Pansus Angket KPK Cacat Hukum
JAKARTA-Ratusan guru besar yang tergabung dalam Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara dan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas menyuarakan penolakan hak angket DPR untuk menyelidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Hak angket yang digulirkan anggota DPR RI untuk menyelidiki KPK, maka terdapat dua permasalahan yang membuat hak angket ini ilegal atau cacat," kata Ketua DPP APHTN-HAN Mahfud MD dalam konferensi pers usai menyerahkan hasil kajian ke KPK, Rabu (14/6). Mahfud menambahkan, permasalahan yang ada terkait dengan objek dan subjek yang diselidiki melalui penggunaan angket. Menurut Mahfud, sejumlah hal yang menjadi subjek dan objek angket sudah jauh dari ketentuan yang ada. Berdasar Pasal 79 ayat 3 UU MD3 yang membahas hak angket disebutkan, hak itu digunakan untuk penyelidikan terhadap pelaksaan undang-undang dan kebijakan lembaga pemerintah atau eksekutif. "Sedangkan KPK itu adalah lembaga hukum," ujar Mahfud. Selain itu, para pakar hukum menilai objek hak angket salah sasaran. Objek penyelidikan hak angket harus memenuhi tiga kondisi. Antara lain yaitu hal penting, strategis, dan berdampak luas bagi masyarakat. "Sedangkan hak angket ini digunakan untuk mengungkap pengakuan Miryam yang mengaku ditekan. Ini apa kepentingannya?" kata Mahfud heran. Persoalan lainnya adalah soal pengambilan keputusan tentang Pansus Angket KPK dalam paripurna DPR. Pasalnya, sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dengan agenda pengambilan keputusan hak angket ternyata sarat masalah. "Masa diambil keputusan saat banyak interupsi? Seharusnya kalau memang banyak yang tidak setuju di musyawarah, harus melalui mekanisme voting," kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini. Mahfud juga menilai Pansus Angket KPK tidak memenuhi syarat. Seharusnya, pansus angket diisi oleh seluruh fraksi di DPR. Namun, terdapat dua fraksi yang menolak bergabung ditambah satu fraksi ragu-ragu. Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menyatakan, KPK seharusnya tidak perlu mengadu ke Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK) hingga Presiden Jokowi terkait langkah para legislator di senayan membentuk panitia khusus (pansus) angket untuk menyelidiki lembaga antirasuah itu. Menurut Desmond, langkah KPK justru mengisyaratkan adanya ketakutan akibat ketidakberesan. “Ini sama dengan omong kosong kan. Kalau mereka benar, ngapain takut?” katanya di DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6). Politikus Partai Gerindra itu menambahkan, KPK dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi III DPR mestinya bisa membuktikan tudingan bahwa ada enam politikus Senayan yang menekan Miryam S Haryani. Namun, kata Desmond, KPK ternyata tidak bisa membuktikannya. "Mereka tidak bisa kok membuktikan. Kalau bisa membuktikan, ya gampang kok," ujar Desmond. Anak buah Prabowo Subianto di Gerindra itu pun merasa menjadi korban fitnah yang ditebar oknum penyidik KPK. Sebab, nama Desmond disebut ikut menekan Miryam. Tapi, Miryam justru mengirim surat ke Pansus Angket KPK bahwa politikus Partai Hanura itu tak pernah ditekan anggota Komisi III DPR. "Berarti sekarang ini KPK dirugikan karena ada oknum penyidik KPK menyalahgunakan wewenangnya, yang memfitnah saya yang bilang saya menekan Miryam," katanya. Desmond mengatakan, kalau KPK bisa membuktikan rekaman, maka dia dan Gerindra akan mundur dari Pansus Hak Angket. "Jelas Gerindra akan mundur kalau KPK bisa membuktikan fitnah bahwa saya menekan Miryam. Saya (juga) akan mundur," tegasnya. (jpnn)
Sumber: