Subang Belajar Inovasi PBB Tangsel

Subang Belajar Inovasi PBB Tangsel

SERPONG-Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Tangsel mendapat kunjungan kerja dari Bapenda Kabupaten Subang, Jawa Barat, Kamis (26/10). Para pejabat Subang ini untuk belajar pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Rombongan dipimpin Kepala Bidang Pendapatan pada Bapenda Kabupaten Subang Badrudin. Kepala Bapenda Kota Tangsel Dadang Sofyan mengatakan, Bapenda Kabupaten Subang belajar terkait bagaimana cara meningkatkan pendapatan PBB. Pasalnya, pendapatan PBB di Kabupaten Subang masih relatif rendah. "Salah satu yang dipelajari Bapenda Subang adalah pembayaran PBB dari handphone melalui e-banking atau mobile banking," ujarnya kepada Tangerang Ekspres, Kamis (26/10). Dadang menambahkan, selain wajib pajak bisa bayar PBB dari HP, juga bisa membayar melalui jaringan anjungan tunai mandiri (ATM) yang sudah bekerja sama dengan Bapenda Tangsel. Selain itu, wajib pajak juga bisa mendapat informasi tagihan PBB melalui e-SPPT PBB dengan SIMMPPLE, iPBB, SMS Gateway PBB dan Email Gateway. Pria ramah ini mengucapkan terima kasih kepada Pemkab Subang yang mau belajar ke Bapenda Tangsel. “Apa yang kita lakukan selama ini ternyata diminati oleh daerah lain. Ini satu kebanggan bagi kita,” tambahnya. Sementara itu, Kepala Bidang Pendapatan pada Bapenda Kabupaten Subang Badrudin mengatakan, tertarik belajar di Bapenda Tangsel karena  pendapatan PBB cukup tinggi. “Di Subang pendapatan PBB  masih rendah dan Bapenda perlu belajar dari Kota Tangsel,” katanya. Badrudin menambahkan, kebijakan otonom daerah seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan daerah. Di Subang pengelolaan PBB masih secara manual, dimana wajib pajak harus daftar PBB ke kantor Bapenda Subang. “Kalau di Tangsel tidak perlu datang dan cukup dengan menggunakan teknologi,” tambahnya. Masih menurut Badrudin, di Kabupaten Subang banyak warga yang memiliki tanah yang luas namun, malas membayar pajak. Juga banyak terdapat boarding school yang lahannya bisa mencapai 20 hektare. “Pemilik beranggapan lantaran fasilitas sosial makanya pemilik tidak bayar pajak,” jelasnya. (bud/esa)

Sumber: