Satpol PP Tongkrongin Lampu Merah

Satpol PP Tongkrongin Lampu Merah

TANGERANG -- Sejumlah titik lampu merah di Kota Tangerang menjadi tempat mangkal para pengamen dan anak jalanan (Anjal). Hal ini menimbulkan kesan semerawut. Meski sudah ditertibkan, keberadaan anjal dan pengamen ini tetap saja tak mau hilang. Mereka bahkan harus kucing-kucingan dengan petugas. Agar titik keramaian itu bebas dari anjal dan pengamen,  Satpol PP terpaksa harus 'nongkrong' di lampu merah.   Hal ini untuk mempersempit ruang gerak mereka yang kerap meresahkan warga. Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketentraman Satpol PP Kota Tangerang A. Ghufron Falfeli mengatakan, sengaja melakukan penempatan anggotanya di setiap lampu merah yang marak pengamen dan anak jalanan. Hal itu untuk memberikan rasa nyaman dan aman kepada masyarakat. “Ini adalah bentuk pelayanan yang dapat kami berikan kepada masyarakat, karena selain menggangu ketertiban. Para anak jalanan dan para pengamen suka meminta paksa sama pengendara atau penumpang angkot,” katanya, Rabu (8/8). Ia menuturkan, kendati para anak jalanan dan pengamen tersebut sudah sering kali ditertibkan, namun kenyataannya masih banyak dari mereka yang berkeliaran. Dan penertiban itu juga bukan jaminan untuk mereka tidak turun lagi ke jalan. “Kita sudah sering kali memberikan penyuluhan dan pembinaan dengan menggandeng Dinas Sosial Kota Tangerang. Akan tetapi hal itu tidak memberikan efek jera, sehingga kami harus menyiagakan anggota di setiap lampu merah,” tuturnya. Menurutnya, hal itu terus terusan dan terjadi lantaran pendapatan para anak jalanan dan pengamen tersebut sangat besar, dan per harinya juga cukup menjanjikan bagi kebutuhan mereka sehari-hari. “Kebanyakan dari mereka itu berusia muda. Mereka sudah malas untuk bekerja karena pendapatan mereka per harinya dari mengamen sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga walaupun sudah ditertibkan mereka akan kembali ke jalan,” jelasnya. Dari data yang dimiliki Satpol PP Kota Tangerang, saat ini pendapatan para pengamen dan anak jalanan tersebut tidak kurang dari Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu.”Itu hanya itungan jam bukan hitungan per hari,” ujarnya singkat. Dengan demikian, ia mengimbau masyarakat dan para pengguna jalan untuk tidak memberikan uang kepada anak-anak jalanan dan para pengamen agar mereka berhenti menjadi pengamen dan anak jalanan. “Tempat mereka itu seharusnya di sekolah, akan tetapi karena mereka merasa mudah mencari uang di jalan maka mereka lebih memilih ke jalan. Maka itu, saya meminta kepada para pengguna jalan ataupun masyarakat untuk tidak memberikan uang kepada mereka,” ucapnya. Ia juga menjelaskan, selain mempersempit ruang gerak para anak jalanan dan pengamen, pihaknya juga mempertebal pengamanan dibeberapa wilayah yang sering dijadikan tempat berkumpulnya para pelajar. “Khusus di tempat keramaian anak-anak sekolah, kita tempatkan lebih banyak anggota untuk menekan dan mencegah aksi tawuran pelajar di Kota Tangerang ini,” tutupnya. Sementara itu, Andi Romyan (17) salah satu pengamen yang biasa mengkal di lampu merah Jalan Taman Makam Pahlawan (TMP) Taruna mengaku, dirinya turun kejalan karena desakan ekomoni dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam mengamen, dirinya juga sudah dapat izin dari orang tua. Pasalnya penghasilan dari mengamen tersebut bisa membantu keuangan keluarga. “Sehari saya bisa membawa pulang Rp 330 ribu sampai Rp 500 ribu. Orang tua juga sudah mengizinkan, lagi juga untuk bantu-bantu keuangan keluarga. Apalagi ibu saya cuma buruh cuci dan harus membiayai empat adik-adik saya,” tandasnya.(Mg-11)

Sumber: