Fatwa Haram Hambat Program Vaksin MR

Fatwa Haram Hambat Program Vaksin MR

TIGARAKSA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait penggunaan vaksin Measles Rubella (MR). Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 itu mengharamkan penggunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII). Namun tak berselang lama, MUI menyatakan masyarakat masih bisa memakai vaksin MR karena alasan keterpaksaan. Fatwa tersebut kemudian menjadi kontroversi di masyarakat. Sebab vaksin MR merupakan jenis imunisasi yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari dua penyakit sekaligus. Yakni campak (Measles) dan campak Jerman (Rubella). Sehingga fatwa MUI itu dinilai cenderung menghambat program imunisasi MR. Terlebih karena belum ditemukan produk pengganti dari SII itu sendiri. Dikonfirmasi terkait vaksin MR, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang Hendra Tarmizi mengatakan, vaksin MR merupakan bagian dari vaksin Measles, Mumps, Rubella (MMR). Hanya saja di Indonesia vaksin Mumps dipisahkan dari Measles dan Rubella. Pemisahan dilakukan lantaran penyakit Mumps atau gondongan sudah jarang ditemui di masyarakat Indonesia. Sementara campak, baik campak biasa maupun campak Jerman masih sering terjadi pada anak-anak. Campak Jerman juga membutuhkan perhatian ekstra apabila penderitanya ibu hamil. Bahkan pada wanita yang hamil muda, rubella dapat menyebabkan keguguran, kematian bayi dalam kandungan, hingga kelainan bawaan pada bayi. "Sehingga dengan dikeluarkannya fatwa haram tersebut pasti akan menghambat program imunisasi MR, terutama waktu fatwa pertama. Tetapi alhamdulillah fatwa selanjutnya ada masalah kedaruratan, jadi boleh pakai vaksin jika belum ada yang halal. Sampai saat ini belum ada pengganti produk dari SII itu," kata Tarmizi, belum lama ini. Dia menjelaskan, vaksin perlu diberikan pada anak untuk mencegah penyakit MR. Vaksinasi juga bertujuan mencegah penyebaran MR kepada anak-anak lain. Kementerian Kesehatan pun telah merilis jika vaksin MR yang digunakan di Indonesia, sudah mendapat rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization), serta izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Jadi, vaksinasi MR aman dilakukan. "Umumnya vaksin MR tidak memiliki efek samping yang berarti. Sekalipun ada, efek samping yang ditimbulkan cenderung umum dan ringan, seperti demam, ruam kulit, atau nyeri di bagian kulit bekas suntikan. Itu merupakan reaksi yang normal dan akan menghilang dalam waktu 2-3 hari," tutur Tarmizi. Untuk diketahui, fatwa yang menyatakan haram menggunakan vaksin MR produk dari SII untuk imunisasi, dikeluarkan pada 20 Agustus lalu. MUI menilai produk tersebut mengandung unsur babi. Penggunaan vaksin MR produk dari SII kemudian dibolehkan atau mubah karena ada kondisi keterpaksaan, belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci, serta ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal. "Imunisasi MR diberikan kepada anak berusia sembilan bulan sampai kurang dari 15 tahun. Vaksinasi ini tidak dipungut biaya alias gratis. Kami dari dinas kesehatan juga rutin melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan manfaat vaksin MR," pungkas Tarmizi. (srh/mas)

Sumber: