Indonesia Darurat UU Siber, RUU Ketahanan dan Keamanan Siber (KKS) Rampung Akhir September

Indonesia Darurat UU Siber, RUU Ketahanan dan Keamanan Siber (KKS) Rampung Akhir September

JAKARTA -- Kebutuhan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber bagi Indonesia sudah emergency atau darurat. "Sepanjang saya telusuri dinamika nasional sejak setelah reformasi sampai saat ini, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber bukan lagi urgency, tetapi kondisinya agak emergency," kata Pakar hukum telematika Universitas Indonesia (UI) Edmon Makarim saat diskusi publik dan simposium RUU Keamanan dan Ketahanan Siber yang digelar Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), di Jakarta, Senin (12/8) Semua alat dan perangkat yang terhubung dengan internet, kata Dekan Fakultas Hukum UI itu, memiliki kelemahan dalam sistem keamanannya. "Kemudian kerawanan ini belum terpetakan baik. Semua instansi yang ada mempunyai keterbatasan kewenangan berdasarkan UU-nya," ujarnya. Keberadaan UU Keamanan dan Ketahanan Siber nantinya, kata dia, bisa menjadi solusi pemadu semuanya seiring dinamika hukum di Indonesia yang terus berkembang. "Perlu sinkronisasi dan harmonisasi kembali. Apa kondisi kewenangan yang kemungkinan kosong, bisa diisi BSSN. Intinya, adalah optimalisasi dari kewenangan yang ada," tuturnya. Selain itu, Edmon mengatakan seandainya terjadi permasalahan, seperti serangan siber, maka akan ada lembaga sentral yang mengolaborasi pemulihan kondisinya kembali. Sementara itu, Kepala BSSN Letjen TNI (Purn) Hinsa Siburian mengingatkan pentingnya kesadaran dan kewaspadaan terhadap potensi serangan siber (cyber awareness). Tanpa kesadaran siber, kata dia, tidak mungkin bisa mewujudkan ketahanan siber sehingga keberadaan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber sangat diperlukan. “Kebutuhan pengaturan kemanan siber di sektor strategis yang rawan menjadi sasaran serangan siber, kini sudah sangat mendesak,” kata Kepala BSSN Hinsa Siburian dalam acara Kegiatan Diskusi Publik dan Simposium Nasional RUU tentang Kemanan dan Ketahanan Siber di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (12/8). Dia menganggap sistem siber menjadi kebutuhan penting bagi bangsa dan masyarakat Indonesia. Indikasinya terlihat dari masyarakat yang kini bergantung pada akses internet dan pemanfaatan gawai, seperti telepon seleluer, perangkat komputer, laptop dan sebagainya untuk menjalankan aktivitasnya. Hinsa menganggap pada satu sisi, kondisi itu menjadikan Indonesia sebagai pasar sangat besar terhadap aneka produk terkait sistem siber. Namun di sisi lain, dia mengatakan, siber Indonesia rawan disalahgunakan pihak tertentu, misalnya kelompok kriminal, teroris yang tidak diinginkan. Karena itu, Hinsa mengatakan beragam upaya multisektoral dilakukan sebagai bagian dari pengamananan siber, akibat penyalahgunaan sarana prasarana siber. Namun, keterlibatan berbagai sektor tersebut perlu diorganisir secara efektif melalui regulasi yang kuat agar kolobaroasi antarsektor dapat terjalin dengan optimal. Sebagaimana seluruh negara di dunia yang berupaya membangun keamanan sibernya, Hinsa menilai Indonesia di era transformasi digital, juga sedang giat-giatnya membangun keamanan dan ketahanan ranah siber. Upaya tersebut dilakukan untuk mengurangi kesenjangan antara penguasaan dan kemandirian teknologi di Indonesia dengan negara-negara yang telah maju dalam bidang keamanan siber. “Untuk mendukung upaya tersebut diperlukan payung hukum yang kuat, serta peningkatan kesadaran, serta kepedulian semua pihak mengenai pentingnya penerapan standar keamanan siber,” ujar Hinsa. Dia menegaskan keamanan siber di berbagai sektor strategis merupakan persyaratan mutlak, agar kian dalam ketersediaan dan integritas jaringan informasi, baik secara nasional maupun global dapat terwujud. Hinsa mengatakan kedaulatan tidak hanya bersifat fisik, tapi juga non-fisik. Dengan itu, perlu mengakomodasi ranah siber untuk menjaga negara dari berbagai gangguan atau serangan yang berdampak pada geostrategis maupun geopolitis suatu negara. Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, RUU Ketahanan dan Keamanan Siber (KKS) akan rampung sebelum masa pergantian parlemen pada akhir September. Menurutnya, regulasi ketahanan dan keamanan siber menjadi hal yang krusial untuk menjamin keamanan dan kedaulatan ruang siber Indonesia. "Jadi RUU ini sudah masuk prolegnas dan kita akan selesaikan di akhir September. Naskah akademik, penyusunan materi dan muatan teknis sudah memperoleh masukan dari berbagai stakeholder termasuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSNN)," kata Bambang dalam diskusi publik RUU KKS di Jakarta Pusat, Senin (12/8). Lebih lanjut Bambang mengatakan saat ini RUU KKS dalam tahap pembahasan di Badan Legislasi (Baleg). Ia meminta dukungan dari berbagai stakeholder termasuk masyarakat.(rep/cnn)

Sumber: