Teror Ular di Perumahan, Populasi Ular Besar karena Pemangsa anakan Ular Punah

Kamis 19-12-2019,07:26 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

TANGERANG-Dua pekan terakhir, ular masuk ke pekarangan rumah warga. Mereka muncul di rumah-rumah warga mencari mangsa unggas. Ular bertambah banyak, karena hewan pemangsa anakan ular sudah punah. Di awal musim penghujan ular liar keluar dari habitatnya. Masuk pekarangan rumah. Hingga memangsa unggas atau hewan peliharaan warga. Jenis ular beragam. Mulai yang berbisa ataupun tidak. Panjangnya hingga mencapai empat meter. Ular tersebut memangsa anyam dan bebek milik warga Desa Talagasari, Kecamatan Balaraja, Selasa siang kemarin (17/12). Sebelumnya, Yayasan Sioux Ular Indonesia berhasil menangkap 50 ular berbisa di perumahan di wilayah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangsel, dalam rentang tiga bulan terakhir. Dua ular jenis piton yang panjangnya empat dan tiga meter masuk kandang ayam milik warga. Ular ini hendak memangsa unggas. Warga beramai-ramai menangkap ular dengan menggunakan bambu dan kayu panjang. Ular jenis piton ini diperkirakan memiliki bobot 20 kilogram dan panjang sekira empat meter dari kepala hingga ekor. Satu ular piton lainnya yang berukuran tiga meter dengan bobot sekira 10 kilogram ditangkap saat melilit anak bebek peliharaan warga. Pemilik rumah di Desa Talagasari, Kecamatan Balaraja, Miming mengatakan, kedua ular ditangkap di tempat yang berbeda. Satu ditangkap di dekat kandang bebek dan satu lainnya di kandang ayam peliharaannya. “Pertama yang besar, yang kedua itu mau masuk kandang bebek. Yang besar itu panjangnya sekitar empat meteran. Bobot lebih dari dua puluh kilo, yang kecil tiga meteran dengan bobot sepuluh sampai dua belas kilo,” katanya kepada awak media. Miming menduga, ular tersebut berasal dari rawa dan anak Sungai Cimanceuri yang tidak jauh dari permukiman penduduk. Ia menyebut, sudah sering ular jenis Piton ini memasuki rumah penduduk ataupun kandang unggas peliharaan warga. “Ular ini kan dari rawa-rawa yang lama tidak digarap oleh masyarakat. Mungkin berkembang biak di sana. Penangkapan ular piton ini merupakan yang ketiga kalinya. Sebelumnya, juga menangkap ular piton berukuran lebih besar dari ini. Rencananya kita tidak akan dijual. Namun, kita jadikan sebagai peliharaan dan hiburan warga,” tukasnya. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tangerang, Kosrudin mengatakan, sepanjang tahun ini baru satu laporan mengenai penemuan ular. Ia meminta, warga untuk tidak bertindak secara mandiri. “Di wilayah lain memang terjadi. Mungkin di Kabupaten Tangerang juga sama. Namun, laporan warga ke kita nyaris tidak ada. Yang lapor kepada kita baru satu, yakni di Kecamatan Kelapa Dua. Ada ular berbisa jenis kobra atau dikenal ular sendok,” katanya kepada Tangerang Ekspres melalui sambungan seluler, Rabu (18/12). Kosrudin mengimbau warga untuk tidak membunuh ular apabila memasuki pekarangan rumah. Sebab, bisa membahayakan diri sendiri. Selain itu, dapat mengganggu keseimbangan rantai makanan di alam. Menurutnya, ular memangsa hama yang merusak tananaman, seperti tikus. “Hangatnya isu ular ini, jangan sampai warga membunuh ular. Ular itu memakan tikus dan binatang lain, kalau sampai warga membunuh ular. Maka populasi tikus atau hewan makanan ular akan meningkat,” imbaunya. Kosrudin menjelaskan, petugas di BPBD punya spesialis penjinak ular berbisa. Karenanya, ia berharap warga segera melaporkan jika ada ular yang memasuki pekarangan rumah. “Jangan melakukan tindakan sendiri. Lebih baik laporkan kepada kita. Terlepas ular berbisa ataupun tidak. Petugas BPBD ada yang spesialis penangkap ular. Ular yang tertangkap akan diserahkan kepada lembaga perlindungan satwa,” tegasnya. Yayasan Sioux Ular Indonesia mencatat telah menangkap 50 ular berbisa di sejumlah perumahan di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangsel. Penangkapan ular berbagai jenis itu dilakukan dalam rentang waktu tiga bulan terakhir. "Tiga bulan terakhir lebih dari 50 ular kita tangkap di 15 perumahan termasuk dari BSD (Bumi Serpong Damai)," kata anggota Yayasan Sioux Ular Indonesia Muhamad Dzawil Arham, seperti dilansir liputan6.com. Terakhir, pihaknya kembali melakukan sweeping dan mengamankan dua ekor ular jenis king kobra di Perumahan Sevilla, Kelurahan Mekar Jaya, Kecamatan Serpong. Dzawil menyebutkan, selama tiga bulan sweeping ular yang dilakukan, Sioux kebanyakan mendapati ular jenis king kobra hingga ular hijau ekor merah. "Lebih ke king kobra, dan ular ijo buntut merah. Itu yang banyak kita dapat selama ini," katanya. Secara rinci, berdasarkan pengalaman dan pengetahuannya, bermukimnya ular-ular berbisa ke area perumahan warga merupakan hal biasa. Hal itu lantaran ular mencari makan dan berlindung dari panas. "Yang jadi masalah adalah, kenapa dia bisa ditemukan dalam waktu yang cukup lama di wilayah pemukiman. Itu karena pemukiman warga itu memiliki tempat-tempat yang cocok," ungkapnya. Menurut dia, ular akan bertahan lama di suatu tempat selama kebutuhan hidupnya terpenuhi. Dua pekan ini kabar tentang serangan ular kobra terdengar di mana-mana. Bukan di hutan, kebun, atau sawah saja. Beberapa kawasan perumahan pun menjadi tempat munculnya ular berbisa tersebut. Peneliti reptil dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Amir Hamidi menyampaikan teori ledakan populasi ular kobra di sejumlah lokasi di Pulau Jawa. Dia menegaskan, fenomena itu alamiah dan terjadi setiap tahun. ”Tahun lalu juga ada. Tapi tidak terekspos,” katanya kepada Jawa Pos. Amir mengatakan, iklim saat ini cocok dengan masa menetasnya telur kobra. Dia mengungkapkan, kobra adalah ular yang memiliki daya adaptasi bagus. Faktor cuaca yang ideal itu ditambah dengan nyaris punahnya predator anakan ular kobra. ”Siapa sih predator anakan kobra. Yaitu garangan (Herpestes javanicus) dan elang,” katanya. Menurut dia, dua predator anakan kobra nyaris tidak ada alias punah. ”Kenapa anakan kobra banyak ditemukan di rumah-rumah, ya karena kondisinya ideal,” tuturnya. Di antaranya, di perumahan banyak populasi tikus. Sementara itu, dokter spesialis emergency asal Kediri Tri Maharani mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada bahan kimia yang mampu mengusir ular. Soal penanganan gigitan ular, Maha menegaskan bahwa tindakan pertama bukan mengeluarkan bisa dengan menyedot darah atau mengikat area gigitan ular agar bisa tidak menyebar. Cara tersebut dipastikan salah. Tindakan pertama yang benar ialah melakukan imobilisasi atau mengondisikan korban agar tidak bergerak. ”Imobilisasi dilakukan dengan menggunakan kayu atau bambu,” katanya. Fungsinya agar dapat menahan kaki dan tangan supaya tidak bergerak. (mg-10)

Tags :
Kategori :

Terkait