Pungutan Dilarang, Sumbangan Boleh
SERANG - Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten segera merampungkan rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Pendidikan Gratis untuk SMA/SMK. Dindikbud menargetkan rancangan pergub itu rampung pada akhir Agustus ini. Diketahui, seluruh SMA/SMK negeri di Banten masih menggunakan Pergub lama yakni Pergub Nomor 30 Tahun 2017 tentang komite sekolah. Hal ini juga membuat komite sekolah mendesak Pemprov Banten untuk menerbitkan pergub pengganti. Sekretaris Dindikbud Banten Joko Waluyo mengatakan, sudah membuat draf pergub tentang pendidikan gratis. Saat ini, juga sedang dilakukan diseminasi atau meminta masukan dari berbagai pihak terkait pergub pendidikan gratis tersebut. “Sedang diseminasi di Dewan Riset Daerah (DRD) dan dewan pendidikan. Pergubnya sudah 100 persen. Kalau untuk 2017 itu belum ada pergub pendidikan gratis,” kata Joko saat ditemui usai menghadiri rapat evaluasi di Kantor Bappeda Banten, KP3B, Kota Serang, Senin (6/8). Dalam berbagai kesempatan, Gubernur Banten Wahidin Halim berbicara sekolah gratis tidak boleh ada pungutan apa pun kepada siswa. “Tetap komite tidak boleh (memungut). Tapi partisipasi masyarakat yang sifatnya tidak mengikat dan tidak wajib masih boleh,” jelas Joko. Mengenai anggaran untuk pendidikan gratis, Joko mengaku pemprov melalui APBD sudah menyediakan anggarannya. “Ada (dana) BOS pusat, kita juga tutupi celah kebutuhan sekolah lewat APBD dan anggaran dinas yang langsung disalurkan ke sekolah. Untuk tahun ini kita anggarkan Rp366 miliar, untuk tahun depan dan mudah-mudahan disetujui kita naikkan menjadi Rp480 miliar,” jelasnya. Ia mengaku, untuk APBD perubahan 2018, anggaran pendidikan tidak ada penambahan. “Setelah kita hitung sebenarnya sudah cukup. Dan semakin kita tingkatkan terus, Insya Allah akan ditambah tahun depan,” katanya. Saat dimintai komentarnya terkait anggapan Komisi V DPRD Banten soal dana flat untuk pendidikan, Joko mengaku Dindikbud Banten telah melakukan berbagai pendekatan. “Formulasinya sebagaimana alokasi BOS. Jadi besaran dana itu setiap sekolah berbeda-beda,” ujarnya. Kepala Dindikbud Banten E Kosasih Samanhudi mengatakan, pihaknya terus berkomitmen mewujudkan pedidikan berkualitas di Banten. Salah satunya dengan mengimplementasikan program gubernur terkait pendidikan gratis yang digulirkan pada tahun ajaran baru. “Tahun ajaran ini kita mulai. Pergub sedang kita susun, nanti gratisnya seperti apa ada di pergub itu,” katanya. Menurutnya, meski pendidikan gratis digulirkan, peran serta masyarakat dan komite tetap ada. “Peran masyarakat boleh, yang mampu silakan nyumbang tapi jangan dipaksa. Peran komite tetap ada, jadi komite bisa cari dana dengan hubungi orangtua yang mampu, yang kaya, kira-kira seperti itu,” ujarnya. Gubernur Banten Wahidin Halim menegaskan program pendidikan gratis sudah berjalan. Ia mengaku dana yang ada sudah cukup untuk membiayai program tersebut. “Sekolah gratis. Nggak ada masalah. Tanya aja sekolah-sekolahnya, mungut nggak? Ngapain ribut-ribut,” kata WH. Sebelumnya, Ketua Komisi V DPRD Banten Fitron Nur Ikhsan menilai Pemprov Banten belum dapat menggelontorkan program pendidikan gratis. Hal itu dikarenakan, pelayanan minimum pendidikan di Banten belum memenuhi standar, bahkan akan membebani APBD. “Saat ini pelayanan minimum Rp3,5 juta per siswa, sedangkan standarnya Rp5,7 juta per siswa. APBD anggarkan Rp3,5 triliun dibantu BOS pusat itu belum mencukupi,” kata Fitron. Menurutnya, jika pemprov ingin menggratiskan pendidikan tentu haruslah memenuhi standar. Fitron mengaku telah melakukan konsultasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. “Kami konfirmasi pertama soal pernyataan Pak Menteri yang meminta nggak ada sekokah gratis. Kalaupun ada, untuk biayanya ditanggung kepala daerah itu sendiri,” ujarnya. Dijelaskan Fitron, DPRD akan setuju pendidikan gratis jika Gubernur Banten dapat menganggarkan dana sebesar Rp5,7 juta per siswa. Namun, yang menjadi masalah yaitu APBD Banten belum dapat mencukupi itu. “Tapi lalu kemudian ada yang bilang bertahap, kalau bertahap jangan bilang gratis dulu. Karena kemudian bertahap, gratis, tapi ada intimadasi kalau ada sumbangan dipecat. Artinya sekolah dipaksa dengan standar keuangan yang sudah ditentukan,” jelasnya.(tb/ang/bha)
Sumber: