JAKARTA-Kondisi Sulawesi Tengah (Sulteng) belum benar-benar pulih pascagempa dan tsunami Jumat (28/9) lalu. Melihat perkembangan itu, pemerintah daerah dan stakeholder memutuskan untuk memperpanjang masa tanggap darurat selama 14 hari ke depan. Sementara untuk pencarian diperpanjang satu hari. "Masih banyak masalah yang harus diselesaikan di lapangan. Untuk itu, masa tanggap darurat diperpanjang 14 hari ke depan, 13-26 Oktober 2018,” ujar Kepala Pusdatinmas BNPB Sutopo Purwo Nugroho saat menggelar konferensi pers di kantornya, Kamis (11/10). Semula Pemprov Sulteng menetapkan masa tanggap darurat selama 14 hari yang berakhir pada Kamis (11/10). Lantas, hari ini Gubernur Sulteng Longki Djanggola kembali menggelar rapat koordinasi bersama stakholder. Rapat itu dihadiri kementerian/lembaga terkait serta bupati dan wali kota daerah terdampak. Hasilnya memutuskan perpanjangan masa tanggap darurat. Lebih jauh Sutopo menerangkan pertimbangan keputusan perpanjangan masa tanggap darurat. Antara lain, masalah-masalah kebutuhan dasar pengungsi yang belum terpenuhi. Pengungsi masih butuh bantuan dan perhatian pemerintah untuk menangani hal tersebut. "(Pertimbangannya) pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi, perbaikan sarana dan prasarana, pembangunan huntara, penanganan medis, perlindungan sosial, pembersihan puing bangunan dan lainnya maka diperlukan akses agar penanganan dapat cepat,” tutur dia. Di sisi lain masyarakat di hari ke-14 tanggap darurat masih mengeluhkan beberapa hal. Seperti penyakit yang mulai menyerang dan menyebar di tenda-tenda pengungsian. "Pelayanan medis kepada pengungsi harus terus dilakukan. Penyediaan sanitasi air bersih dan sebagainya juga terus ditingkatkan,” tegasnya. Selama masa tanggap darurat kedua ini, gubernur sudah menandatangani kesepakatan untuk menambah pasokan logistik, khususnya beras untuk masyarakat Palu dan Donggala. “Gubernur Sulteng menandatangani tambahan beras untuk sulawesi tengah 200 ton, Kota Palu 100 ton, dan Donggala 100 ton,” pungkas Sutopo. Butuh Dua Tahun dalam kesempatan itu Sutopo juga menyatakan, proses rekonstruksi dan rehabilitasi di Sulteng akan berlangsung selama dua tahun. Untuk fase transisi, memulihkan kondisi ekonomi menjadi prioritas. "Itu akan menjadi tugas tim assestment yang akan menghitung berapa total kerugian. Akan ada beberapa tahap agar pembangunan bisa segera dilakukan. Aspek ekonomi menjadi salah satu pertimbangan dalam melakukan relokasi nantinya," ujarnya. Sutopo menjelaskan, proses rehabilitasi akan dilakukan beberapa tahap. Mulai dari menghitung jumlah kerusakan, lalu menyusun rencana. Dari rencana itu, kata dia, kemudian dibuat formulasi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi. Rumusan tersebut, lalu dijalankan untuk melakukan proses pembangunan. "Dan, kita perkirakan untuk periode relokasi dan transisi kita butuh waktu kurang lebih selama dua tahun, 2019-2021," ungkapnya. BNPB juga memutuskan untuk menghentikan proses evakuasi korban hingga Jumat (12/10), sore nanti. Kondisi mayat yang sudah hancur dan membusuk menjadi pertimbangan. Olehnya, Sutopo menerangkan, masyarakat diimbau untuk tak melakukan evakuasi secara mandiri. "Karena itu sangat berisiko bagi kesehatan. Jika memang dipaksakan, kami akan memberi pengertian agar hal itu diurungkan saja," ungkapnya. Data BNPB juga menunjukkan selama evakuasi berlangsung sejak 28 September hingga kemarin, total 2.159 korban berhasil ditemukan oleh tim SAR gabungan. Dari jumlah tersebut hanya 86 orang yang ditemukan dalam kondisi masih hidup. "Sisanya 2.073 korban telah meninggal. Rinciannya, sebanyak 1.663 ditemukan di Palu, 171 di Donggala, 223 Sigi, Parigi sebanyak 15 korban, dan satu jenazah di Pasang Kayu," ungkapnya. Membangun hunian sementara (huntara) kini menjadi prioritas. Ini agar proses ekonomi bisa segera normal. Sutopo menjelaskan, pembangunan huntara dilakukan pada masa transisi darurat menuju pemulihan. "Pembangunan ditargetkan akan selesai selama dua bulan yang dilakukan oleh Kementerian PUPR. Beberapa bantuan non pemerintah untuk bantuan itu mulai berdatangan. Dari NGO, lembaga sosial, hingga dari dunia usaha," katanya. Untuk rencana pembangunan hunian tetap di daerah Duyu dan Ngata Baru, Kementerian ESDM masih mengkaji kelayakan lokasi. Kedua daerah itu akan ditempati oleh warga yang berasal dari Petebo dan Perumnas Balaora. (jp/FIN)
Butuh Dua Tahun Rekonstruksi dan Rehabilitasi Gempa Sulteng
Jumat 12-10-2018,04:11 WIB
Editor : Redaksi Tangeks
Kategori :