41 Anggota Dewan Tersangka APBD-P

41 Anggota Dewan Tersangka APBD-P

JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan 22 Anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini buntut dari pengembangan kasus suap memuluskan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015, yang melibatkan mantan Wali Kota Malang, Moch Anton. "Setelah melakukan proses pengumpulan informasi, data dan mencermati fakta persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk membuka penyidikan baru dengan 22 orang menjadi tersangka," ungkap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (3/8). Dengan penetapan itu, total tersangka dalam kasus dugaan korupsi itu menjadi 41 orang. Sebelumnya, KPK juga telah menetapkan 19 orang anggota DPRD Kota Malang menjadi tersangka. Kondisi ini mengakibatkan, anggota DPRD Kota Malang yang aktif hanya tersisa empat orang saja dari jumlah total 45 orang. KPK Menduga, Wali Kota Malang Moch Anton diduga memberi hadiah atau janji, terkait dengan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Pemerintah Kota Malang Tahun Anggaran 2015. "Hadiah atau janji tersebut diberikan karena berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya atau untuk menggerakkan agar tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, kepada Anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019," jelas Basaria. Menurut Basaria, 22 tersangka anggota DPRD Kota Malang diduga menerima pembagian fee masing-masing antara Rp 12,5 juta - Rp 50 juta, dari Moch Arif Wicaksono (MAW) periode 2013-2018 terkait pelaksanaan fungsi dan wewenang sebagai anggota DPRD Malang. Adapun para pihak yang telah ditetapkan tersangka masing-masing M Arief Wicaksono (PDIP), Suprapto (PDIP), Zainuddin (PKB), Sahrawi Yazid (PKB), Salamet (Gerindra), Wiwik Hendri Astuti (Demokrat), Mohan Katelu (PAN), Sulik Lestyowati (Demokrat), Abdul Hakim (PDIP), Bambang Sumarto (Golkar), Imam Fauzi (PKB), Syaiful Rusdi (PAN), Tri Yudiani (PDIP), Heri Pudji Utami (PPP), Hery Subiantono (Demokrat), Ya'qud Ananda Gudban (Hanura), Rahayu Sugiarti (Golkar), Sukarno (Golkar), Abdulrachman (PKB), Arief Hermanto (PDIP), Teguh Mulyono (PDIP), Mulyanto (PKB), Choeroel Anwar (Golkar), Suparno Hadiwibowo (Gerindra), Imam Ghozali (Hanura), Mohammad Fadli (Nasdem), Asia Iriani (PPP), Indra Tjahyono (Demokrat), Een Ambarsari (Gerindra), Bambang Triyoso (PKS), Diana Yanti (PDIP), Sugiarto (PKS), Afdhal Fauza (Hanura), Syamsul Fajrih (PPP), Hadi Susanto (PDIP), Erni Farida (PDIP), Sony Yudiarto (Demokrat), Harun Prasojo (PAN), Teguh Puji Wahyono (Gerindra), Choirul Amri (PKS) dan Ribut Harianto (Golkar) Atas perbuatannya tersebut, ke 41 Anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana dan pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Menanggapi itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo mengaku, dirinya mendapat banyak pertanyaan terkait berlangsungnya pemerintahan di Malang. Sebab anggota dewan yang tersisa di sana kini hanya 4 orang. Angka tersebut dianggap tidak bisa digunakan untuk menjalankan pemerintahan. Karena aturan kuorum atau persyaratan minimal kehadiran anggota dewan dalam perumusan kebijakan adalah 30 orang. "Banyak pertanyaan, apa harus ada diskresi untuk penyelenggaraan Rapat Paripurna DPRD bersama Pemda, mengingat jumlah mereka tidak kourum," kata Tjahjo. Lebih lanjut guna memastikan pemerintahan tetap berjalan, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu akan melakukan diskresi. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. "Besok, tim Otda (Otonomi Daerah) Kemendagri akan ke Malang, atau mengundang Sekda (Sekretaris Daerah) dan Sekwan (Sekretaris Dewan). Saya sudah perintahkan buat payung hukumnya agar pemerintahan tetap berjalan," jelas Tjahjo. Sementara itu Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Malang, Wahid Wahyudi juga telah mengirim surat ke Kemendagri. Isinya terkait situasi yang terjadi di Malang, sekaligus meminta petunjuk guna mengantipasi kelumpuhan proses pemerintahan. "Supaya tidak salah langkah dalam mengambil keputusan," tambah Wahid.(sat/JPC)

Sumber: