Kenaikan Upah Tak Dongkrak Daya Beli
Jakarta--Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan kenaikan upah buruh pada Mei lalu tak ampuh mendongkrak daya beli. Pasalnya, walaupun upah naik, kenaikan tersebut masih lebih rendah ketimbang peningkatan harga barang kebutuhan sehari-hari. Data BPS menunjukkan bahwa pada upah buruh secara nominal naik 0,14 persen menjadi Rp86.104 per hari. Tapi, secara riil upah tersebut justru turun 0,7 persen menjadi Rp64.745 per hari. Tapi dari sisi inflasi, pada Mei, catatan BPS justru mencapai 0,21 persen. "Artinya, inflasi lebih tinggi dari upah buruh, ini yang harus menjadi perhatian khusus pemerintah," katanya Kepala BPS Suhariyanto, saat konferensi pers di kantornya, Senin (25/6). Suhariyanto mengatakan perhatian khusus perlu diperhatikan pemerintah dalam menjaga inflasi. Dia meminta pemerintah sekuat tenaga mengontrol laju inflasi agar daya beli masyarakat dari kalangan buruh tidak tergerus. Tidak hanya upah buruh, BPS juga mencatat peningkatan upah buruh potong rambut wanita dan pembantu rumah tangga. Namun, kenaikan tersebut juga gagal mengangkat daya beli buruh terkait. Upah buruh potong rambut naik 0,23 persen menjadi Rp26.817 per kepala secara nominal, lebih tinggi dari inflasi. Tapi, secara riil, upah buruh potong rambut hanya naik 0,02 persen. Lalu, upah pembantu rumah tangga naik 0,4 persen menjadi Rp394.105 per bulan secara nominal dan naik 0,19 persen menjadi Rp296.342 per bulan secara riil. Begitu pula dengan upah buruh tani naik 0,36 persen menjadi Rp52.052 per hari secara nominal dan naik 0,17 persen menjadi Rp37.847 per hari secara riil. Defisit Lagi Suhariyanto juga mengatakan, neraca perdagangan Indonesia kembali mengalami defisit di Mei 2018. Kali ini besarannya US$ 1,52 miliar. Menurutnya, banyaknya barang konsumsi dan modal yang masuk saat Ramadan dan Lebaran jadi pemicunya. "Kalau menurut penggunaan barang, impor pada Mei kenaikan didorong oleh barang konsumsi, karena Ramadan," kata Suhariyanto. Impor barang konsumsi selama Mei month to month (MtM) naik 14,88%, YoY naik 34,01%, beberapa barang konsumsi yang tinggi adalah beras berasal dari Vietnam, gula dari Thailand, Anggur dari Tiongkok, dan vaksin yang berasal dari India. Sementara impor bahan baku penolong MtM naik 9,02%, secara YoY naik 24,55%. "Jadi dengan share bahan baku 74,30%, pengaruh impor dari bahan baku tentunya signifikan, beberapa bahan baku yang baik di antaranya raw sugar, emas, ada batu bara untuk memasak, kemudian beberapa jenis besi yang berasal dari Tiongkok," tambahnya. "Untuk barang modal YoY tinggi sekali 43,40%, karena ini dibutuhkan untuk infrastruktur, diharapkan bisa meningkatkan investasi dalam PDB, kenaikan yaitu mesin-mesin, kemudian laptop dari Tiongkok, ada beberapa mesin," imbuhnya. "Kumulatifnya, total US$ 77,77 miliar naik 24,75%. Komposisinya barang yang banyak diimpor mesin-mesin dan pesawat mekanik, dan mesin peralatan listrik," tambahnya. (cnn)
Sumber: