Harga Kedelai Naik, Pengrajin Kecilkan Ukuran Tahu

Harga Kedelai Naik, Pengrajin Kecilkan Ukuran Tahu

RAJEG -- Setelah libur Lebaran 2022, harga kedelai kembali merangkak naik. Mengecilkan ukuran dan menaikan harga, menjadi solusi pengrajin tahu di Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang. Seperti yang dilakukan Nanang, seorang pengrajin tahu di Kecamatan Rajeg, Kabupaten Tangerang. Dia terpaksa Mengecilkan ukuran dan menaikan harga. Pasalnya, saat ini harga kacang kedelai berkisar antara Rp11.950 per kilogram sampai Rp12.900 per kilogram. "Hari ini saya beli kedelai sudah harga Rp12.900 per kilogram," ungkap Nanang kepada Tangerang Ekspres di kediamannya, Minggu (12/6). Nanang menjelaskan, beberapa hari yang lali dia membeli kedelai seharga Rp11.950 per kilogram. Kemudian harga kedelai naik menjadi Rp12.050 per kilogram. Lalu, menjadi Rp12.150 per kilogram. Berikutnya menjadi Rp12.350 per kilogram. Selanjutnya menjadi Rp12.650 per kilogram. Lalu menjadi Rp12.850 per kilogram. Sekarang sudah seharga Rp12.900 per kilogram. Nanang menyebutkan, dia membeli kedelai impor asal Amerika di toko langganannya, di Pasar Cikupa. Menurut Nanang, kedelai lokal lebih mahal, dibandingkan kedelai impor. Jadi dirinya selalu menggunakan kedelai impor untuk memproduksi tahu sejak tahun 2.000 lalu. "Tahun 2.000, saya beli kedelai masih Rp1.600 per kilogram. Harga tahu goreng pun dijual hanya dengan harga Rp80 per buah. Sekarang, saya jualnya Rp350 per buah," ujarnya, seraya menyebutkan membutuhkan 1 ton kedelai per 3 hari. Nanang berharap, pemerintah membuka lahan pertanian kedelai lokal dan menjual ke pengrajin tahu sepertinya di bawah harga kedelai impor. Terlebih, terdapat ratusan pengrajin tahu dan tempe di Kabupaten Tangerang. "Ini adalah pasar yang besar, bila ada pertanian palawija berupa kedelai," pungkasnya. Terpisah, Silvy, seorang penyuluh pada Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Sukatani mengatakan, pemerintah pernah berupaya melaksanakan program Calon Petani Calon Lokasi (CPCL) untuk komoditas kedelai pada 2020 lalu. Namun menurutnya, para petani sulit bertransisi kebiasaan dari menanam padi menjadi kedelai. Alasan mereka khawatir tidak terjual alias tidak memiliki pemasaran. (zky)

Sumber: