Menguak Praktik Miring di Sukamiskin, ‘Gudang’ Sebagai Bilik Asmara

Menguak Praktik Miring di Sukamiskin,  ‘Gudang’ Sebagai Bilik Asmara

Sudah lama Lapas Sukamiskin, Bandung, disoroti. Kali ini, kalapasnya yang tertangkap. Sebetulnya, Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kalapas Sukamiskin, Wahid Husen, dan lima orang lainnya bukan sesuatu yang mengagetkan. Jabatan Wahid Husen akhirnya resmi dicopot, Sabtu, 21 Juli. KPK juga menetapkan Wahid Husein dan tiga lainnya sebagai tersangka sekaitan penerima dan pemberi suap. Praktik curang hingga sogok menyogok, sudah jadi rahasia umum di sana. KPK menyebut, ada dugaan jual beli sel tahanan yang nilainya mencapai Rp 500 juta. Yang bisa membayar, akan mendapat fasilitas wah. Wartawan FAJAR beberapa kali sempat berkunjung ke lapas yang dibangun arsitek Belanda, Wolff Schoemaker itu. Terakhir, 18 Juli 2017 lalu. Saat itu, seorang ibu muda sedang asyik bermain dengan anaknya yang masih kecil di salah satu saung (bungalo). Saung itu milik suaminya, seorang napi korupsi yang terlilit kasus suap impor. Berselang beberapa menit, ibu itu menyerahkan anaknya kepada suster. Ia kemudian menuju ke area belakang. Di tangan kanannya, ada sebuah kunci. FAJAR (grup Tangerang Ekspres) mengikuti. Kebetulan juga sedang ingin buang air kecil. Ibu muda itu membuka ruangan yang letaknya bersebelahan dengan toilet. Di atas pintu ruangan itu, ada tulisan "Gudang". Penulis sempat melihat masuk ke dalam kamar, saat ibu itu bergegas masuk. Tak sampai melihat seluruh isi kamar, tetapi nampak jelas ada tempat tidur. Tak jauh beda dengan tempat tidur yang ada di hotel bintang tiga di Bandung. Dari toilet, saya kembali ke saung milik salah satu penghuni lapas. Belum sempat duduk, suami dari ibu muda itu datang. Mungkin dari kamarnya. Ia tak langsung menuju Saungnya. Pria berkumis lebat itu mengikuti jalur yang dilalui ibu muda tadi. Penasaran, FAJAR kembali ke toilet. Mungkin jedahnya sekitar lima menit, sejak suami ibu muda itu menuju "Gudang". Saat melintas di depan ruangan itu, suara aneh terdengar. Seperti orang mendesah. Desahannya sangat jelas. Namun, FAJAR tidak sempat berlama-lama di sana. Takut ketahuan menguping. Tulisan "Gudang" di atas ruangan itu hanya kamuflase. Pada kunjungan sebelumnya, FAJAR mendengar cerita tentang bilik asmara itu. Dari sumber berinisial A, kamar itu sengaja disiapkan bagi penghuni yang ingin menyalurkan hasratnya. Tentu harus bayar jika ingin menggunakannya. Rp500 ribu dan Rp1 juta. Di sana ada dua kamar. A sendiri adalah penjaga kamar itu. Tugasnya pegang kunci dan membersihkan. Informasi yang beredar di Sukamiskin, bilik asmara itu dikendalikan oleh salah satu warga binaan. “Saya dapat gaji dari sini (jaga kamar),” ujar A, ketika itu. Selain bisnis bilik asmara, Lapas Sukamiskin juga menyediakan aneka fasilitas lain. Jika lelah, penghuni bisa refleksi. Salon juga tersedia. Ketika malas olahraga di ruang terbuka, penghuni bisa menggunakan fasilitas gym. Bagi yang suka main musik, ruang nge-band tersedia alatnya. Pokoknya, apa saja ada di sana. Lengkap. Bicara soal kamar, tiap penghuni memang beda-beda. Bergantung tingkat ketebalan dompet. Dari penelusuran FAJAR, kamar di Sukamiskin diperdagangkan. Ada salah satu penghuni yang jadi pemainnya. Setiap ada penghuni yang habis masa tahanannya, oknum tersebut membeli kamar yang ditinggalkan. Harganya sampai 100-an juta. Oleh oknum itu, kamar direnovasi. Kasurnya diganti. Dilengkapi pendingan ruangan. Cat diperbaharui semua. Dibikin wangi. Oknum tersebut mempekerjakan penghuni lain. Di sana, juga ada napi umum. Biasanya mereka yang jadi pesuruh. Tentu dengan upah atas tiap pekerjaan. Kamar yang sudah dipermak itu lalu dijual kepada penghuni baru. Biasanya, calon penghuni yang latarbelakang pejabat memesan duluan kamar sebelum masuk Sukamiskin. Harganya, empat sampai lima kali lipat dari modal awal yang memperdagangkannya. Kisaran Rp400 hingga Rp500 juta. Hal ini pun dibenarkan salah satu pesuruh bupati dari Indonesia timur yang jadi tersangka korupsi. “Pesannya sama orang dalam. Napi juga. Kemarin dibayar Rp500 juta,” beber NA. Oknum yang memperdagangkan kamar tentu tak main begitu saja. Ia pun dapat lampu hijau dari oknum pejabat lapas. Ada jatah khusus pastinya. Soal saung juga demikian. Tak semua penghuni memilikinya. Hanya sebagian kecil. Lagi-lagi, itu dimiliki penghuni berduit. Seorang penghuni membeberkan kepada saya, jika bangun saung tak gampang. Pertama harus punya izin. Untuk mendapat izin, harus bayar Rp100 juta. Belum lagi bangunannya. Satu bangunan saung sederhana umumnya menghabiskan Rp200 hingga Rp250 juta. Lengkap dengan kursi. Rata-rata setiap saung punya pelayan. Biasanya napi umum. Tugas pelayan, selain membersihkan, juga harus menyiapkan minuman untuk pemilik saung dan tamunya. Kadang menyajikan dan memanasi sisa makanan yang dibawa keluarga pemilik. Sebulan, mereka diupah Rp1,5 hingga Rp2 juta. Makanan mereka juga dijamin oleh pemilik saung yang memperkerjakan. “Alhamdulillah, dari pada tidak ada penghasilan sama sekali. Kadang juga saya diberi lebih," ujar AS, seorang pelayan saung. Semua ini bukan rahasia lagi. Bahkan, penghuni dengan bebas mengakses telepon seluler di dalam. Dari pengamatan saya, setiap penghuni punya dua telepon. Bebas mereka gunakan. Lainnya, setiap penghuni khususnya mantan pejabat punya jatah khusus keluar lapas. Sekali hingga dua kali setiap pekan. Istilahnya, agenda untuk berobat. Padahal, dari penggamatan FAJAR, pejabat yang keluar untuk bertemu keluarga. Kabarnya, setiap jatah keluar dikenai biaya khusus untuk kapalas. Selain punya saung, penghuni juga membuat kolam ikan di sekitar kawasan bersantai itu. Mereka kumpul-kumpul uang. Setelah jadi, diisi ikan hias. Mantan pejabat pun masih bebas mengurus kerjaan dari balik lapas. Di saung masing-masing, kerap ada penghuni yang menandatangani berkas cukup banyak. Kadang juga lakukan rapat di sana. Soal makanan tidak usah khawatir. Pesan apa pun ada. Makanan yang dijual sekelas restoran mahal. Ada ayam panggang, nasi bakar, dan lainnya. Serba ada pokoknya. Kondisi ini sudah berlangsung lama. Makanya, tidak mengagetkan soal adanya OTT KPK tersebut. Bagaimana pun, Sukamiskan tak laik disebut penjara. Cocoknya, tempat istirahat dan rekreasi bagi para koruptor. Manfaatkan Jabatan Wahid Husen terbilang nekat. Jabatan Kalapas Sukamiskin baru diembannya pada 14 Maret 2018 lalu. Namun, hanya beberapa bulan, sudah berani bertransaksi dengan para napi korupsi. Wahid Husen diduha melakukan proses jual beli fasilitas dan perizinan lainnya dalam lapas. Saat ini, Wahid Husen dibawa ke Gedung KPK Jakarta untuk menjalani pemeriksaan, usai penggeledahan Sabtu dinihari kemarin. Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Liberti Sitinjak mengatakan jabatan Kalapas kini diisi Kadivpas Kanwil Kemenkum HAM Jabar Alvi Zahrin, sebagai pelaksana harian. ”Plh Kalapas Sukamiskin sudah ditunjuk, yakni Pak Kadivpas langsung,” kata Liberti di Lapas Sukamiskin, Bandung. Operasi dan penyegelan beberapa ruang sel dan ruang kantor, termasuk ruang kalapas, dilakukan dengan senyap. Semua aktivitas pelayanan tetap berjalan normal. Liberti menegaskan, meski ada OTT, sekali tidak sama mengganggu aktivitas di dalam Lapas Sukamiskin. “Di dalam enggak ada apa-apa. Biasa saja berjalan dan kondisinya baik-baik saja,” ujarnya. Namun, Liberti enggan berkomentar terkait kasus yang menimpa Wahid Husen. Pihaknya menunggu proses yang sedang berjalan di KPK terlebih dahulu. Sejumlah terpidana kasus korupsi kakap memang masih mendekam, dan "diduga" menikmati berbagai fasilitas mewah di lapas ini. Direktur Jenderal (Dirjen) Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) Sri Puguh Budi Utami menyebutkan bahwa evaluasi terhadap Kalapas Sukamiskin Wahid Husen yang terkena OTT KPK itu juga akan menyentuh dua pejabat di atasnya. Yakni Kepala Kantor Wilayah Kemenkum HAM Jawa Barat Indro Purwoko dan Kepala Divisi Pemasyarakatan Alfi Zahrin Kiemas. Dia sendiri menyatakan siap mundur bila revitalisasi lapas yang sudah diprogramkan tidak berjalan baik. “Ya revitalisasi seluruh Indonesia. Tunggu itu kita jalankan. Kalau itu tidak berhasil saya mundur,” tegas dia. Sri mengakui memang ada gazebo yang dianggap fasilitas yang tidak semestinya di Lapas Sukamiskin. Dia menyebut bahwa fasilitas tersebut akan segera dibongkar. Sehingga lapas itu bisa sesuai dengan standar lapas yang seharusnya. “Jadi ada ruang kunjungan yang sekarang ini akan kita benahi. Nah itu gazebo akan dibongkar,” ujar Sri di kantor Kemenkumham, Sabtu malam (21/7). Bukan hanya di Lapas Sukamiskin saja, tapi di lapas-lapas lain juga akan ada pembenahan serentak. Dia menyebut pembenahan itu akan dimulai pada Senin hari ini (23/7). “Mulai Senin besok akan dilakukan pembersihan terhadap fasilitas-fasilitas yang tidak sesuai dengan standar di seluruh Indonesia,” tegas dia. Jumlah lapas dan rumah tahanan (rutan) di Indonesia mencapai 528 unit dengan jumlah pegawai mencapai lebih dari 43 ribu orang. Sedangkan napi dan tahanan yang berada di lapas dan rutan sebanyak 249 ribu orang. Sementara kapasitasnya 124 ribu. Humas Ditjen PAS Ade Kusmanto menuturkan atas instruksi menteri bakal ada razia terhadap barang-barang dan fasilitas yang dilarang masuk ke dalam lapas. Di antaranya ponsel, alat-alat elektronik kipas angin, AC, televisi, dan lain-lain. “Kalau di tempat kunjungan yang menyerupai joglo itu akan ditertibkan, dibongkar kembali seperti semula,” kata dia kemarin (22/7). Sebenarnya fasilitas standar yang ada di dalam lapas itu hanya berisi tempat tidur dari matras yang tidak mudah terbakar, lemari untuk pakaian yang tertempel di dinding, ventilasi udara, serta kamar mandi biasa. “Kendalanya manakala sel itu diisi oleh banyak orang atau overkapasitas. Kipas angin pun semestinya dilarang tapi lihat situasinya kalau di situ,” ujar dia. Tapi, pihak Dirjen PAS pun berhati-hati bila dalam penertiban di seluruh lapas se-Indonesia. Lantaran khawatir terjadi gejolak berupa perlawanan dari para napi atau tahanan. “Biasanya ada unsur penolakan dari penghuni. Misalnya kalau penertiban pemberantasan narkoba pastikan ada yang reaksi resistensi. Nah kita akan menentukan langkah,” imbuh dia.(jpg/bha)

Sumber: