Anak-anak dan Orang Dewasa Padati Nobar G30S/PKI Dari yang Penasaran sampai Sekadar Hiburan

Anak-anak dan Orang Dewasa Padati Nobar G30S/PKI Dari yang Penasaran sampai Sekadar Hiburan

TIGARAKSA – Acara nonton bareng (nobar) film Penumpasan Pengkhianatan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S PKI) mengundang perhatian masyarakat. Pemutaran film propaganda tersebut dianggap sebagai ajang hiburan oleh sebagian warga.

Seperti terlihat pada Sabtu (30/9) malam, halaman Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesian of School Management (STIE ISM) dipadati oleh ratusan warga dan mahasiswa untuk nobar film yang disutradarai dan ditulis oleh Arifin C Noer pada tahun 1984 itu. Pemutaran film di Komplek Perum Sudirman Indah, Kelurahan Tigaraksa, Kecamatan Tigaraksa, Kabupaten Tangerang tersebut lebih menyita perhatian karena diputar secara utuh, dengan durasi selama 3 jam 50 menit.

 Salah satu warga, Suradi mengaku ikut nobar G30S PKI karena belum pernah menonton sebelumnya. Dia juga tidak ingin berkomentar lebih jauh tentang apa yang dia rasakan ketika menyaksikan kekejaman itu. Terlepas dari benar atau tidak alur cerita itu, kata dia, belum dapat dipastikan. “Saya ke sini karena penasaran saja, untuk hiburanlah,” ujar dia.

 Marina, anak berusia 9 tahun, juga mengatakan hal yang sama. Bahkan dia merasa senang karena bisa menonton film itu. Terkait tindakan brutal para pemberontak, Marina menganggap itu hal biasa, seperti ketika nonton film pada umumnya. “Seru banget, tetapi kasihan jenderal-jenderal yang ditembak itu. Kalau diputar lagi, saya mau nonton,” ucapnya.

 Rasa penasaran pun kembali terlinang di benak Santi, perempuan berusia 30 tahun. Dia datang bersama seorang putrinya untuk nobar. Dia mengaku, terakhir menonton film itu saat duduk di bangku sekolah dasar. Dia mengajak serta anaknya agar tahu peristiwa itu. Bahkan Santi berharap pemutaran film itu rutin dilakukan sekali dalam setahun. “Waktu saya masih SD sudah nonton, tetapi masih penasaran. Filmnya bagus juga untuk hiburan,” sebutnya.

 Ketua Laskar Merah Putih Kabupaten Tangerang, Mohamad Amin menyebutkan, pengetahuan masyarakat semakin menurun pada peristiwa gugurnya tujuh pahlawan revolusi kala itu. Salah satu upaya agar masyarakat mengenang kembali jasa-jasa para pahlawan tersebut, kata dia, melalui pagelaran nobar.

 "Bukti nyata hari ini, ada berapa banyak yang mengibarkan bendera setengah tiang? Sangat sedikit. Itu pertanda bahwa masyarakat sudah lupa akan sejarah itu. Kami sangat mendukung penyelenggaraan nobar seperti ini rutin digelar,” ujar Amin.

 Dia menambahkan, kontroversi pada pemutaran film itu memang hal biasa. Tetapi dilihat dari sisi positif, masyarakat justru memahami yang sebenarnya sehingga tidak terjerumus pada kegiatan-kegiatan berbau komunis. Menurut dia, komunis zaman sekarang terdengar oleh telinga tetapi tidak berwujud.

 “Ibarat syetan, tidak ada wujud. Hal ini sangat berbahaya. Kita menginginkan keutuhan NKRI tetap terjaga. Sehingga dengan nonton sejarah yang sebenarnya, kita berharap hal demikian tidak terjadi lagi, cukup saat itu saja,” tandasnya.

 Senada dengan Amin, Ketua STIE ISM Rufman Iman Akbar Effendi mengatakan, sasaran utama nobar itu adalah mahasiswa baru di kampus itu sendiri. Namun mengingat akses kampus yang berdekatan dengan pemukiman warga, pihaknya tidak melarang siapa yang berkeinginan ikut nobar.

 Secara khusus kepada mahasiswa, sejarah itu sangat penting. Menurut dia, generasi muda saat ini perlu dibekali pengetahuan dan wawasan akan bahaya komunisme. Lewat pemutaran film tersebut, maka lebih mengenal dan memahami coretan sejarah kelam bangsa akibat komunisme, sehingga dapat memupuk semangat nasioanalisme dan menjadikan masa itu sebagai pembelajaran di masa yang akan datang.

 Sementara itu, Danramil 11/Tigaraksa Kapten Arh Bambang Edhy Purwanto mengatakan, acara nobar film G30S/PKI di STIE ISM bukan kali pertama. Khusus wilayah Tigaraksa sudah dilaksanakan di Desa Sodong, Desa Pasirnangka, Yayasan Pendidikan Al Mubarok, Perum Mustika, dan Perum Puri. Menurut dia, rasa ingin tahu masyarakat tentang sejarah G30S PKI yang sebenarnya sangat tinggi.

 Tidak ada pemaksaan untuk menonton film itu, sehingga kembali kepada pilihan masing-masing. Tak ada larangan bagi yang nonton dan bukan suatu kewajiban bagi yang tidak nonton. Bambang menyebutkan, nobar tersebut lebih mengarah pada yang bernilai edukasi, sehingga sebelum npbar dimulai, terlebih dahulu disampaikan arahan agar menonton secara sungguh-sungguh dan memahami dengan benar.

 “Bukan kami yang menyelenggarakan, tetapi masyarakat dan pihak kampus meminta agar film sejarah tersebut ditayangkan kembali. Ini juga penting, agar mereka tahu sejarah tahun 1965 itu. Keikutsertaan anak-anak dalam menonton tidak masalah, sebab kehidupan anak tergantung daripada pembinaan orangtua,” ucap Bambang

 Dia menambahkan, tindakan PKI yang saat itu mencoba melakukan kudeta atau pemberontakan terhadap pemerintah, sangat tidak sesuai dengan landasan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pancasila, tegas Bambang, adalah ideologi NKRI, sehingga tidak boleh ada yang keluar dari konteks cita-cita pendiri bangsa. (mg-3)

Sumber: