Enam Perencana Penggagalan Pelantikan Presiden jadi Tersangka, Polisi Pulangkan Eggi Sudjana
JAKARTA —Advokat dan politikus Eggi Sudjana telah dimintai keterangan terkait grup WhatsApp. Hal tersebut berawal dari pengungkapan sebuah grup yang merencanakan aksi teror untuk menggagalkan pelantikan Presiden, Minggu (20/10). “Saksi yang sudah kami periksa ada enam orang. Termasuk juga Eggi Sudjana. Dia ada di dalam grup tersebut, dia ditanya oleh salah satu tersangka mengatakan mau buat bom hidrogen, mau nyumbang tidak? Tapi beliau tidak merespon,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono, dalam Konferensi Pers di Polda Metro Jaya, Senin (21/10). Argo menjelaskan pemanggilan Eggi berawal dari pengungkapan sebuah grup yang merencanakan aksi teror untuk menggagalkan pelantikan Presiden Joko Widodo. Salah satu anggota grup tersebut mengirimkan pesan pribadi kepada Eggi untuk menyumbang dana pembuatan bom. “Saksi yang sudah kami periksa ada enam. Termasuk juga Eggi Sudjana. Dia ada di dalam WA grup, dia ditawari japrinya mengatakan mau buat bom hidrogen, mau nyumbang tidak? Tapi beliau tidak merespons” kata Argo. Menurutnya, Eggi tidak menjawab pesan tersebut. Namun, penyidik Polda Metro Jaya tetap mengamankan Eggi untuk dimintai sejumlah keterangan Ahad lalu. Ia mengatakan telah memulangkan Eggi ke rumahnya oleh pihak Kepolisian. Argo tidak merinci kapan yang bersangkutan dipulangkan. “Makanya kemarin kita ajak ke Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan. Karena yang bersangkutan ikut di WA grup tersebut. Sekarang sudah kita pulangkan yang bersangkutan setelah kita periksa sebagai saksi,” ungakapnya. Sebelumnya, Kuasa Hukum Eggi Sudjana, Alamsyah Hanafiah mengatakan, Eggi dijemput polisi di kediamannya di kawasan Bogor, Jawa Barat, Ahad (20/10) dini hari sekitar pukul 01.30 WIB. Alamsyah mengatakan, penangkapan Eggy bukan karena kasus makar yang terjadi saat pemilu Presiden beberapa waktu lalu. "Tidak ada kaitannya dengan kasus makar yang disangkakan pada Eggy sebelumnya. Penangkapannya hanya untuk klarifikasi tentang. Ada orang yang sedang diperiksa oleh Polda Metro Jaya," ujar Alamsyah. Enam Tersangka Dalam konfrensi pers, polisi menetapkan enam orang tersangka dalam kasus perencanaan penggagalan pelantikan Presiden dan wakil Presiden, Ahad (21/10) lalu. Mereka menyiapkan sejumlah bom rakitan dan paku dengan radius ledakan 30 meter. “Ada sekitar 29 bom yang sudah dibuat oleh tersangka. Bom itu nantinya digunakan pada saat pelantikan yang bisa melukai orang dan sebagainya,” jelas Argo. Menurutnya, untuk menggagalkan pelantikan Presiden, para tersangka rencananya unjuk rasa menggunakan ketapel dan bola karet. Kemudian juga akan melepaskan monyet di gedung DPR, untuk mengacaukan pelantikan yang sedang berlangsung saat itu. “Dari hasil pemeriksaan dapat diketahui akan dipakai di gedung DPR untuk menyerang aparat, dengan cara diberikan kepada demonstran. Dan sudah disiapkan delapan ekor monyet, yang sudah dibeli, tapi belum dilepas,” ungkapnya. Ia juga mengatakan, para tersangka berkomunikasi dengan menggunakan sandi mirror. Mereka gunakan untuk menyebarkan informasi perencanaan dalam penggagalan pelantikan Presiden. Menurutnya hal tersebut mereka lakukan agar hanya para tersangka yang mengetahui sandi tersebut terkait aksi yang akan dilakukan. “Kelompoknya berawal dari grup Whatsapp yang mengastamakan inisial F. Grup ini memiliki anggota 123 dengan lima admin. Di grup itu membahas kegiatan yang akan dilakukan yakni upaya menggagalkan pelantikan Presiden dan wakil Presiden,” ucapnya. Dari informasi yang diketahui, grup Whatsapp tersebut berkembang untuk perencanaan penggagalan. Kemudian pihak kepolisian menangkap enam orang tersebut dan dilakukan pemeriksaan. Argo mengatakan, dari salah satu tersangka yang meyakini komunis semakin berkembang, indikatornya ada unjuk rasa yang dijaga oleh pihak kepolisian Cina dengan dipersenjatai lengkap. Mereka beranggapan orang Cina telah menguasai pemerintahan Indonesia. “Dari tindakan yang dilakukan, enam tersangka tersebut dikenakan pasal 169 ayat 1 KUHP dan atau pasal 187 bis ayat 1 KUHP, pasal 187 KUHP, serta ancaman penjara 5 tahun sampai dengan 20 tahun,” tambahnya.(rep)
Sumber: