Pelaku Skimming Ngumpet di Tangerang

Senin 19-03-2018,08:48 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

TANGERANG--Polda Metro Jaya berhasil memecahkan misteri hilangnya saldo nasabah Bank BRI secara misterius beberapa hari terakhir. Polisi pun menangkap lima sindikat pembobol saldo nasabah BRI dengan modus skimming. Petugas menangkap kelima tersangka saat bersembunyi di rumah dan hotel kawasan Tangerang dan Lombok. Lokasi tempat ditangkapnya pelaku adalah di De Park Cluster CajuPati Blok AB6 Nomor 3 BSD, Kota Tangsel, Perumahan Bohemia Vilage 1 Nomor 57 Gading Serpong, Kabupaten Tangerang, Hotel Grand Serpong Kota Tangsel, dan Hotel De Max Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menuturkan, lima tersangka itu dijerat dengan pasal berlapis. Di antaranya, pasal yang mengatur pemalsuan, pencurian uang dan data elektronik, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU). Berdasar pasal-pasal tersebut, para pelaku terancam mendekam di penjara lebih dari sepuluh tahun. Akhir pekan kemarin, para pelaku yang dibekuk ditunjukkan ke wartawan. Mereka adalah empat WNA dan satu WNI. Yakni, Caitanovici Andrean (CA) asal Rumania, Raul Kalai (RK) asal Rumania, Ionel Robert Lupu (IRL) asal Rumania, Ferenc Hugyec (FH) asal Hungaria, dan Milah Karmilah (MK) asal Bandung, Jawa Barat. Para WNA yang terlibat kasus itu bertandang ke Indonesia dengan menggunakan visa kunjungan. Di antara mereka ada yang memiliki hubungan pertemanan. FH dan MK adalah sepasang suami istri. Keduanya menikah pada Juli 2017. Sementara itu, CA, RK, dan IRL berstatus teman FH. Argo mengungkapkan, para tersangka digulung di lokasi yang berbeda. FH dan MK dibekuk di Hotel De Max, Lombok. Keduanya mengaku sedang berlibur. Kemudian, IRL diamankan di Grand Hotel Serpong. Selanjutnya RK di Perumahan Bohemia Vilage 1 Nomor 57 Serpong, Gading Serpong, dan CA di Perumahan De Park BSD. Keduanya diduga mengontrak rumah elit di kawasan itu. Kali pertama polisi menangkap RK pada Kamis pagi (15/3) di Perumahan Bohemia Vilage 1 Nomor 57 Gading Serpong. Setelah menginterogasi, petugas mendapatkan nama-nama lain. Petugas mengantongi nama CA dan IRL. “Polisi langsung meringkus CA, IRL, FH, dan MK di Kamis itu. Kami mengembangkan hingga menangkap FH dan MK sampai Jumat (16/3),” jelas Argo. Beberapa barang bukti (barbuk) disita petugas. Di antaranya, 6 kamera pengintai, 1.480 kartu ATM, 19 karet mulut ATM, dan uang Rp 70 juta. “Para pelaku ini jarang mencairkan uang hasil skimming. Pelaku menyimpan di buku tabungan pribadi dan mata uang virtual bitcoin,” terang Argo. “Kalau menurut pengakuan MK, pelaku akan mencairkan uang untuk biaya sewa tempat tinggal, makan, hingga keperluan pribadi,” tambah Argo. Mantan Dirtahti Polda Kaltim itu menyatakan belum menghitung detail jumlah uang selain Rp 70 juta yang disita petugas. Dia menuturkan, pihaknya akan menelusuri jaringan perbankan milik para pelaku. “Takutnya disimpan juga di luar negeri. Karena itu, kami akan berkoordinasi dengan pihak Interpol untuk mencari tahu indikasi lokasi penyimpanan uang di luar negeri,” ujarnya. Dalam beraksi, para pelaku ternyata tidak hanya membidik bank-bank Indonesia. Namun, para pelaku juga mengeruk dana dari bank-bank luar Indonesia. Argo mengungkapkan, ada 64 bank yang menjadi korban dari ulah para tersangka. Di antaranya, 5 bank di Australia, 8 bank Jerman, dan 6 bank Amerika Serikat. Lantas, berapa bank yang menjadi korban para pelaku? Argo menyampaikan, ada 13 bank di Indonesia yang menjadi korban. Namun, polisi perwira menengah itu enggan menyebutkan secara detail. “Itu masuk materi penyidikan. Tidak bisa dipaparkan,” tutur mantan Kapolres Nunukan, Kaltim, tersebut. Sementara itu, Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombespol Nico Afinta menyebutkan, pihaknya mendalami adanya potensi tersangka lain. Dia mengungkapkan, hingga kini beberapa anggota dari Resmob masih disebar di beberapa tempat. “Saya mengira ada (tersangka lain, Red),” ujarnya. Mantan Dirresnarkoba Polda Metro Jaya itu mengatakan, kejahatan skimming tersebut terbagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama bertugas memasok alat-alat skimming. Lalu, kelompok kedua bekerja memprogram hingga memasang alat skimming dan membaca data nasabah. Kemudian, kelompok ketiga berperan mengambil hingga mengirimkan uang. Nico memaparkan, penyidik masih memburu kelompok pertama. “Kalau kelompok kedua itu rata-rata yang sudah ditangkap,” imbuhnya. Dia melanjutkan, IRL dan CA bertugas memasang alat skimming. Lantas, FH dan RK berperan membaca data nasabah. “Nah, kalau MK menukarkan uang dari rupiah ke euro sebagai kelompok ketiga. Lalu, dia juga belanja kebutuhan sehari-hari untuk tersangka dan termasuk membayar sewa tempat tinggal,” paparnya. Secara terpisah, Deputi Direktur Pengawasan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eva Aderia menuturkan, para korban yang saldonya tiba-tiba hilang tidak perlu khawatir. Sebab, pihak bank pasti akan mengganti. “Kami sudah berkoordinasi, pasti akan diganti,” terangnya. Untuk pengamanan kartu, lanjut dia, Bank Indonesia telah mengimbau bank-bank lain menggunakan chip. Menurut Eva, chip bisa meminimalkan kejahatan skimming. “Memang belum semua bank di Indonesia menggunakan chip pada kartu ATM,” ujarnya. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal meyakini, tertangkapnya jaringan skimming internasional oleh Polda Metro Jaya bukan yang terakhir. Karena itu, Polri akan terus mengembangkan pengusutan kasus tersebut. “Kita akan terus melakukan patroli cyber,” ujarnya saat dihubungi. Berdasar pantauan Polri, pengamanan ATM yang berada di luar kantor bank selama ini kurang maksimal. Imbasnya, ATM sangat rawan disusupi pelaku kejahatan seperti skimming. “Kita juga meminta perbankan untuk aware dengan ATM yang di luar perbankan seperti di waralaba dan mal,” imbuhnya. Sementara itu, pakar teknologi informasi Abimanyu Wahdjoehidajat mengatakan, masih banyaknya kasus kejahatan perbankan disebabkan banyak faktor. Mulai sistem pengamanan yang lemah, metode penanganan yang lambat, hingga integritas di internal yang belum sepenuhnya baik. Dari segi pengamanan administrasi, misalnya, standar yang digunakan masih lemah. Contohnya, untuk validasi data, bank masih menggunakan tanggal lahir dan nama ibu. Padahal, dua data itu merupakan sesuatu yang sifatnya seumur hidup dan mudah diketahui banyak orang. Pelaku kejahatan yang mengincar nasabah tinggal mencari data pendukung dengan mengamati transaksi dan sebagainya. Lebih lanjut, Abimanyu menyarankan perbankan untuk meningkatkan integritas para pegawainya. Sebab, merujuk pengalaman, dalam berbagai kasus, oknum di internal bank ikut bermain. (jpg/bha)

Tags :
Kategori :

Terkait