Apartemen Harus Ditela, Bela Hak Penghuni
SERPONG UTARA-Hunian vertikal menjadi solusi di tengah makin menyempitnya lahan. Pun bagi warga Kota Tangsel, yang wilayah lahan kosongnya tinggal tersisa hitungan persen. Demi memaksimalkan fungsi hunian vertikal dalam menambal kebutuhan perumahan warga, Pemkot Tangsel mengharuskan apartemen atau rumah susun ditela. Hal ini dikuatkan dengan dibuatnya Peraturan Walikota tentang Pertelaan atau ketentuan pemecahan hak kepemilikan bangunan sesuai unit yang dimiliki. Dalam regulasi ini, setiap pengembang harus memecah sertifikat bangunan gedung dan lahan pada setiap pemilik. Plt Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimta) Kota Tangsel, Teddy Meiyadi mengungakpan, bagi Kota Tangsel arah pembangunan hunian kini mengarah pada bangunan vertikal. Hal ini beriringan dengan sempitnya lahan yang dimiliki Kota Tangsel. "Saat ini, Kota Tangsel hanya mengelola sekitar 30-35 lahan. Sisanya, sudah dimiliki pengembang," kata Teddy, kemarin. Sayangnya, kata dia, tinggal di apartemen atau rumah susun membutuhkan kantong tebal. Lantaran, banyak beban hidup yang mesti dikeluarkan. Seperti, iuran pengelolaan lingkungan entah itu untuk membayar parkir, kebersihan, keamanan sampai yang lainnya. Hal ini, salah satunya karena, pemilik apartemen tidak memiliki sertifikat sendiri. Melainkan, yang memiliki sertifikat adalah pengembang atau pengelola gedung. Oleh karena itu, Pemkot Tangsel mendorong agar, dilakukan pertelaan agar setiap penghuni memiliki sertifikat dan mendapatkan hak yang jelas dari setiap sarana yang ada di apartemen itu. "Pertelaan itu untuk membela hak warga rumah susun atau apartemen. Supaya mendapatkan kepastian soal bangunan dan tanahnya. Karena kepemilikan tanah itu satu sertifikat hanya punya pengembang maka, semua bayar, padahal penghuni punya hak," papar Teddy. Hal ini, lanjutnya, menjadi salah satu penyebab mandeknya jualan hunian vertikal. Banyak warga atau orang yang beraktivitas di Kota Tangsel memilih tinggal di daerah lain ketimbang menghuni apartemen atau rumah susun. "Kalau apartemen sudah ditela, kami yakin akan cepet laku. Sekarang penghuni malas, karena banyak yang harus dibiayai. Mulai dari bayar parkir, lift, sekuriti dan lain-lain," paparnya. Saat ini, Disperkimta terus melakukan sosialisasi kepada para pengembang apartemen untuk segera mengurus pertelaan itu. Selain untuk pemda, kata dia, hal itu juga bisa berimbas positif pada citra mereka. "Memang dengan pertelaan ini juga termasuk bisa menyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah). Tapi, intinya ini untuk kepentingan penghuni. Kepentingan warga," paparnya. Pada bagian lain, Kepala Kabid Perumahan pada Disperkimta Kota Tangsel, Carsono menambakan, pertelaan secara umumnya adalah sertifikat perorangan atas rusun. Atas satuan unit yang dibeli. "Jadi, setiap penghuni puya sertifikat satuan rusun. Karena, kalau rusun itu bangunan besarnya. Dalam rusun itu ada istilah; sarusun yaitu kamarnya, benda bersama berupa fasilitas, bagian bersama," terangnya. Ada juga, kata dia, tanah bersama. Yaitu lahan yang diatasnya dibangun rusun. Jadi, lanjutnya, semuanya nanti ditela. "Dipisahkan, sebab yang utama milik penghuni itu, ruang yang dibeli oleh warga. Itu, akan nanti disertifikat atas sarusunnya," paparnya lagi. Saat ini, kata dia, baru ada dua pengembang apartemen yang sudah lolos tela. Sementara sisanya, sebanyak 27 apartemen belum dilakukan pertelaan karena berbagai faktor. "Dari 27 pengembang baru ada dua yang sudah selesai. Selebihnya dalam proses sertifikasi lab fungsi bangunan. Intinya, bagaimana keluar sertifikat pemilik kamar rusun atau apartemen, itulah hasil pertelaan," kata Carsono. (esa) Sebelum Ditela Tak Bisa Ditarik PBB SERPONG-Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Tangsel kesulitan menarik Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) pada apartemen. Ini lantaran, proses peralihan bangunan apartemen yang belum memenuhi syarat. Yakni, selama ini proses jual beli apartemen dilakukan dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) padahal, dasar pungutan BPHTB dengan Akta Jual Beli (AJB). Untuk itulah, Bapenda melakukan sosialisasi PBB-BPHTB untuk apartamen. Kepala Bapenda Kota Tangsel Dadang Sofyan mengatakan, dalamn upaya menggali BPHTP dari pemilik apartemen ada tahapannya. Yakni, pemilik harus menunjukkan pertelaan (daftar keterangan tentang suatu hal), ini sebagai dasar Badan Pertanahan Nasional (BPN) bisa memecah sertifikat per unit. "Di daerah lain ada Perda soal pertelaan. Namun, di Tangsel dasarnya Perwal yang ada di Dinas Perkimta," ujarnya usai sosialisasi PBB-BPHTB kepada pemilik apartemen di Restoran Telaga Seafood, pekan lalu. Dadang menambahkan, di Tangsel pemilik harus mengajukan surat keputusan (SK) pertelaan ke Dinas Perkimta. Setelah dapat SK baru diterima oleh PPB baru dipecah sertifikat per unitnya. "Kalau sudah jadi sertifikat baru bisa dibuat Akta Jual Beli (AJB) dan baru bisa ditarik BPHTB," tambahnya. Sementara, Kepala Bidang Pajak Daerah 1 pada Bapenda Kota Tangsel Indri Sari Yuniandri mengatakan, di daerah lain memiliki Perda soal pertelaan namun, di Tangsel atau di Dinas Perkimta adanya Perwal. "Saya belum tahu Perwal ini sudah disosialisasikan kepada pemilik apartemen atau belum," ujarnya. Indri menambahkan, di Tangsel terdapat lebih dari 30 apartemen dan banyak yang beli unit apartemen atau kamar namun tidak cepat membuat AJB dan semua hanya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Selama ini kalau jual beli masih pakai PPJB, sehingga sulit untuk tagih BPHTB. Sampai saat ini yang mengajukan SK pertelaan baru dua dan sedang proses di mbahnya. Di tempat yang sama, Asda 1 Kota Tangsel Rahmat Salam mengatakan, dalam Undang-Udang Nomor 20 Tahun 2011 tentang rumah susun disebutkan jika penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau. "Juga meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang, mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh," ujarnya. Rahmat Salam menambahkan, dalam pembangunan apartemen tentunya harus tetap mengikuti aturan dan ketentuan yang berlaku. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, sampai pemenuhan kewajiban kepada daerah. Yakni, retribusi daerah dan pajak daerah, seperti PBB dan BPHTB. PBB dan BPHTB merupakan sumber pendapatan daerah utama di Tangsel. "Berdasarkan realisasi pendapatan daerah tahun 2018, PBB telah menyumbangkan 22 persen dan BPHTB 30 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tangsel," tuturnya. (bud)
Sumber: