Dinkes Diminta Fokus Cegah TB dan Kerdil

Dinkes Diminta Fokus Cegah TB dan Kerdil

PAGEDANGAN-Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan rapat kerja kesehatan nasional (Rakerkesnas) 2018 di International Convention Exhibition (ICE) BSD, Kabupaten Tangerang. Dalam acara ini, ada tiga hal yang disampaikan kepada utusan Dinas Kesehatan (Dinkes) dari seluruh Indonesia. Yakni untuk tetap fokus mencegah penyakit tuberkulosis (TB), penurunan stunting (kerdil) dan mutu imunisasi. Acara yang dilaksanakan dari 5 sampai 8 Maret 2018 tersebut, dibuka Menteri Kesehatan dr Nila Farid Moeloek, Selasa (6/3). Dalam sambutannya Menkes mengatakan, rakerkesnas bertujuan untuk menyusun rencana aksi daerah (RAD) baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang dalam pembangunan kesehatan di wilayahnya. Ini merupakan benang merah dari tema besar yang diusung pada gelaran Rakerkesnas 2018. "Yakni, sinergisme pusat dan daerah dalam mewujudkan universal health coverage (UHC) melalui percepatan eliminasi tuberkulosis (TB), penurunan stunting atau kerdil dan peningkatan cakupan serta mutu imunisasi," ujarnya, Selasa (6/3). Nila menambahkan, UHC merupakan suatu keadaan di mana setiap orang dapat menerima kebutuhan dasarnya berupa layanan kesehatan. Mulai dari upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif demi tercapainya status kesehatan yang lebih baik, tanpa adanya kekhawatiran kesulitan finansial dalam mengaksesnya. Upaya mewujudkan UHC ini tentu memiliki tantangan yang tidak mudah. Bukan hanya melihat pada angka cakupan kepesertaan jaminan kesehatan nasional (JKN) melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang terus mengalami peningkatan. "Pada akhir 2014 tercatat kepesertaan sebanyak 133,4 juta jiwa terus meningkat sampai data per 1 Februari 2018 telah mencapai 192.029.645 jiwa," tambahnya. Lebih dari itu, program JKN menurut Nila Moeloek mampu menjawab kebutuhan masyarakat Indonesia akan pelayanan kesehatan terbukti dari tingginya angka pemanfaatan JKN oleh pesertanya, yakni sebesar 219,6 juta kunjungan sampai dengan akhir 2017. Peningkatan kepesertaan dan tingginya angka pemanfaatan di hilir alur sistem pembangunan kesehatan tentu perlu diimbangi dengan kecukupan jumlah dan distribusi fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes). Baik di tingkat primer maupun rujukan. Sehingga, penguatan Fasyankes menjadi salah satu komitmen utama pemerintah untuk menjaga kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sementara itu di hulunya, Kemenkes perlu melihat adanya sebuah peluang besar dari sisi demografi, yakni bahwa belasan tahun mendatang diprediksikan bahwa jumlah penduduk usia produktif menjadi sangat besar. Saat ini, merupakan kesempatan emas untuk memperbaiki status kesehatan masyarakat, utamanya mempersiapkan generasi yang akan lahir di tahun depan dan tahun-tahun mendatang agar status kesehatannya baik, bertumbuh kembang secara optimal. Juga terhindar dari risiko penyakit tidak menular (PTM), serta terlindungi dari berbagai penyakit infeksi yang membahayakan atau mengancam jiwanya. “Terkait tiga prioritas masalah yang diangkat, karena kita perlu mencegah, perlu mendeteksi dan perlu segera melakukan respons cepat,” jelasnya. Masih menurut Nila Moeloek, isu prioritas pertama adalah tuberkulosis (TBC). TBC bukanlah persoalan baru di Indonesia, sampai saat ini, TBC masih menjadi tantangan, mengingat prevalensi TBC di Indonesia masih menduduki posisi kedua di tingkat dunia. Padahal upaya yang keras terus menerus dilakukan, bahkan dana yang besar telah dialokasikan untuk program penanggulangan. Secara khusus, Menkes menyatakan pada pertemuan Global SDGs yang membahas tentang Ending TBC tingkat Menteri pada bulan November 2017 di Rusia mengungkapkan bahwa berdasarkan sumber data dari global TB report 2017 menyebutkan bahwa dari 1.020.000 kasus baru di Indonesia baru sepertiga yang terobati. Masih ada yang belum terobati atau sudah terobati namun belum terlaporkan. Untuk itu, perlu peningkatan sinergitas lintas program dan lintas sektor agar upaya penanganan TBC dapat dilakukan secara lebih komprehensif dan holistik mulai dari penemuan kasus, deteksi dini, diagnosis sampai dengan terapi," ungkapnya. Isu prioritas kedua adalah peningkatan cakupan dan mutu imunisasi. Dengan memberikan penekanan pada penanganan yang seksama terhadap kewaspadaan atas kemungkinan terjadinya potensi kejadian luar biasa (KLB) yang terjadi di berbagai daerah belakangan ini. Maka dari itu upaya penguatan surveilans, cakupan serta mutu imunisasi merupakan sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi. Kekebalan spesifik dari penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi (PD3I) hanya bisa didapatkan melalui imunisasi. Karena itu, perlindungan generasi bangsa dari penyakit berbahaya perlu diperkuat. Melalui Rakerkesnas, Kemenkes menguatkan seluruh kepala dinas kesehatan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota bahwa mereka harus mampu memetakan potensi yang kemungkinan timbul di wilayah kerjanya. "Serta mampu meningkatkan surveilans di daerahnya. Hasil riset telah membuktikan, daerah yang mampu melakukan surveilans dan imunisasi yang kuat dan efektif, terbukti mampu menahan transmisi penularan dan peningkatan kasus penyakit menular," tuturnya. Sedangkan isu prioritas ketiga adalah gizi masyarakat yang berfokus pada pencegahan stunting. Amanat Presiden Jokowi pada Rakerkesnas 2017 lalu, telah mengingatkan semua jika pemenuhan gizi bagi generasi bangsa merupakan hal yang utama, yang harus disadari setiap keluarga di Indonesia. Fakta menunjukkan pada sidang kabinet November 2017, Presiden secara langsung menyampaikan arahan kepada seluruh menteri untuk melaksanakan kegiatan padat karya di desa dengan mengarusutamakan pencegahan. Juga penanggulangan stunting sebagai fokus prioritas bersama lintas kementerian. Permasalahan stunting membutuhkan intervensi yang tepat karena, bila salah penanganan yang tidak tepat terhadap anak kurang gizi, akan dapat membawa anak pada kondisi obesitas atau gangguang sistem metabolisma. "Sehingga membawanya pada risiko PTM di masa depan," tutupnya. Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemenkes Untung Suseno Sutarjo mengatakan, Rakerkesnas tersebut merupakan forum komunikasi dan sharing pengalaman antara pusat dengan provinsi dan Kabupaten/Kota. Serta seluruh stakeholders dalam melaksanakan pembangunan kesehatan. "Acara tersebut dihadiri lebih kurang 1.850 peserta, yang terdiri dari 526 peserta pusat dan 1.274 peserta daerah," ujarnya. Untung menambahkan, sinergisme pemerintah pusat dan daerah perlu ditingkatkan melalui penguatan, penajaman dan pendampingan pelaksanaan program. "Hal tersebut penting dilakukan terutama oleh daerah guna mencapai standar pelayanan minimal (SPM) bidang kesehatan yang telah ditetapkan sebagai indikator keberhasilan daerah," tutupnya. (bud)

Sumber: