Digaji Rp300 Ribu, Bidan Tuntut Kesejahteraan

Ratna Jumila, seorang Bidan di Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang.-Abdul Aziz-
TANGERNGEKSPRES.ID - Peringatan Hari Bidan Sedunia yang dilaksanakan setiap 5 Mei bertujuan untuk menghormati dan menghargai pekerjaan bidan serta meningkatkan kesadaran pentingnya profesi kebidanan dalam membantu kelahiran bayi dan keselamatan ibunya. Namun, faktanya, profesi Kebidanan masih minim dari kesejahteraan. Sebab, di Kota Tangerang ini masih banyak profesi Bidan digaji Rp300 ribu.
Ratna Jumila, salah satu Bidan yang merupakan warga Kecamatan Jatiuwung, Kota Tangerang, mengatakan, Tahun 2025 ini peringatan Hari Bisa Sedunia bertemakan "Kritis dalam setiap krisis". Menurutnya, Bidan diwajibkan menjunjung tinggi profesi kebidanan. Dalam menjalankan tugasnya Bidan harus menyelamatkan dua manusia yaitu bayi dan ibunya merupakan tantangan tersendiri.
"Merujuk pada tema, profesi Bidan yang penuh tantangan dan risiko tinggi. Kritis dalam masa krisis seorang Bidan dapat memberikan kelahiran yang aman sebelumnya Bidan berperan dalam perawatan masa kehamilan atau antenatal, dan kemudian pascanatal atau pasca melahirkan," ungkap Ratna, Senin (5/5/2025).
Namun demikian, kata Ratna, upah profesi Bidan masih jauh dari kehidupan yang layak. Upah yang diterima masih jauh dari sejahtera, karena masih jauh di bawah upah minimum Regional (UMR). Bahkan di Kota Tangerang yang konon kota Smart City menuju kota bisnis ini masih banyak upah Bidan dibayar Rp300 ribu per bulan.
"Upah Bidan itu jauh dari UMP, ada yang dibayar Rp300 ribu per bulan untuk bidan honorer dan petugas posyandu," ungkap Ratna.
"Bidan sebagai garda terdepan ibu hamil dan bayi di gaji hanya sebagai pekerja sosial," tandasnya lagi.
Oleh karenanya, lanjut Ratna, pihaknya menuntut adanya keadilan dan kesejahteraan bagi profesi bidan. Seorang Bidan yang bertugas di Posyandu termasuk tenaga kesehatan lainnya tetap harus memberikan pelayanan secara optimal. "Ketika upah yang diterima jauh dari kata sejahtera, tenaga kesehatan seperti bidan dan petugas posyandu juga tidak memiliki bargaining power yang kuat, sehingga kerap terjadi kesewenang-wenangan dalam bekerja," ungkapnya.
Sumber: