Pendapatan Pajak Berpotensi Hilang Rp 1,5 Triliun
JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak memperkirakan potensi penerimaan pajak dari Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) akan berkurang hingga Rp 1,5 triliun pada 2018. Hal ini imbas diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan (PPh) Final UMKM. "Dampaknya ke ekonomi dalam jangka pendek penerimaan akan berkurang Rp 1 triliun hingga Rp 1,5 triliun di 2018," kata Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan di Jakarta, kemarin. Penurunan tersebut disebabkan adanya pengurangan tarif PPh Final UMKM dari 1 persen menjadi 0,5 persen. Kendati demikian, menurut Robert, dampak penurunan itu hanya sementara. Ia meyakini, dalam jangka menengah panjang, kebijakan itu dapat berdampak positif pada perekonomian. "Karena tujuannya mengurangi beban pajak UMKM, semestinya mereka memiliki tambahan modal kerja yang kami harap dipakai untuk usaha dan lebih menggerakkan ekonomi," kata Robert. Selain penurunan tarif, PP 23/2018 juga mengatur jangka waktu penggunaan tarif PPh Final UMKM. Wajib Pajak (WP) orang pribadi dapat menggunakan tarif tersebut selama tujuh tahun, WP koperasi dan firma selama empat tahun, dan Perseroan Terbatas (PT) selama tiga tahun. Setelah batas waktu tersebut, WP harus berpindah menggunakan rezim umum perpajakan dan membuat pembukuan. WP yang baru terdaftar juga dapat memilih untuk menggunakan tarif PPh Final atau umum. "Kalau tidak memilih kami anggap WP tersebut memakai PPh Final," kata Robert. Sementara itu, Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Ditjen Pajak Yon Arsal mengatakan, jumlah WP yang membayar PPh Final mencapai 1,5 juta pada 2017. Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya 1 juta WP. Dengan aturan PPh Final UMKM yang baru, Yon berharap basis data WP dapat terus meningkat. "Tahun lalu bisa naik 50 persen. Kami harap, bisa naik seperti itu atau bahkan dua kali lipatnya," kata Yon. Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mendorong pemerintah untuk memperluas jangkauan kategori UMKM yang dapat dikenakan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5 persen. Peneliti CIPS Karina Saputri mengatakan, selain untuk UMKM konvensional, tarif tersebut harusnya juga dapat diberlakukan untuk pelaku UMKM online agar terjadi level persaingan usaha yang setara. “Penting untuk menciptakan equal playing field antara UMKM konvensional dengan UMKM online,” ujarnya, lewat siaran pers tertulis, Selasa (26/6). Namun begitu, Karina melanjutkan, pemerintah harus berhati-hati agar jangan sampai pengenaan pajak penghasilan pada UMKM memberatkan pelaku industri.(rep)
Sumber: