Pilkada 2020, Bawaslu Bisa Nganggur

Senin 26-08-2019,07:27 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

SERPONG-Penentuan dasar hukum Pilkada Serentak 2020 bikin kaget. Khususnya, para penyelenggara dan peserta. Dalam regulasi itu, tak ada istilah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kabupaten/kota, sebagai pengawas. Melainkan, menggunakan istilah perangkat lama yakni, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) kabupaten/kota. Dengan ini maka, Bawaslu kabupaten/kota bisa menganggur dalam Pilkada 2020 mendatang. Ketua Bawaslu Kota Tangsel Muhamad Acep, termasuk yang terkejut dengan penetapan dasar hukum Pilkada. Dalam hal ini, penggunaaan UU Pilkada Nomor 10/2016. Sebab, dalam regulasi itu, tidak ada istilah Bawaslu melainkan memakai perangkat Panwaslu. "Dalam Undang-undag 10/2016 hanya ada Bawaslu Provinsi dan Bawaslu RI. Maka, yang akan mengawasi pilkada, Bawaslu Provinsi dengan membentuk panwaslu kabupaten/kota yang jumlahnya adalah 3 Orang," kata Acep, saat dihubungi Tangerang Ekspres, kemarin. Acep menjelaskan, ketidaksesuaian dasar hukum Pilkada ini lantaran, keberadaan Bawaslu, lahir melalui Undang-undang 7/2017 tentang Pemilu. Bicara kewenangan, kata dia, berbeda. Karena, dalam Undang-undang No. 10/2016 tidak ada kewenangan Bawaslu kab/kota yang ada hanya Panwaslu kab/kota. "Dari segi regulasi, Bawaslu tidak berhak," katanya. Acep menilai, ketentuan itu juga memperlemah pengawasan Pilkada. Sebab, secara statuta kelembagaan, Bawaslu dan Panwaslu berbeda. Kelembagaan panwaslu bersifat adhoc, sementara Bawaslu bersipat permanen. Secara fungsi dan tugas pokok, juga berbeda. "Kewenangannya dalam menindak pun berbeda. Di Panwaslu, tidak bisa penanganan administrasi TSM (terstruktur sistematis dan massif). Karena di Undang-undang 10/2016, TSM masuk dalam money politics," jelas Acep. Lelaki yang juga aktivis asli Serpong ini melanjutkan, dengan ketidaksinkronan itu, maka semestinya pemerintah mengkaji ulang penggunaan dasar regulasi Pilkada 2020. Sebab, selain memperlemah lembaga pengawasan pilkada, juga berpotensi menghamburkan uang negara. "Kan, Bawaslu sudah dibentuk, permanen selama lima tahun. Sementara, di pilkada Bawaslu tidak boleh mengawasi, dan harus merekrut lagi Panwaslu. Harusnya ini dikaji ulang," tuturnya. Di bagian lain, Ketua Gema Kosgoro Cabang Tangsel Isram mengungkapkan, penentuan regulasi Pilkada itu tidak masuk akal. Sebab, ada ketidakserasian antara satu undang-undang dengan undang-undang lain. "Menurut saya, ada tumpang tindih dalam regulasi ini. Dalam UU Pilkada dengan pemilu tidak sinkron. Ini harus direvisi. Kalau tidak maka, ada tupoksi atau fungsi akan mandul. Meskipun ada Panwaslu, tidak memiliki taring setajam Bawaslu," jelasnya. Sebab, kata dia, ada beberapa kewenangan Bawaslu yang tidak diakomodasi dalam UU Pilkada. Sementra di UU Pemilu sangat jelas dan lengkap. "Udang-undangnya tidak sejalan contohnya, sentra gakumdu, kepolisian, kejaksaan diakomodasi tentang kewenangan dan tupoksi pemilu. Dalam UU Pilkada tidak ada. Contohnya, pemeriksaan inabsensia, kalau di UU Pemilu jelas. Pemeriksaan inabsensia, terlapor tidak perlu laporan. Sementara, di UU pilkada untuk hadir," paparnya. Isram menilai, dengan penetapan regulasi ini. jelas yang dirugikan masyarakat. Karena, panwaslu tidak komprehensif tugasnya. Sementara, Bawaslu karena tidak leluasa melakukan tupoksi tidak bisa bekerja. "Ini harus direvisi. Karena peran dari Bawaslu, tidak bakal terpakai. Percuma mereka ada, digaji, tapi tidak dipakai. Sementara, untuk mengawasi Pemilu bentuk Panwaslu, dibiayai lagi," katanya, tegas. (esa)

Tags :
Kategori :

Terkait