Kemendikbud Keberatan Nama Skytrain

Jumat 06-10-2017,05:22 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

TANGERANG – Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (BPPB) Kemendikbud prihatin dengan penggunaan bahasa Indonesia di tempat publik. Setiap tahun mereka menyurati seluruh instansi untuk disiplin menggunakan bahasa Indonesia. Paling baru mereka mengirim surat kepada Angkasa Pura II (AP II). Kepala BPPB Kemendikbud Dadang Sunendar mengatakan surat terbaru yang dikirim untuk AP II terkait penggunaan nama Skytrain. Dia berharap sebagai perusahaan pelat merah, AP II disiplin menggunakan bahasa Indonesia untuk seluruh layanannya. “Untuk Skytrain yang baru beroperasi, kami usulkan menggunakan nama Kalayang,” jelasnya di Jakarta kemarin (5/10). Kalayang itu merupakan akronim dari kereta api layang. Menurut Dadang penggunaan Kalayang itu lebih enak didengar ketimbang Skytrain. Dia mengakui menggunaan istilah dalam bahasa Inggris bisa terlihat keren. Tetapi perlu mengutamakan bahasa Indonesia. “Badan Bahasa tidak antibahasa asing. Tetapi ada tempatnya dan ada aturannya,” katanya. Tidak kali ini saja Kemendikbud menyurati AP II terkait penggunaan bahasa Indonesia di Bandara Soekarno-Hatta. Sebelumnya mereka juga menyurati terkait penggunaan kata Ultimate di dalam penamaan Terminal 3. Dadang mengapresiasi AP II yang akhirnya menghapus kata Ultimate itu. Sebelumnya penggunaan papan penunjuk di Bandara Soekarno-Hatta juga disorot Kemendikbud. Sebab ukuran font antara tulisan yang menggunakan bahasa Indonesia dengan bahasa asing sama. Padahal aturannya adalah tulisan bahasa Indonesia harus lebih besar dibandingkan bahasa asing lainnya. Kemudian ikon baru DKI Jakarta yakni Simpang Susun Semanggi, ternyata harus melalui pembahasan berbulan-bulan untuk menentukan namanya. Awalnya Pemprov DKI Jakarta ingin memberi nama Semanggi Interchange. Kemendikbud keberatan dengan nama itu. Akhirnya disepakati menggunakan nama Simpang Susun Semanggi. Dadang mengakui bahwa sampai saat ini disiplin menggunakan bahasa Indonesia di tempat umum masih rendah. Kemendikbud setiap tahun mengirim surat ke seluruh pemerintah daerah, instansi pemerintah pusat, perusahaan milik negara dan daerah, perusahaan swasta, terkait penggunaan bahasa Indonesia. “Tetapi tetap saja tidak efektif,” katanya. Menurut Dadang rendahnya disiplin menggunakan bahasa Indonesia ditempat publik itu karena tidak ada klausul sanksi di UU 24/2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. Berbeda untuk bendera maupun lambang negara yang jelas ada sanksinya jika ditempatkan tidak selayaknya. Dadang mengatakan masih banyak nama jalan yang menggunakan kata boulevard, kemudian apartemen masih menggunakan sebutan mansion, bahkan tidak jarang satu papan reklame isinya total menggunakan bahasa asing. Dia berharap seluruh elemen bangsa Indonesia konsisten mengutamakan penggunaan bahasa Indonesia. (jpg/bha)

Tags :
Kategori :

Terkait