Kenaikan Suku Bunga, Tak Langsung Kerek Bunga Kredit
Jakarta-Semakin terbukanya kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), tidak serta merta mengerek kenaikan suku bunga kredit. Setidaknya untuk sementara. Hal tersebut dikemukakan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso usai menggelar konferensi pers penguatan koordinasi antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Komite Sistem Stabilitas Keuangan (KSSK) di gedung Kementerian Keuangan. "Passthrough tidak bisa instan seperti itu (kenaikan suku bunga direspon dengan suku bunga kredit)," kata Wimboh, Senin (28/5). Dalam konferensi pers yang dihadiri Gubernur BI Perry Warjiyo itu, BI menegaskan ruang penyesuaian suku bunga meskipun sudah dinaikan 25 basis poin (bps) tetap terbuka. BI pun sudah menyiapkan Rapat Dewan Gubernur Insidential. Menurut Wimboh, ada beberapa faktor yang membuat perbankan nasional tak perlu terburu-buru menaikan suku bunga ketika suku bunga acuan BI naik. Salah satunya, adalah perbankan sejauh ini dianggap masih cukup mampu menekan biaya operasionalnya. "Perbankan sudah menggunakan teknologi. Efisiensi kami tingkatkan menggunakan branchless banking, jadi penghematan operasional bisa dilakukan," katanya. "Ini juga ada room meminimalkan dampak passthrough daripada nasabah. Sehingga nasabah atau debitur tidak terlalu berat," katanya. Wimboh mengatakan, meskipun bank sentral sudah menaikan suku bunga acuannya pada pertengahan bulan lalu, hal ini belum direspons secara agresif oleh perbankan dengan menaikkan tingkat suku bunga kreditnya. Memanggapi pernyataan Wimboh, Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, langkah kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuannya di Mei 2018 semata-mata bukan reaksi berlebihan atas indikator pelemahan ekonomi saat ini. BI mengaku langkah kebijakan moneter yang ditempuh merupakan langkah ke depan atau 'forward looking'. Asumsi yang menuturkan kenaikan bunga acuan BI bisa menghambat pertumbuhan tidaklah benar. Efek dari kenaikan bunga acuan dampaknya baru terasa di tahun berikutnya. Menurut Perry, saat ini langkah kebijakan moneter lebih mengarahkan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Untuk itu, suku bunga yang dinaikkan, menurut Perry merupakan pertimbangan yang segera demi 'mengamankan' nilai tukar rupiah. "Sementara dampak dari nilai tukar, lebih cepat. Nah ini pertimbangan yang kita desain respons kebijakan suku bunga," terang Perry. Sementara, Pemerintah juga menyatakan siap mengambil kebijakan yang tujuannya untuk menjaga stabilitas perekonomian, meskipun harus mengorbankan pertumbuhan ekonomi.(dtc)
Sumber: