Tembus Sampai Tiongkok, Omzet Rp 70 Juta/Minggu

Tembus Sampai Tiongkok, Omzet Rp 70 Juta/Minggu

Akhir pekan lalu, Kampung Koceak, Kelurahan Keranggan, Kecamatan Setu, Kota Tangsel terlihat ramai. Sejumlah truk besar dari beberapa tempat wara-wiri menurunkan bahan mentah kacang. Keramaian itu bertambah saat beberapa truk besar lain menaikkan kacang tanah ini untuk dikirimkan ke pemesannnya. Pria berkaus putih dan berpeci hitam serta berkacamata bernama Ma'mun datang mengampiri. Dari pria inilah diketahui jika wilayah ini merupakan sentra produksi kacang sangrai yang jadi salah satu produk asli Kota Tangsel. Selidik punya selidik, Ma’mun merupakan salah satu pelaku usaha kacang sangrai ternama di daerah tersebut. Kata dia, ada delapan pelaku usaha yang memiliki home industry kacang sangrai. Kelompok usaha mereka itu diberinama Cipta Boga. Bahkan, usaha yang dirintis sejak 7 tahun silam sudah membuahkan hasil memuaskan. Sembari bercerita, Ma’mun mulai menguak awal pembangunan usaha produk usaha kecil mikro (UKM) kacang sangrai tersebut. Kata dia, awalnya dirinya hendak membangun usaha makanan ringan dari hasil bekerja setelah pensiun dari sebuah perusahaan asing. Dia lantas memilih kacang sangria. Gagasan itu pelan-pelan dia wujudkan, Yakni dengan memulai membeli kacang tanah berkilo-kilogram untuk dijadikan kacang sangrai. “Dua tahun saya bangun belum memiliki hasil. Ya baru sampai di daerah ini saja penjualannya karena memang peminatnya masih kecil. Apalagi, kacang sangria masih dianggap cemilan teman minum kopi sama warga,” ujarnya saat menunjukan pembuatan kacang sangrai tersebut. Asap tipis mengepul dari bilik bambu, bangunan setengah permanen yang jadi pusat pengolahan kacang sangrai. Dari luar, langkah kaki koran ini disambut tumpukan meninggi gelondongan kayu untuk bahan memasak yang tersusun rapi. Begitu memasuki bilik bangunan, lantai produksi kacang sangria yang berupa tanah terlihat banyak kesibukan. Di ruangan yang cukup luas ini, dua pekerja sibuk memasak kacang tanpa minyak di penggorengan yang besar dengan pembakaran tungku kayu bakar. Di tempat itu, Ma’mun kembali bercerita kebangkitan produk rumahan kacang sangrai  menanjak pada 2013 lalu. Saat itu dia mendapatkan ilmu meracik kacang tanah tersebut menjadi nikmat dan gurih saat dikonsumsi. Dia enggan menyebutkan racikan itu pun tak mau disebutkan dengan alasan rahasi pabriknya. Dari puluhan kilogram kacang tanah yang diracik Ma’mun, sejak tahun 2014 lalu  meningkat menjadi satu ton. Kacang itu pun mulai diedarkannya bukan hanya di Kota Tangsel saja melainkan juga ke sejumlah daerah seperti Depok, Jakarta, dan Bekasi. “Sekarang saya sanggup memproduksi kacang sangrai sebanyak 4 sampai 5 ton seminggu. Kalau bahan baku kacang kulit sedang sulit diperoleh, paling cuma produksi 3 ton/minggu,” katanya sembari menunjukan lokasi penjemuran kacang tanah sangrai itu. Diakui Ma’mun, sejak dari 2014 omzet penjualan kacang sangrainya naik. Mulai dari Rp 10 juta/bulan hingga mencapai Rp 50 juta sampai Rp 70 juta/minggu. Dari besarnya pendapatan itu dirinya mempekerjakan 9 warga sekitar pabrik sebagai karyawan. Tugas para pekerjanya itu kata dia telah dibagi-bagi. Empat pekerja menyangrai kacang, tiga orang menampi kacang, dan 2 pekerja lainnya yang melakukan pengemasan. Meskipun, banyak mempekerjakan warga sekitar sini, kakek sembilan cucu ini memberikan keleluasaan kepada pekerjanya untuk melakukan pengemasan di rumah mereka masing-masing. Biasanya, ada yang membawa 3 sampai 4 karung kacang sangria dikemas di rumahnya. “Semua keuntungan itu saya gunakan untuk membantu pendidikan warga kurang mampu, sama biaya pendidikan cucu. Biar mereka memiliki pendidikan tinggi dan memperluas home industry ini. Toh kalau pabrik ini besar mereka juga nanti yang menikmati hasilnya itu bagi keluarga,” tutur pria berkulit sawo matang yang tidak ingin wajahnya di publis ini. Sambil menguak keberhasilan produk kacang sangarai ini, Ma’mun menunjukan tempat meracik kacang sangrai itu. Kakek ini menyatakan untuk memproduksi 5 ton kacang sangrai dalam seminggu modal yang harus dikeluarkan mencapai Rp 40 juta. Yakni untuk membayar upak pekerja, membeli kayu dan plastik pengepakan. Harga kacang kulit sendiri, menurut Ma'mun, tidak selalu pasti harganya. Kadang naik, dan jarang turun. Belum lagi ongkos kirim. ”Untuk saat sekarang ini, harganya Rp 12 ribu/kg. Jadi, kalau saya memesan 4 ton kacang kulit, biayanya Rp 48 juta. Untuk pemasaran kacang sangrainya tidak terlalu ada masalah. Karena, para pembeli kacang sangrainya secara rutin datang sendiri, sebab sudah menjadi pelanggan lama,” paparnya. Sesuatu mengejutkan dikemukakan Ma’mun, keberuntungannya dalam mengembangkan sayap kacang sangrai itu meluas hingga ke mancanegara terjadi pada awal 2015. Saat itu dia mengikuti kegaiatan UMKM yang digelar Pemkot Tangsel. Saat itu dia bertemu salah satu pengusaha asal Jawa Tengah yang sedang mengembangkan usaha di Tiongkok. Dari sana  kacang sangrai besutannya diekspor. Untuk sekali pengiriman ke Tiongkok mencapai 2- 3 ton dalam dua minggu. ”Kacang sangrai ini sudah ada peminatnya di Tiongkok. Saya pun sangat berterima kasih sama orang itu yang sudah membantu memperkenalkan cemilan asal Tangsel ini ke negara itu,” cetusnya. (jpg)

Sumber: