleg) tak boleh sembarang pasang alat peraga kampanye (APK). Begitu juga akun media sosial (medsos) yang dipergunakan, harus didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ruang gerak melakukan kampanye hitam pun semakin dipersempit. Belum lama ini, dua orang caleg DPRD Kabupaten Tangerang terindikasi melakukan pelanggaran pemilihan umum (pemilu). Salah satu caleg kedapatan memposting contoh desain surat suara di situs jejaring sosial Facebook. Padahal belum saatnya untuk berkampanye. Adapun yang dicantumkan antara lain nama dan logo partai politik (parpol), nama dan foto caleg, nomor urut dan daerah pemilihan (dapil), serta tulisan ajakan untuk mencoblos. Sementara satu caleg lainnya memamerkan bahan kampanye di pohon. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tangerang sudah melakukan penelusuran terhadap dua caleg yang berpotensi melakukan pelanggaran tersebut. Selain mengirim surat teguran, Bawaslu juga memanggil caleg itu. Hingga pada akhirnya postingan di media sosial dihapus dan bahan kampanye dicopot. Ketua Bawaslu Kabupaten Tangerang Andi Irawan mengatakan, pemanggilan kedua caleg itu berdasarkan informasi awal yang disampaikan masyarakat atas dugaan pelanggaran pemilu. Di Bawaslu sendiri, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Diantaranya perlu kajian di divisi pencegahan dan divisi hukum. Sementara divisi penindakan merupakan langkah akhir. “Begitu kami menerima informasi dari masyarakat, divisi pencegahan bersama-sama dengan divisi hukum langsung menindaklanjuti. Berdasarkan kajian, apa yang dilakukan kedua caleg tersebut masuk dalam kategori potensi pelanggaran. Sebab ini hanya informasi awal, bukan temuan,” kata Andi, Kamis (27/9). Dia menjelaskan, temuan pelanggaran pemilu harus akurat dan ada fakta. Suatu temuan untuk dilakukan penindakan tidak boleh mentah. Bawaslu dalam melaksanakan tugas selalu ditopang aturan hukum. “Setelah kami mengirimkan surat teguran, juga melakukan pemanggilan, postingan di medsos dihapus dan bahan kampanye diturunkan. Keduanya mengakui kesalahan dan kooperatif,” tandasnya. Di sisi lain, caleg dalam berkampanye tidak berdiri sendiri. Parpol pasti turut serta. Di era perkembangan teknologi sekarang ini, mensosialisasikan visi dan misi dapat dilakukan melalui jejaring medsos. Kendati pun terjun langsung ke masyarakat lebih baik. Namun kampanye hitam dan ujaran kebencian akan terjadi tatkala tidak dilakukan pencegahan dini. Pada tahapan pemilihan legislatif (pileg) kali ini, penyelenggara pemilu membatasi penggunaan akun medsos sebagai sarana kampanye. Akun-akun itu pun wajib didaftarkan ke KPU. Setiap parpol hanya diperbolehkan mendaftarkan maksimal 10 akun per aplikasi. Jika terdapat empat aplikasi medsos misalnya, maka maksimal yang didaftarkan 40 akun. “Kewenangan mendaftarkan akun itu ada di parpol, bukan pada calegnya. Akunnya boleh pakai nama caleg, asalkan parpolnya mengakomodir. Akun-akun itu nanti dilakukan pemantauan, jika kedapatan melakukan pelanggaran ya ditindak,” ucap Andi. Postingan di medsos tidak boleh mengandung kampanye hitam, ujaran kebencian, serta mengandung unsur suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Jika hal itu ditemukan, Bawaslu akan melakukan pemanggilan melalui mekanisme Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Tahapan awal yang dilakukan yaitu mengkaji dari pencegahan dan hukum. Apabila masuk kategori pelanggaran, Bawaslu melakukan klarifikasi dengan memanggil pemilik akun tersebut. Setelah itu direkomendasikan ke Gakkumdu untuk ditindak, baik dari segi administrasi maupun proses pidana. Akun penyebar ujaran kebencian dan isu SARA direkomendasikan untuk diblokir. Bawaslu bekerja sama dengan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Tangerang. Lalu bagaimana dengan akun liar atau yang belum didaftarkan di KPU? Penyelesaian persoalan tersebut merupakan ranah kepolisian. “Jika kami menemukan akun liar yang menyebarkan hoaks atau berita bohong, kampanye hitam, ujaran kebencian, dan isu SARA, maka kami melakukan penerusan informasi ke kepolisian. Polisi yang akan memproses itu,” jelas Andi. Pembatasan juga dilakukan pada alat peraga kampanye (APK). KPU bahkan memfasilitasi. Masing-masing parpol difasilitasi sebanyak 10 baliho dan 16 spanduk. Parpol cukup mendesain untuk kemudian dicek oleh penyelenggara pemilu. Jika desain yang dibuat tidak melanggar, maka KPU akan mencetak. “Sepanjang belum ada desain dari parpol tentu tidak bisa dicetak,” tandas dia. Sementara APK yang dicetak secara mandiri, maksimal 5 baliho dan 10 spanduk di setiap desa. APK ini harus diketahui oleh parpol dan tidak ada caleg yang keberatan. Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan bertugas untuk melakukan pendataan setiap APK yang terpasang di desa-desa. Apabila lebih dari ketentuan, maka ditindak. “Kami akan klarifikasi mana saja APK yang difasilitasi KPU dan dibuat mandiri. Apabila ada yang lebih, ya diturunkan. Parpol diberikan waktu selama 24 jam untuk menertibkan. Kalau parpol tidak mengindahkan, kami yang menindak,” pungkas Andi. (srh/mas/bha)

Sumber: