DPR RI Pertimbangkan Usulan Pemekaran di Papua, MRP Tolak Wacana Pemekaran

Rabu 30-10-2019,03:39 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

JAKARTA — Majelis Rakyat Papua (MRP) menolak pembentukan dua provinsi baru di Bumi Cenderawasih. Ketua MRP Timotius Murib menegaskan, penambahan dua wilayah tingkat satu yang baru di Papua, bukan solusi dari persoalan yang dialami rakyat Papua selama ini. Alih-alih menyetujui, Timo mengatakan wacana pembentukan dua provinsi baru akan memicu konflik horizontal antara sesama rakyat yang wilayahnya akan dimekarkan. “MRP sebagai (lembaga) aspirasi kultural sangat menyesal kalau ini (wacana pemekaran) dipaksakan. Karena hanya akan memakan korban rakyat Papua sendiri. Rakyat Papua yang akan menjadi tumbal. MRP akan menolak. Saat ini, kami dalam posisi menolak,” kata Timo seperti dikutip Republika, Selasa (29/10). Menurut Timo, meski belum resmi diputuskan, wacana pemerintah pusat membentuk dua provinsi baru di wilayah paling timur di Indonesia tersebut, cacat prosedural ketatanegaraan. Timo menerangkan, MRP merupakan lembaga resmi negara yang khusus ada di Papua. MRP punya kewenangan yang mengacu dalam UU 21/2001 tentang Otonomi Khusus Khusus Papua. Dalam beleid tersebut, kata Timo Pasal 76 menebalkan tentang aturan main pemekaran. Ia menerangkan, pemekaran berawal dari ajuan eksekutif di tingkat provinsi dan kabupaten yang disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Ajuan tersebut, pun kata dia, mengharuskan adanya kajian menyangkut tentang kebutuhan rakyat Papua yang wilayahnya akan dimekarkan. Setelah eksekutif dan DPRP melakukan pembahasan, persetujuan terakhir ada di MRP. Persetujuan MRP itu, pun kata Timo tak asal. Karena mengharuskan MRP memperhatikan aspek kesatuan sosial adat dan budaya suku dan masyarakat, serta kesiapan sumber daya manusia, juga kemampuan perekonomian wilayah baru yang akan dibentuk. Persetujuan dari MRP, akan menjadi rekomendasi utama bagi pusat untuk melakukan pemekaran. “Sampai saat ini rekomendasi dari kami (MRP) tidak pernah ada. Saya pikir pemerintah pusat harus menangguhkan (wacana pemekaran) itu,” sambung Timo. Timo melanjutkan, jika menjadikan situasi keamanan di Papua sebagai alasan melakukan pemekaran, itu tak relevan. Karena menurut Timo, kondisi keamanan di Bumi Cenderawasih, tak mengakar pada tuntutan masyarakat untuk pembelahan sejumlah wilayah menjadi provinsi-provinsi yang baru. Timo menerangkan, persoalan utama di Papua baru-baru ini, tak lain adalah reaksi memuncak dari rasa ketidakadilan yang masih dirasakan oleh rakyat asli Papua sejak lama. Timo, menegaskan pemerintah pusat, maupun daerah wajib menjawab ketidakadilan yang dirasakan tersebut, dengan jalan memperbaiki kualitas manusia, dan perbaikan penghidupan masyarakat asli Papua. Menurut Timo, pemerataan perekonomian di Papua akan membuat rakyat asli merasakan peningkatan kualitas hidup. Pemerataan perekonomian akan membuat rakyat Papua mendapat penghidupan yang layak. Selanjutnya kata Timo, pemerataan ekonomi di Papua akan membuat rakyat asli, dapat mencecap pendidikan yang layak dan akses kesehatan yang terjamin. “Jadi masalah akar rakyat Papua itu harus diselesaikan dengan cara peningkatan kualitas manusianya supaya mereka bisa kenyang, bisa sehat, bisa pintar. Itu dulu selesaikan. Baru kita pikirkan pemekaran,” sambung Timo. Jika wacana pemekaran tetap dipaksakan, menurut Timo, hanya akan memunculkan konflik baru di masyarakat asli yang wilayahnya masuk dalam rencana pemekaran. “Rakyat Papua yang akan menjadi korban dan menjadi tumbal pertama jika ini dipaksakan. Itu tidak menguntungkan sebagai rakyat Papua. Kami akan menolak,” ujar Timo. Sementara itu, Dewan Perwakilan Rakyat RI akan menindaklanjuti usulan pemekaran provinsi di Papua. Pemekaran dijanjikan Jokowi pada warga Papua dalam kunjungannya ke pulau paling timur Indonesia beberapa hari belakangan ini. "Nanti kita lihat dululah bagaimana kajiannya, kebutuhannya juga alasan-alasannya. Jadi nanti setelah komisi-komisi terbentuk kita akan cek di Komisi II terkait hal itu," kata Ketua DPR RI Puan Maharani di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Senin (28/10) malam. Wakil Ketua DPR RI Aziz Syamsuddin menyatakan, DPR RI akan melihat secara teknis alasan pemekaran yang disebut akan menambah satu lagi jumlah provinsi di Papua itu. Apakah pemekaran itu diperlukan atau tidak. Aziz menyatakan, pemerintah dalam beberapa waktu belakangan memang melakukan moratorium pemekaran wilayah. Namun, berkenaan dengan sejumlah wilayah seperti Aceh, Yogyakarta dan Papua yang memerlukan otonomi khusus, DPR RI memerlukan pertimbangan khusus. Sebelumnya, Presiden Joko Widodo berjanji menindaklanjuti usulan pemekaran provinsi di Pulau Papua, yaitu Provinsi Papua Pengah yang akan ditempatkan di pegunungan tengah Papua. Dia mengatakan banyak usulan pemekaran yang diterima. "Tetapi khusus untuk pegunungan tengah, akan saya tindaklanjuti," katanya di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, Senin (28/10). Berdasarkan data yang dia terima, jumlah usulan pemekaran kabupaten, kota dan provinsi yang diterima adalah 183. Jokowi mengatakan usulan pemekaran Provinsi Pegunungan tengah Papua menjadi pekerjaan rumah setelah kembali ke Jakarta. Di tempat terpisah, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, akan direalisaaikan pembentukan dua provinsi baru. Yakni Provinsi Papua Selatan dan Papua Tengah. "Pemerintah pusat kemungkinan mengakomodir hanya penambahan dua provinsi. Ini yang lagi kita jajaki, yang jelas Papua Selatan sudah okelah," ujar Tito saat di kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (29/10) melalui keterangan tertulis. Tito menerima aspirasi provinsi baru dan telah bertemu Bupati Merauke Frederikus Gebze saat berkunjung ke Papua lalu membahas pemekaran di Papua Selatan. Papua Selatan akan mengambil sebagian daerah Provinsi Papua yaitu Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Asmat, dan Kabupaten Merauke. Sehingga, lanjut dia, kemungkinan akan ada pemekaran daerah tingkat kabupaten/kota untuk memenuhi syarat administratif lima daerah tingkat kabupaten/kota untuk pemekaran provinsi. Untuk itu, Merauke akan dibagi menjadi dua menjadi Kabupaten Merauke dan Kota Merauke. Tito memastikan rencana pemekaran dua provinsi Papua tak terhambat kebijakan moratorium daerah otonomi baru (DOB) yang diterapkan sejak 2014. Satu provinsi lagi kemungkinan berada di Pegunungan Papua Tengah. Namun, kata dia, untuk provinsi di Papua Tengah masih menunggu kesepakatan karena akan ada penggabungan beberapa daerah dari wilayah lain. Ia mengatakan, pemerintah masih menunggu kesepakatan tersebut. Ia meminta kesepakatan tidak mengunakan cara kekerasan.(rep/cnn/bis)

Tags :
Kategori :

Terkait