Mengenang Jenderal Soedirman

Mengenang Jenderal Soedirman

TIGARAKSA-Perayaan HUT TNI ke-72 juga digelar di Tangerang, Kamis (5/10). Lapangan Maulana Yudha Negara, Pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang menjadi lokasi perayaan. Upacara dipimpin komandan upacara Letkol Inf. Zamril, Danyonif Mekanis 201 Jaya Yudha. Kasdam Jaya Jayakarta Brigjen TNI Eko Margiyono sebagai pembina upacara. Upacara diikuti 1.800 peserta yang terdiri dari prajurit TNI, PNS dilingkup Pemkab Tangerang, pelajar serta masyarakat. Peringatan ini dihadiri tiga kepala daerah, Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar, Walikota Tangerang Arief R Wismansyah dan Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany. Usai upacara, ditampilkan drama kolosal tentang perjuangan Jenderal Soedirman dalam melawan penjajah. Drama ini cukup menarik dan menghibur warga. Dipadu dengan efek-efek suara yang menggambar suasana pertempuran. Suara aksi tembak menembak, lemparan meriam bergemuruh. Cerita diawali dengan ulah kejam penjajah yang menindas warga Indonesia. Kemudian, para pejuang di bawah pimpinan Jenderal Soedirman, menyerbu dan berhasil memukul mundur penjajah. "Walaupun benteng itu runtuh kemudian Presiden di tawan, tapi TNI harus tetap berjuang,” kata salah seorang prajurit. Puncak perayaan HUT TNI di dermaga PT Indah Kiat Cilegon, kemarin (5/10) disambut antusias. Warga sekitar tumpah ruah, seluruh akses menuju lokasi macet. Presiden sampai harus berjalan kaki. Perayaan dimeriahkan dengan parade defile dan alutista yang melibatkan 5.932 personel TNI, 48 kapal perang berbagai kelas, 70-an pesawat udara dan helikopter serta sekitar 300 unit kendaraan tempur berbagai jenis mulai dari tank, artileri, peluncur roket, hingga tank amfibi. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo telah mempersiapkan penampilan khusus untuk memperingati HUT TNI ke-72 dengan tema 'Bersama Rakyat TNI Kuat". Pertunjukan itu adalah drama kolosal yang menceritakan perjuangan Panglima Jenderal Soedirman. Pertunjukan dibuka dengan kehidupan rakyat yang tengah menikmati masa-masa kemerdekaan. Namun semua berubah ketika pesawat-pesawat dan pasukan Belanda mengusik ketenteraman rakyat Indonesia. Pemeran Jenderal Soedirman dalam drama ini adalah Danang Priambodo Soedirman, yang juga cucu sang Jenderal. Suara tembakan senjata dan dentuman bom pun terdengar nyaring di lapangan ini. Dermaga pun berubah seperti medan perang. Bendera-bendera tentara Belanda berkibar mengelilingi rakyat yang tak berdaya. Suasana semakin dibuat mencekam oleh ledakan bom asap dari pesawat super Tucano yang terbang rendah. Dikisahkan, banyak tentara rakyat yang gugur. Kisah dilanjutkan dengan keberangkatan Panglima Besar Jenderal Soedirman dari Yogyakarta menyusuri pegunungan dan hutan untuk bergerilya. Tokoh panglima besar TNI itu diperankan langsung oleh cucu Soedirman. “Saya harus berjuang, karena negara tengah perang. Jangan sekali-kali menyalahi janji pengkhianat nusa dan bangsa harus senantiasa ingat tiap-tiap perjuangan memakan korban. Jangan sekali-kali rakyat terbebani, cukuplah mereka memikul beban atas kesengsaraan yang puluhan tahun menimpa,” kata Soedirman kepada Presiden Soekarno. Soedirman kemudian memimpin pasukan secara bergerilya. Dengan licin, Soedirman berhasil lolos dari kejaran tentara Belanda yang menginginkannya hidup atau mati. “Jimat saya ada tiga: pertama, saya tidak pernah lepas dari bersuci. Kedua, saya selalu salat tepat waktu; dan yang terakhir, semua saya lakukan tulus ikhlas bukan untuk keluarga, bukan untuk instansi, bukan untuk partai, tapi seluruh rakyat Indonesia ini," kata Soedirman. Pada 10 Juli 1949, Panglima Besar Jenderal Soedirman kembali ke Wonosobo. Di sana dia disambut rakyat yang menyerukan kemenangan melawan musuh. Pertunjukan ditutup dengan iringan lagu dan tarian-tarian yang dilakukan prajurit TNI. Presiden Jokowi dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyaksikan pertunjukan drama kolosal itu dengan saksama. Warga yang memadati dermaga dan sekitarnya dibuat terpukau dan kagum dengan aksi-aksi heroik dalam pertunjukan tersebut. Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan bahwa saking antusiasnya, masyarakat sekitar telah berkumpul di lokasi sejak pukul 02.00 dinihari. “Saya tidak bisa berkata lain selain bersyukur,” katanya. Dalam pidatonya Gatot sempat meminta maaf karena keadaan membuat presiden berjalan kaki. Menurutnya, masyarakat sudah kadung berkumpul dan tidak mungkin disuruh kembali. Mendengar presiden berjalan kaki, Gatot yang sudah berada di lokasi bergegas menyusul. Perwira yang akan segera mengakhiri masa jabatannya enam bulan mendatang tersebut mengungkapkan bahwa ia berharap perwira pangkotama di bawahnya segera bersiap untuk meneruskan tongkat estafet kepemimpinan TNI, juga meningkatkan kinerja. Ditanya soal rencana paska pensiun, Gatot menyatakan akan menyediakan banyak waktu untuk keluarga. Ia menuturkan, selama 35 tahun menjadi prajurit, ia hampir belum pernah mengambil cuti tahunan. Enam kali operasi militer besar, ia hanya cuti satu kali. “Jadi rasanya waktu untuk keluarga hampir tidak ada,” katanya. Setelah purnatugas, ia ingin menghabiskan banyak waktu untuk anak dan cucu-cucunya. Meski demikian, ia menyebut sebagai seorang prajurit, pengabdian harus terus diberikan pada negara. “Sekecil apapun, kapanpun negara memanggil, saya siap,” katanya. Pengabdian terhadap negara, bisa dilakukan dari berbagai macam jalur. Gatot menyebut mencangkul di sawah juga merupakan bentuk pengabdian. Tentang jalur politik, ia mengaku masih pikir-pikir. “Saya tidak punya pengalaman dalam berpolitik, jadi masih mikir-mikir, tapi kapanpun negara memanggil saya siap,” tegasnya. Presiden Joko Widodo optimistis bahwa kekuatan TNI dari tahun ke tahun akan terus meningkat dan semakin disegani baik di kawasan Asia Tenggara maupun di kancah internasional. Jokowi mengingatkan bahwa para personel TNI hanya loyal pada kepentingan bangsa dan negara. “Itu artinya kesetiaan dalam membela kepentingan rakyat,” katanya. TNI juga tidak boleh lupa terhadap prinsip politik negara yang diamanatkan oleh Panglima Besar Soedirman. TNI harus senantiasa berdiri dan milik semua golongan, serta dijamin netralitasnya. “Sama sekali tidak boleh terseret dalam politik praktis,” katanya. Sementara itu, Direktur Ekeskutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan, berdasarkan survei terbaru pihaknya, nama Panglima TNI Gatot Nurmantyo mulai muncul dalam bursa pemilihan presiden. Meskipun, dia hanya berada di urutan 11 dengan angka 0,3 persen. Djayadi mengatakan, jika melihat tren sekarang, nama Gatot jelas tidak bisa dikesampingkan. Kalaupun elektabilitasnya masih rendah, itu lebih disebabkan oleh sosoknya yang masih dikenal sebagai panglima TNI. “Masyarakat belum tahu dia nyalon atau nggak? Mungkin saja itu,” ujarnya di Kantor SMRC, Jakarta, kemarin (5/10). Selain itu, kata Djayadi, karakteristik pemilih Gatot masih satu tipe dengan Prabowo. Nah, karena itu, kecenderungannya masih mengutamakan prabowo sebagai sosok yang layak bertarung melawan Jokowi. “Jadi wajar Gatot Nurmantyo belum mendapat limpahan suara,” imbuhnya. Lantas, apakah Gatot bisa menjadi pendamping Prabowo? Djayadi menilai, itu bukanlah pasangan yang ideal dari segi elektoral. Pasalnya, basis pendukung keduanya sama. Sehingga sulit untuk menjaring kelompok pemilih yang ada di pihak Jokowi. Sementara jika berdampingan dengan Jokowi, secara elektoral memang bisa menggerus suara Prabowo. Namun di sisi lain, karakter yang dimainkan Gatot selama ini terkesan bertentangan. Sehingga memberikan efek positif dan negatifnya tersendiri, khususnya terhadap soliditas pendukung Jokowi. Terpisah, kiprah Gatot selama menjadi Panglima TNI dinilai bisa berbicara di kontestasi politik. Partai Nasdem bahkan mendorong agar Gatot bisa maju dalam kontestasi pemilu presiden 2019 mendatang. “Sampai saat ini kami menegaskan calon presiden adalah Pak Jokowi. Nah, salah satu dari militer itu, menurut saya, harus dipertimbangkan adalah Gatot. Kalau dari sipil yaitu Sofyan Djalil,” kata anggota Dewan Pakar Partai Nasdem Taufiqulhadi di DPR, kemarin. Taufiq menilai sosok Gatot bisa menjadi calon yang tepat untuk mendampingi Presiden Jokowi. Kombinasi latar belakang sipil dengan militer selama ini juga mampu berkontribusi banyak untuk pemerintahan. “Selain kombinasi Jawa-luar Jawa adalah kombinasi sipil-militer bagus juga. Nah, salah satu dari militer itu menurut saya harus dipertimbangkan adalah Gatot,” tandasnya. (tb/jpg/bha)

Sumber: