Anggaran Untuk Warga Miskin Dipangkas, Dewan Soroti Pemangkasan PBI Rp19 Miliar

Anggota DPRD Banten Muhsinin saat diskusi bersama Pokja Wartawan Harian Provinsi Banten menyoroti pemangkasan anggaran Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan oleh Pemprov Banten.-(Syirojul Umam/Tangerang Ekspres)-
TANGERANGEKSPRES.ID, SERANG - Berdalih efesiensi anggaran, Pemprov Banten memangkas anggaran untuk warga miskin. Anggaran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan sebesar Rp19 miliar pada APBD 2025. Ini artinya, banyak warga miskin iuran BPJS Kesehatan tidak dibayar oleh pemprov. Sehingga akan banyak warga miskin saat sakit harus membayar sendiri di puskesmas maupun rumah sakit.
Anggota DPRD Banten Muhsinin menyoroti pemangkasan anggaran PBI BPJS Kesehatan itu yang diperuntukkan bagi warga miskin ini. Dipangkasnya anggaran yang diperuntukkan untuk akses berobat bagi warga miskin itu, menandai bahwa akses kesehatan gratis makin sulit. Muhsinin mengaku telah memprotes keras terhadap langkah Pemprov Banten dalam melakukan efisiensi anggaran. Khususnya yang menghilangkan anggaran terkait akses kesehatan gratis.
Orang kemarin saja ada efisiensi masalah BPJS kesehatan sebesar Rp19 miliar, saya protes itu, karena pengobatan untuk orang miskin terganggu," katanya saat diskusi di Sekretariat Pokja Wartawan Harian Provinsi Banten, Selasa (16/9). Ia sangat menyayangkan langkah pemotongan anggaran ini. Terutama karena dana tersebut sangat krusial untuk sektor kesehatan masyarakat. Menurutnya, alokasi dana untuk masyarakat miskin tidak seharusnya dikurangi. Meskipun dengan dalih efisiensi.
BPJS itu pagu murni dipotongnya, saya tahu dari orang BPJS. Alasannya efisiensi saja. Seharusnya kan yang untuk masyarakat ini jangan dipotong," ujarnya dengan nada tegas. Pernyataan ini menyoroti kekhawatiran bahwa pemangkasan anggaran dapat mengancam kualitas dan ketersediaan layanan kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat kurang mampu. Ia menekankan bahwa efisiensi tidak boleh dicapai dengan mengorbankan hak dasar masyarakat atas kesehatan.
Masyarakat yang miskin banyak yang mau berobat ke rumah sakit (RSUD-red) Banten itu akhirnya kembali lagi. Anggaran yang tadinya untuk 1 juta orang, kini cuma untuk 500 orang, berarti 50 persen (pemotongannya-red)," ungkapnya. Menurut politisi partai Golkar, langkah ini salah sasaran dan berdampak langsung pada pelayanan kesehatan masyarakat miskin. Ia menegaskan, efisiensi seharusnya dilakukan pada sektor-sektor lain yang kurang produktif. "Sehingga terganggu pengobatan orang-orang miskin, saya juga protes itu. Efisiensi tidak tepat sasaran," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa pemotongan seharusnya dilakukan pada kegiatan dinas-dinas atau sektor lain yang tidak memiliki urgensi tinggi. Menurutnya, alokasi anggaran pada sektor-sektor ini harus disortir ulang dan dipangkas jika tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat. "Harusnya disortir seluruh dinas yang tidak berkepentingan untuk kemasyarakatan itu saja yang harus diefisiensikan dan kegunaannya disortir lagi," tuturnya.
Maka dari itu, pihaknya akan kembali menyuarakan pada pembahasan APBD 2026, agar anggaran untuk sektor kesehatan dikembalikan. Sehingga layanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang merupakan hak dasar dapat kembali dirasakan. "Pokoknya saya akan memperjuangannya hak masyarakat, saya enggak takut. Saya hanya meneruskan sebagai wakil rakyat," ungkapnya.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah (Sekda) Banten Deden Apriandhi Hartawan mengatakan, efısiensi yang dilakukan oleh Pemprov Banten pada Perubahan APBD 2025 merupakan salah satu langkah konkrit untuk mempercepat pembangunan di Provinsi Banten. Termasuk yang dilakukan di Sekretariat DPRD, jumlah efısiensi mencapai hingga Rp300 miliar. "Termasuk anggaran yang ada di Sekretariat DPRD, ini dialihkan untuk kegiatan yang bersinggungan langsung dengan masyarakat. Hasil efısiensinya mencapai Rp300 miliar itu termasuk anggaran Sosper," katanya.
Ia menyebutkan, selain efısiensi pada program Sosper, efısiensi ini juga dilakukan dengan pengurangan pada anggaran belanja pegawai salah satunya pengurangan tunjangan kinerja (Tukin). Bahkan Deden menyebut efısiensi tersebut menyentuh angka Rp116 miliar. "Jadi ada efısiensi tambahan dari OPD sebesar Rp116 miliar, hampir 90 persennya dari belanja pegawai jadi ada pengurangan, termasuk tukin tapi tidak secara utuh ya, kita lihat kinerja para pegawai," paparnya. (mam)
Sumber: