Pemerintah Harus Hentikan Perundingan dengan Freeport
Gerakan Pemuda (GP) Ansor mendesak pemerintah untuk tidak berunding dari pihak manapun untuk melakukan perundingan terhadap aksi-aksi solidaritas peduli Freeport. Disinyalir aksi tersebut ditumpangi kepentingan pihak perusahaan asal Amerika tersebut.
Untuk diketahui unjuk rasa terkait peduli Freeport terakhir kali terjadi pada Selasa (7/3). Aksi tersebut menuntut agar pemerintah tidak memaksakan perubahan Kontrak Karya (KK) Freeport ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Padahal sesuai amanat konstitusi, dalam hal ini PP No. 1 Tahun 2017 yang merujuk pada Pasal 169 dan Pasal 170 jo. Pasal 103 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), kewajiban perusahaan pertambangan pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi untuk melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU Minerba tersebut diundangkan, atau selambat-lambatnya tanggal 12 Januari 2014 sudah tepat.
Atas dasar itu, kata Yaqut, Pemerintah untuk tetap menjalankan amanat konstitusi dan tidak mudah tunduk pada desakan apa pun. Selain itu, GP Ansor menilai bahwa eksplorasi yang dilakukan Freeport selama puluhan tahun tidak sebanding dengan apa yang diberikan Freeport, baik untuk rakyat Papua maupun Pemerintah Indonesia.
"Agak aneh ada gerakan peduli Freeport. Bukannya lebih pantas jika ada yang peduli Papua akibat eksplorasi tambang Freeport? Kerusakan alam Papua itu tidak sebanding dengan apa yang diberikan Freeport," pungkasnya. (iil/JPG)
Sumber: