Mayoritas Menara Telekomunikasi di Tangsel Masih Jenis Makro

Menara telekomunikasi makro berdiri megah ditengah-tengah permukiman warga di kawasan Serpong.-Tri Budi/Tangerang Ekspres-
TANGERANGEKSPRES.ID - Dalam upaya meningkatkan kualitas jaringan telekomunikasi, operator seluler di Indonesia dan khususnya di Kota Tangsel terus mengembangkan infrastruktur pendukung, termasuk menara telekomunikasi.
Ada dua jenis menara yang sering digunakan, yaitu menara makro dan menara mikro. Menara telekomunikasi, baik makro maupun mikro, memainkan peran penting dalam menyediakan layanan telekomunikasi yang andal dan berkualitas.
Menara makro memberikan cakupan luas, sementara menara mikro meningkatkan kualitas sinyal di area yang lebih terbatas. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Tangsel Tb. Asep Nurdin mengatakan, saat ini di wilayahnya terdapat sekitar 500 menara makro dan 10 menara mikro.
"Sekarang ini pembangungan menara tidak semasif dulu, mulai stagnan seiringin dengan kemajuan teknologi. Kemajuan terknolgi sekarang tidak perlu menara-menara yang tinggi, apalagi sekarang kalau misal jaringan 5G itu betul-betul diterapkan di Indonesia," ujarnya kepada TANGERANGEKSPRES.ID beberapa waktu lalu.
Tb. Asep menambahkan, saat ini di wilayahnya baru ada 2 lokasi yang sudah ada jaringan 5G, yakni di Alam Sutera dan BSD. "Jaringan 5G ini membutuhkan kerapatan signal, berarti hanya membutuhkan tiang-ting yang kecil yang maksimum tingginya cuma 11 meter dan ini yang dinamakan mikrosel. Kalau menara makrosel tingginya bisa 36 meter," tambahnya.
Tb. Asep mengaku, menara mikrosel di Kota Tangsel jumlahnya baru puluhan karena, kebutuhannya adalah kebutuhan pasar. Artinya, operator seluler mau pasang ke mikro atau tidak lantaran mikro memiliki jangkauan yang pendek. Sedangkan makro jangkauannya lebih luas.
Jaringan selular 5G menawarkan kecepatan internet yang sangat tinggi, hingga 20 kali lebih cepat daripada jaringan sebelumnya. Dengan teknologi tersebut kita bisa menikmati kecepatan tinggi saat download dan streaming yang lebih lancar berkat koneksi data yang lebih cepat.
"Kita juga dapat menghubungkan lebih banyak perangkat tanpa menurunkan kualitas jaringan," ungkapnya.
Menurutnya, Kota Tangsel Tangsel secara regulasi berdasarkan Perwal Nomor 47 Tahun 2019 terkait jaringan infrastruktur telekomunikasi pasif sudah kearah menara mikro semua. Tapi, yang menjadi persoalana adalah pasar.
"Kalau kita sudah buat regulasi tapi, kalau market tidak ikuti dalam konteks misal mereka sidah berhenti ekspansinya menambah jumlah, lah mau ngapain.
Jadi harus ada kedua belah pihak," tuturnya.
Disisi lain, ada permintaan yang sangat tinggi terkait dengan penguatan insfrastruktur komunikasi dan pamerintah memfasilitasi untuk melakukan penataan. "Dalam konteks aspek estetika kota menara mikro jauh lebih rapi tapi, lebih banyak karena mikro itu maksimal 50 meter, jadi ini untuk saut menyaut," tuturnya.
Tb. Asep mengaku, jaringan 5G yang ada di kawasan Alam Sutera dan BSD lebih banyak menggunakan menara mikro yang menempel di gedung dan ada yang juga menara miko.
"Kalau 5G itu tidak mungkin makro karena, membutuhkan kerapatan signal. Maka investasi 5G itu sangat mahal, maka masih banyak operator-operator masih banyak menggunakan perangkat 4G. Untuk mengganti ke 5G mereka harus investasi ulang. Pertanyaannya, apakah masyarakat benar-benar membutuhkan 5G. Mungkin untuk bebeberapa kalangan butuh 5G tapi, secara keseluruhan belum," tutupnya. (*)
Sumber: