Mentan Tegas Sebut IR64 Beras Subsidi

Mentan Tegas Sebut IR64 Beras Subsidi

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memberikan jawaban mengapa dirinya kukuh menyebutkan beras IR64 adalah beras subsidi. Menurutnya, sedikitnya ada dua jenis subsidi terkait beras, yaitu subsidi input dan subsidi output.

Subsidi output berupa subsidi harga beras atau biasa disebut beras sejahtera (Rastra) untuk rumah tangga sasaran (pra sejahtera) yang besarannya sekitar Rp 19,8 triliun yang pendistribusiannya satu pintu melalui Bulog. Sedangkan subsidi input terkait beras, berupa subsidi benih sekitar Rp 1,3 triliun dan subsidi pupuk Rp 31,2 triliun.
Selain subsidi input, pemerintah juga memberikan bantuan pupuk, benih, pestisida, asuransi pertanian, alat mesin pertanian dan jaringan irigasi kepada petani yang besarnya puluhan triliun rupiah. "Beras yang ditemukan di Bekasi berasal dari gabah Varietas Unggul Baru (VUB), di antara varietas IR64 yang turunannya antara lain Ciherang, Mekongga, Situ Bagendit, Cigeulis, Impari, Ciliwung, dan Cibogo. Total VUB yang digunakan petani sekitar 90 persen dari luas panen padi 15,2 juta hektar setahun," kata Amran dalam keterangan tertulis, Rabu (26/7). Setiap akan mengganti varietas baru selalu diistilahkan dengan "IR64" baru. Akibatnya seringkali diistilahkan varietas unggul baru itu adalah sejenis IR. Apapun varietasnya, petani umumnya menyebutnya benih jenis IR. Hampir seluruh beras kelas medium dan premium itu berasal dari gabah varietas Varietas Unggul Baru (VUB) yang diproduksi dan dijual petani kisaran Rp 3.500-4.700 per kilogram gabah. Gabah diolah atau digiling menjadi beras di petani berkisar Rp 6.800-7.000 per kilogram dan petani menjual beras berkisar Rp 7.000 per kilogram, penggilingan/pedagang kecil menjual Rp 7.300 per kilogram ke Bulog. Perusahaan yang diperkirakan membeli gabah atau beras jenis varietas VUB dari petani, penggilingan, pedagang, selanjutnya dengan proses diolah menjadi beras premium dan dijual dalam kemasan 5 atau 10 kilogram ke konsumen seharga Rp 23.000-26.000 per kilogram. "Diperhitungkan terdapat disparitas harga beras premium antara harga di tingkat petani dan konsumen berkisar 300 persen," katanya. Di beberapa supermarket harga beras, cap Ayam Jago jenis pulen wangi super dan pulen wangi Giant Cilandak, Jakarta Selatan masing-masing Rp 25.380 per kilogram dan Rp 21.678 per kilogram. Supermarket Kemayoran, Jakarta Utara Rp 23.180 per kilogram. Kemudian di Malang Town Square, ayam jago beras pulen wangi super mencapai Rp 26.305 per kilogram. Sementara dijumpai perusahaan lain membeli gabah ke petani dengan harga yang relatif sama, diproses menjadi beras medium dan dijual harga normal medium rerata Rp 10.519 per kilogram beras. Diperkirakan disparitas harga beras medium ini di tingkat petani dan konsumen Rp 3.219 per kilogram atau 44 persen. Amran menambahkan nilai ekonomi bisnis beras ini secara nasional Rp 10.519 per kilogram dikali 46,1 juta ton mencapai Rp 484 triliun. Diperhitungkan untuk memproduksi beras tersebut biaya petani Rp 278 triliun dan memperoleh marjin Rp 65,7 triliun. Sedangkan pada sisi hilir, konsumen membeli beras kelas medium rata-rata saat ini Rp 10.519 per kilogram setara Rp 484 triliun. Jika konsumen membeli beras premium maka angkanya jauh lebih tinggi lagi. Sementara pedagang perantara atau middleman setelah dikurangi biaya prosesing, pengemasan, gudang, angkutan dan lainnya diperkirakan memperoleh marjin Rp 133 triliun. Amran melihat kesenjangan profit marjin antara pelaku ini tidak adil, di mana keuntungan produsen petani sebesar Rp 65,7 triliun ini bila dibagi kepada 56,6 juta anggota petani padi (data BPS diolah), maka setiap petani hanya memperoleh marjin Rp 1-2 juta per tahun. Sementara setiap pedagang/middleman secara rata-rata memperoleh Rp 133 triliun dibagi estimasi jumlah pedagang 400 ribu orang, sehingga rata-rata per orang Rp 300an juta per pedagang. "Keuntungan tersebut adalah rata-rata, ada yang mendapat keuntungan sangat besar ada yang mendapat keuntungan sangat kecil, kami ingin membuat petani senang konsumen tersenyum," tegas Amran. (ika/JPC)

Sumber: