Penyusunan APBD Peluang Awal Korupsi
SERANG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai proses penyusunan APBD paling rentan dikorupsi. KPK beralasan, menjelang Pileg 2019 banyak oknum tidak bertanggung jawab akan mencoba menarik keuntungan secara materi untuk digunakan pada hajat demokrasi lima tahunan tersebut. “Klasik sebenarnya, tetap (potensi) yang paling besar itu pertama awalnya di pengelolaan APBD, di proses perencanaan. Terutama kan sekarang memasuki perencanaan 2019, kemudian memasuki tahun pileg,” kata Asep Rahmat Suwandha, Kepala Satuan Tugas (Satgas) Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) Nasional KPK, usai Rapat Koordinasi antara Pemprov Banten dengan KPK di Aula Pendopo Gubernur Banten, KP3B, Kota Serang, Jumat (20/7). Menurut dia, potensi APBD yang disusupi kepentingan bukan menjadi prediksi yang asal-asalan. Dari sejumlah operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK, sebagian berkaitan dengan hal tersebut. “Kemarin OTT terakhir itu ada kaitannya juga ke sana (APBD). Ada potensi nanti dalam proses penyusunan, ada pihak-pihak yang mungkin memanfaatkan mencari keuntungan dari anggaran,” ujarnya. Penerapan sistem informasi manajemen perencanaan, penganggaran, dan pelaporan (SIMRAL), di mana setiap anggota DPRD memiliki akun untuk memasukkan usulan pun, kata dia, dinilainya belum bisa menutup potensi tersebut. “Setiap anggota dewan punya akun untuk memasukkan (usulan), itu jalan. Tapi apa yang terjadi? Dibikin juga forum seperti ini (rapat koordinasi), berkumpul di dunia nyata, antara banggar (badan anggaran), anggota dan TAPD (tim anggaran pemerintah daerah). Bagaimana caranya ketua (dapat untung) sakieu (segini), anggota sakieu. Jadi ada tantangan di situ, risiko tetap ada,” katanya. Potensi penyimpangan lain adalah soal intervensi pada Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang hingga saat ini masih berada di bawah naungan Biro Administrasi Pembangunan Setda Pemprov Banten. KPK pun mendorong agar ULP bisa berdiri secara mandiri menjadi Unit Kerja Pengadaan braang dan Jasa (UKPBJ) baik dalam format biro, badan maupun dinas. “Mandiri pokja-nya juga, kalau sekarang mudah atau relatif lebih mudah diintervensi, untuk pengadaan. Macam-macam intervensinya mulai yang halus dan yang keras. Sedangkan potensi lainnya ada di bidang perizinan,” ujarnya. Pelaksana Harian (Plh) Sekda Banten, Ino S Rawita mengatakan, dari 130 renaksi yang ditetapkan di 2018, baru 33 renaksi yang telah dilaksanakan atau 25,4 persen. Sedangkan 67 renaksi (51,5 persen) masih dalam proses dan 30 renaksi (23,1 persen) belum dilaksanakan. “Kami fokus agar seluruh renaksi ini bisa dijalankan sehingga roda pemerintahan Pemprov Banten bisa berjalan lebih baik,” kata Ino. (tb/tnt/bha)
Sumber: