Buruh Tolak Tenaga Kerja Asing

Buruh Tolak Tenaga Kerja Asing

TIGARAKSA-Ratusan buruh gabungan dari beberapa organisasi, melakukan unjukrasa menolak keberadaan Tenaga Kerja Asing (TKA), kemarin. Dalam orasinya, para buruh yang menggelar demo di sepanjang Jalan Pemda Tigaraksa, menuntut pemerintah pusat segera mencabut beberapa peraturan tentang ketenagakerjaan yang tidak memihak buruh pribumi. Demo ini diikuti berbagai organisasi buruh seperti Serikat Pekerja Nasional (SPN), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), ALTAR, Gaspermindo, FSPNI, IPCM, SBSI 92, dan FSBM. Ketua DPC Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kabupaten Tangerang Budiono mengatakan, seluruh buruh di Kabupaten Tangerang menolak terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2018. Menurutnya, buruh di Kabupaten Tangerang resah keberadaan TKA di perusahaan tempat mereka bekerja. Apalagi, kata Budiono, jumlahnya semakin banyak dan sudah bekerja di segala sektor dan menduduki sejumlah jabatan penting. Menurutnya, dari temuan SPSI, banyak pekerja asing dari China menduduki jabatan strategis disuatu perusahaan, mulai dari supervisi, manajer sampai direksi. Bahkan, pekerja dari negara tirai bambu ini ada yang menjadi tenaga sopir pembawa barang (fortlift). " Ini sangat berlawanan. PP Nomor 20 Tahun 2018 yang menegaskan melarang TKA menduduki jabatan strategis di suatu perusahaan, karena TKA tersebut diperbolehkan hanya bekerja sebagai tim ahli yang memiliki keahlian khusus (over skill) membantu di suatu perusahaan," katanya. Sementara itu, Ketua Presidium Alttar Tangerang Raya Galih Wawan menjelaskan, kaum buruh dan rakyat Indonesia menuntut agar pemerintah menghapus segala bentuk penjajahan dari peraturan yang malah menekan bangsanya sendiri. "Buktinya hingga kini kesejahteraan kita masih jauh, bukannya sejahtera malah semakin sengsara, belum lagi sistem kerja kontrak (outsourcing) serta praktek pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak yang dilakukan perusahaan kepada buruh," kata Wawan. Ia menambahkan, upah murah juga sudah dilegalisasi oleh pemerintah, melalui PP Nomor 78 tahun 2015 dan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 tahun 2013. "Ketika kaum buruh melawan malah akan diancam kriminalisasi oleh kepolisian untuk mencegah terjadinya pemogokan kerja" kata dia. Pihaknya juga menuntut agar pemerintah tidak menerapkan sistem ekonomi kapitalis yang dikemas dalam bentuk liberalisme gaya baru (neoliberalisme). "Bisa terbukti dengan membiarkan pasar bebas, pencabutan subsidi, pembatasan campur tangan negara pada ekonomi, akibatnya jelas, rakyat dan buruh semakin sengsara," ungkapnya.(mg-14).

Sumber: