Tiba di Jakarta, Novel Semangati Penyidik KPK

Jumat 23-02-2018,09:43 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA – Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan akhirnya tiba di tanah air kemarin (22/2). Dia langsung menuju gedung KPK setelah mendarat dari Singapura. Penyambutan khusus dari pegawai lembaga superbodi itu dan para aktivis antikorupsi diberikan untuk kepala satuan tugas (kasatgas) kasus korupsi KTP-el tersebut. Novel tiba di lobi gedung KPK di kawasan Kuningan Persada, Jakarta Selatan pukul 13.08. Dia didampingi Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dan Wakil Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Harun Al Rasyid. Mereka berada dalam satu kendaraan sejak dari bandara hingga gedung Merah Putih-sebutan gedung KPK. Kolega Novel sesama pegawai KPK tampak semringah dengan kehadiran Ketua WP KPK tersebut. Termasuk mantan ketua KPK Abraham Samad. Mereka memberikan ucapan selamat datang sambil memeluk dan mencium mantan Kasat Reskrim Polres Bengkulu itu. Para aktivis antikorupsi juga tidak ketinggalan memberikan ucapan yang sama lewat teriakan dan yel-yel. Setelah menyapa rekan-rekannya, Novel lantas berbicara di ambang pintu lobi gedung. Dia berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang memberikan perhatian dan dukungan pascateror penyiraman air keras 11 April tahun lalu. Dia pun tidak ingin penyerangan yang hingga kini belum terungkap pelakunya itu melemahkan semangat pemberantasan korupsi. “Saya ingin bisa menularkan semangat hal yang sama,” ujar suami Rina Emilda tersebut. “Sehingga kita bisa semakin berani, semakin sungguh-sungguh melakukan tugas-tugas pemberantasan korupsi,” imbuh dia. Menurut Novel, pelaku penyerangan bakal merasa menang bila produktivitas kerja KPK menurun seiring teror yang menimpanya. Saat ini, kondisi mata kiri Novel belum pulih secara sempurna. Sebab, operasi besar tahap 2 baru akan dilakukan pada April mendatang. Meski demikian, Novel dipastikan tetap berstatus Kasatgas Penyidikan di KPK. Dia juga tetap akan bertugas menangani kasus-kasus korupsi. Termasuk, sejumlah kasus yang selama 10 bulan lebih dia tinggalkan. Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menambahkan, koordinasi penanganan kasus penyiraman air keras Novel masih terus dilakukan. Dia mengaku telah mendapat informasi tersebut dari Polda Metro Jaya. Laode pun berharap pelaku penyerangan segera ditemukan dalam waktu dekat. “Agar isu-isu, sangka-sangka yang beredar di luar bisa kita temukan jawabannya,” pintanya. Wakil Ketua WP KPK Harun Al Rasyid juga meminta Novel dan seluruh pihak untuk berharap kepada Allah SWT terkait wacana pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF). Dia menyebut, pembentukan TGPF pasti akan terealisasi bila Tuhan berkendak. “Kalau engkau (Novel) ingin presiden bikin TGPF, mintalah pada Allah, minta bukakan hati presiden itu,” tegas sahabat Novel tersebut. Selain ucapan selamat datang, Novel kemarin juga mendapat “hadiah” berupa 65 ribu petisi dukungan. Petisi tersebut meminta kebenaran dan keadilan atas kasus teror yang belum kunjung tuntas hingga saat ini. Petisi itu juga berisi desakan agar Presiden Joko Widodo segera berkomitmen membentuk TGPF kasus Novel. Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid mengatakan, berlarutnya pengungkapan kasus penyiraman Novel memang perlu disikapi tegas Presiden Jokowi. Salah satu caranya dengan memberi batasan waktu kepada Polri dalam mengungkap kasus tersebut. “Perlu semacam kepastian waktu dari Presiden, untuk memberi ultimatum atau batas waktu yang realistis kepada Kepolisian,” ujarnya di kantor Amnesty International, Menteng, Jakarta, kemarin. Batas waktu itu penting agar kasus Novel tidak menguap ditelan waktu. Nah, jika hingga batas waktu yang ditentukan Polri belum berhasil menuntaskan, presiden bisa mengambil langkah lanjutan. Seperti membentuk tim pencari fakta. “Agar memastikan ada kemajuan dari kasus Novel,” imbuhnya. Usman berpendapat, jika kasus itu tidak selesai, akan jadi menambah panjang daftar kasus pelanggaran HAM yang tidak tuntas. Sebelumnya, ada banyak kasus yang tidak jelas hulunya. Seperti kasus Munir atau Udin yang juga belum terungkap setelah belasan tahun berlalu. “Kasus Novel menjadi tanda yang serius bahwa HAM itu terancam dan bukan terhadap warga negara biasa, tapi seorang penyidik senior sepertinya,” terangnya. Terpisah, Juru Bicara Presiden Johan Budi Sapto Prabowo mengatakan, sikap Presiden terhadap kasus Novel sudah jelas. Dalam pernyataan Selasa (20/2) lalu, presiden meminta Polri untuk mengusut tuntas. Terkait potensi upaya selanjutnya, Johan enggan berkomentar lebih jauh. Dia enggan mendahului presiden. “Belum ada statemen terbaru dari presiden, kemarin itu yang paling baru,” ujarnya saat dikonfirmasi. Sebelumnya, Presiden sudah menginstruksikan Kapolri untuk mengusut dan menindak tegas pelakunya. Soal upaya lain, Jokowi memastikan sudah menyiapkan alternatif tersebut. Namun itu baru akan dilakukan jika Polri sudah tidak sanggup menyelesaikannya. “Kalau Polri sudah gini (mengangkat dua tangan), ya baru kita akan step yang lain,” ujarnya setelah melantik 17 duta besar di Istana Negara, Selasa (20/2). Sayangnya, dia enggan membeberkan terkait langkah apa yang akan diambil selanjutnya. Kembalinya Novel diharapkan memberi angin segar terhadap pengusutan kasus penyiraman air keras kepada penyidik andalan KPK itu. Sebab, hingga kini, kabut tebal masih menyelimuti kasus yang terjadi pada April 2017 lalu. Penyiram Novel belum terendus identitasnya. Di tempat terpisah, Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Argo Yuwono menuturkan, tidak ada pengawalan khusus terkait kembalinya Novel. “Kami biasa saja,” tuturnya di Mapolda Metro Jaya, kemarin. Dia menegaskan, penyidikan perkara Novel tidak dihentikan. Berkas kasus masih bergulir di meja penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Menurut Argo, polisi masih semangat untuk menyidik kasus yang berujung nestapa kepada Novel itu. “Sampai saat ini, saksi yang sudah diperiksa mencapai 66 orang,” terangnya. Polisi berpangkat tiga melati itu menilai kepulangan Novel bakal mempermudah komunikasi. Tentunya, antara Novel dengan penyidik. Karena itu, polisi segera mengagendakan pemeriksaan terhadap Novel. Hanya, Argo belum bisa memaparkan kapan pihaknya akan merealisasikan hal tersebut. “Lihat penyidik saja nanti bagaimana. Kami datang ke sana (KPK, Red) atau bagaimana, itu teknis,” tuturnya. Mantan Kapolres Nunukan, Kaltim, itu menyampaikan pemeriksaan nanti akan terkait hal-hal yang kurang hingga jika ada informasi yang belum disampaikan kepada polisi. “Mungkin pas kami memeriksa di Singapura, ada yang belum disampaikan, bisa disampaikan (saat pemeriksaan nanti),” tambah Argo. Saat disinggung durasi penyidikan yang mencapai 10 bulan, Argo menganggap biasa. Dia menuturkan, penyidik tidak mempermasalahkan hal tersebut. Menurutnya, banyak kasus yang juga membutuhkan durasi lama. “Ada yang tiga tahun juga ada. Banyak kasus juga, jadi harus sabar,” jelasnya. Yang terpenting, masih kata Argo, penyidik bekerja sesuai fakta hukum yang ada. Tidak asal dan buru-buru. Semua barang bukti dikumpulkan oleh penyidik. “Mulai dari CCTV hingga keterangan saksi,” ujarnya. Lantas, apa yang membuat penyidikan kasus tersebut lama? Mantan Kabidhumas Polda Jawa Timur menuturkan, beberapa kendala yang dinilai membuat penyidik kesulitan. Di antaranya, rekaman CCTV yang tidak jelas hingga tidak ada CCTV yang merekam dengan lengkap insiden penyiraman. “Kami juga sudah meminta bantuan ke Australia. Lalu, kami juga mencari CCTV hingga radius 500 meter, kami cek semua. Kemudian, setelah ditanya ke pemilik CCTV, kadang-kadang tidak merekam . Itu kesulitan,” bebernya. Pasca kepulangan Novel dari Singapura, Menko Polhukam Wiranto turut berkomentar seputar pengamanan yang perlu diberikan kepada alumni Akpol 1998 itu. Meski tidak dalam posisi bisa memerintahkan Polri memberikan jaminan keamanan kepada Novel, dia menuturkan bahwa Polri punya kewajiban menjalankan tugas tersebut. ”Untuk memberikan pengamanan khusus,” imbuhnya. Pengamanan tersebut perlu diberikan mengingat Novel merupakan korban penyiraman air keras. Karena itu, potensi kerawanan masih ada. “Terhadap kemungkinan adanya suatu tindakan-tindakan di luar hukum terhadap yang bersangkutan,” terang Wiranto. Komisioner Komnas HAM Amiruddin menuturkan, wacana pembentukan TGPF kasus Novel sebagai langkah yang bagus. Tim tersebut akan melengkapi kerja penyidik Polri dalam mengungkap kasus Novel. Dia meyakini bahwa polisi tidak akan menyerah dalam mengusut kasus tersebut. “Kalau memang TGPF itu dibuat oleh presiden saya kira itu langkah baik,” ujar dia. Dia pun pernah menjadi anggota TGPF dalam kasus kematian aktivis HAM Munir. Saat itu dia tunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). ”TGPF itu akan bekerja baik kalau dia bersama, jadi tidak dalam kontek menyerah-menyerahan,” kata dia. Amiruddin menuturkan, pembentukan TGPF itu akan membuat semakin proses hukum kasus Novel menjadi lebih terbuka. Kinerja polisi dan TGPF bisa lebih bagus daripada selama ini bekerja sendiri. ”Itu kalau presiden mau buka. Tapi karena saat ini belum ada, saya tegaskan kita menghormati kerja kepolisian,” ujar koordinator Subkomisi Penegakan HAM itu. Dia menuturkan, Komnas HAM sejauh ini memang belum telibat secara langsung dalam penanganan kasus Novel. Termasuk belum mendapatkan laporan secara langsung dari Novel. Koordinasi dengan polisi juga belum dilakukan. “Kalau diajak diskusi ya kami ikut, kalau gak diajak ya kan gak boleh mencampuri,” imbuh alumnus FISIP Universitas Indonesia itu. Terpisah, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Adrianus Meliala menuturkan, pihaknya juga berencana untuk turut memantau keseriusan polisi dalam penanganan kasus Novel. Sebab, selama ini ada orang-orang yang mencitrakan polisi tidak serius. Nah, mereka akan bekerja berangkat dari persepsi publik tersebut. “Sehingga ini layak untuk di TGPF kan,” ujar dia. Bukan tidak mungkin dia akan memanggil Novel untuk dimintai informasi dan penyidik dari kepolisian. Adrianus menyebutkan bahwa mereka akan segera bekerja untuk merealisasikan rencana tersebut. “Kami akan dilihat sudah berapa kali dia (penyidik) ketemu Novel, saat ketemu Novel itu info apa saja yang didapat,” ungkap dia. Dia juga menanggapi soal dugaan keraguan terhadap kinerja polisi dalam penyidikan Novel. Menurut dia, ORI akan melihat berdasarkan fakta untuk menguji keseriusan tersebut untuk melihat ada tidaknya maladministrasi. “Apa hanya karena keraguan dia (Novel) lalu kami katakana polisi telah melakukan maladministrasi. Nggak mungkin dong,” ujar dia. (jpg/bha)

Tags :
Kategori :

Terkait