12 Ribu Siswa Tak Bisa Sekolah Negeri

12 Ribu Siswa Tak Bisa Sekolah Negeri

TANGERANG—Sekitar 22.000 siswa lulusan SD di Kota Tangerang tak bisa masuk SMP negeri. Ini disebabkan daya tampung SMP negeri di Kota Tangerang yang tak sebanding dengan jumlah lulusan SD. “Daya tampung siswa SMP negeri di Kota Tangerang saat ini sekitar 9.900 siswa. Tidak sebanding dengan jumlah lulusan SD yang mencapai 32 ribu siswa,” kata Walikota Tangerang Arief R Wismansyah, Minggu (9/7). Untuk itu, pemkot akan menambah jumlah rombel jenjang SMP. Semula 32 siswa ditambah menjadi 36 siswa tiap kelasnya. Pemkot Tangerang juga memperpanjang waktu penerimaan siswa baru SMP negeri sampai hari ini (10/7). Sebelumnya, penerimaan peserta didik baru (PPDB) ini dijadwalkan dibuka 6 Juli dan berakhir 8 Juli 2017. Kemudian kini diperpanjang dua hari dan ditutup sampai 10 Juli 2017. Perpanjangan waktu PPDB ini menyusul banyaknya keluhan dari orangtua murid yang anaknya meraih nilai tinggi tapi tidak bisa mendaftar lantaran sistem online yang kacau. Kebijakan ini pun dimaksudkan untuk mengakomodir siswa peraih nilai tinggi saat ujian di SD. Pada pelaksanaan PPDB tahun ini, nilai ujian menjadi prioritas kedua setelah zonasi atau kewilayahan. Kebijakan ini juga untuk menyesuaikan pemenuhan rombongan belajar (rombel) di setiap kelas. Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Abduh Surahman mengatakan, penambahan rombel mengacu pada surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2017 tertanggal 6 Juli 2017. “Kami juga menyesuaikan kebijakan baru pemkot terkait sistem skoring PPDB 2017. Jadi pendaftaran kami perpanjang dua hari,” terang Abduh. Mengingat nilai akademis yang dimiliki oleh siswa merupakan hasil kerja keras dan belajar siswa, maka sebagai bentuk apresiasi pemkot mengedepankan faktor nilai dan umur siswa dalam proses seleksi. Meski demikian, sistem zonasi tetap menjadi pertimbangan utama. Abduh mengimbau orangtua murid untuk segera mendaftarkan kembali anaknya ke sekolah yang diidamkan. “Masih ada kesempatan bagi yang sudah mencabut berkas. Tetap bisa melakukan pendaftaran kembali,” ujarnya. Sementara di Kota Tangsel, ribuan orangtua murid yang mengikuti pendaftaran siswa baru (PSB) online resah menunggu pengumuman pendaftaran SMP negeri. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Tangsel mencatat ada sebanyak 1.076 pendaftar yang mengalami kendala pendaftaran karena Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang diinput ditolak oleh sistem online tersebut. Tak hanya permasalahan NIK, sistem penilaian juga semrawut dikarenakan ketidaksesuaian jarak lokasi yang terakses oleh sistem. Permasalahan itu membuat sejumlah warga mendatangi Dindikbud Kota Tangsel untuk menskorsing ulang nilai anaknya. Puluhan orangtua siswa itu mengeluhkan hal yang sama. Mereka menganggap sistem skor pada server pendaftaran tidak sesuai. Seperti yang diungkapkan Sukarno, ia mengeluhkan skorsing yang jika merujuk pada sistem skorsing zonasi yang menjadi salah satu indikator penilaian. Sukarno menjelaskan, ia mendaftarkan anaknya pada tiga sekolah pilihan yakni SMPN 2, 3, dan SMPN 10 Kota Tangsel.  Menurutnya, dengan sistem penilaian zonasi jarak dari rumahnya ke SMPN 2, dan 3 kurang dari 2 kilometer. “Dengan jarak kurang dari 2 kilometer dengan sistem penilaian jarak zonasi yang seharusnya maka anak saya mendapat skor 40. Tapi malah tidak sesuai, secara zonasi anak saya hanya mendapat skor 10,” ungkapnya kepada awak media di Kantor Dindikbud Kota Tangsel, Minggu (9/7). Dengan berbagai kesalahan sistem skorsing yang tidak sesuai itu, mengakibatkan total skorsing  anaknya tidak masuk pada 3 sekolah yang dipilihnya. Dari keseluruhan total skorsing, tambah Sukarno, nilai anaknya berjumlah 8100. “SMPN 3 skor terendahnya 7700, SMPN  2 7400, dan SMPN 10 terendahnya 7400 . Jadi anak saya terlempar semua, sedangkan skor anak saya seharusnya berjumlah 8100 jika tidak error,” tambahnya. Beragam keluhan warga itu langsung mendapat tanggapan dari Plt Kepala Dindukbud Kota Tangsel Taryono. Menurutnya, sistem error mulai itu dirasakan bagi 1076 pendaftar. Terkait kekacauan yang terjadi pada sistem skorsing, Taryono menjelaskan, hal itu terjadi karena penerjemahan jarak yang ditangkap oleh sistem dari keterangan jarak yang diinput pendaftar melenceng. “Di peta yang dibaca sistem berbeda dengan input alamat para pendaftar. Karena pendaftar ada yang menuliskan alamatnya dengan kampung, atau disingkat kp. Ada juga yang nulis dengan singkatan JLN, JL, untuk jalan. Jadi petanya tak membaca alamat yang seharusnya dan berdampak juga pada skorsing,” ungkapnya. Dindik juga berupaya untuk mengakomodasi berbagai keluhan para pendaftar. Selain menyediakan operator bagi permasalahan penginputan NIK, Taryono juga mengatakan akan melakukan skor secara manual bagi para pendaftar yang merasa total skor anaknya tidak sesuai dari yang seharusnya. “Kita tetap memfasilitasi keluhan, akan dilakukan skorsing juga secara manual untuk memastikan kembali yang dilakukan Dindikbud dan panitia dari tiap sekolah. Kita bekerja keras ini semua selesai sehingga besok dapat kita umumkan. Mohon doanya,” pungkasnya kepada Tangserang Ekspres. (tam/mg-22/bha)

Sumber: