Anggara, Warga Cibodas Terdeteksi Gabung ISIS

Jumat 02-06-2017,07:18 WIB
Reporter : Redaksi Tangeks
Editor : Redaksi Tangeks

KOTA TANGERANG-Sudah satu bulan Anggraini tak berjumpa dengan putranya, Anggara Suprayogi (33). Hingga akhirnya kabar mengejutkan datang; Angga (panggilan Anggara Suprayogi) bergabung dengan ISIS dan menjadi buronan polisi Filipina. “IBU nanti saya jamin masuk surga”. Kata-kata inilah yang terucap dari Angga saat pamit meninggalkan rumah. Anggraini syok mendengar anak kesayangannya itu sedang menjadi bahan perbincangan karena ikut menyerang Kota Marawi, Filipina. Ia sempat tak percaya, anaknya selama ini berada di Filipina. Sudah sekitar satu bulan Angga memang tak pulang mengunjunginya. Karniati (38), istri Angga, tidak memberitahukan kepergian suaminya tersebut kepada ibundanya. Hingga akhirnya, rumahnya di Kelurahan Cibodas, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang, Rabu (31/5) malam mendadak ramai didatangi polisi. Sontak menjadi bahan perbincangan para tetangga. “Saya nggak tahu kalau anak saya pergi ke luar negeri. Istrinya juga nggak cerita, awalnya kalau nggak dipaksa sama saya,” tutur Anggraini kemarin. Dia berharap dapat dipertemukan dengan putranya. Anggraini meminta pemerintah Indonesia membawa pulang Angga. “Tolong kepada pemerintah, tolong anak saya dibawa pulang. Saya sayang banget sama Angga. Saya nggak mau kalau sampai anak saya kenapa-kenapa,” ucap Anggraini sambil menangis. Angga menjadi buronan polisi Filipina karena diduga ikut menyerang Kota Marawi bersama kelompok ISIS. Hal ini dipastikan setelah Philippine National Police (PNP) Region 10 Pro Mindanao merilis 36 orang yang masuk daftar pencarian orang (DPO). Empat orang di antaranya adalah warga negara Indonesia. DPO tersebut dikaitkan dengan Militan Maute pendukung ISIS. Angga telah dua kali mengarungi biduk rumah tangga. Karniati adalah istri keduanya yang dinikahi pada Agustus 2016 silam. Pernikahan tersebut berlangsung di Karawang, Jawa Barat, tanpa sepengetahuan dan kehadiran kedua orangtua Angga. Perkenalan Angga dengan Karniati melalui media sosial. Karniati tercatat pernah menjadi TKW di Hongkong. Tidak ada hal yang mencolok ketika Angga menikah dengan Karniati yang kini selalu memakai cadar. Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengatakan, sejak menikah, Angga mengontrak sebuah rumah tidak jauh dari rumah orangtuanya dan membuka usaha bernama Al Hijamah Thibun Nabawi. “Di sana Angga dan istri buka usaha bekam dan bisa rukiyah. Padahal sebelumnya Angga membantu ibunya berjualan,” tutur warga tersebut. Warga tersebut juga mengatakan, Anggraini kerap bercerita kepada dirinya soal anaknya yang sering ke Bekasi dan menemui seorang haji. “Sering mas ke Bekasi. Katanya sih ketemu pak haji, tapi nggak tahu namanya siapa. Cuma tahunya ya haji saja,” ucapnya. Warga tersebut juga mengatakan Angga adalah anak yang baik, rajin salat, rajin mengaji dan sering ke masjid. Dua terduga teroris lainnya, Yayat Hidayat Tarli dan Yoki Pratama Windyarto, ternyata juga pernah bermain ke kediaman Angga dan berkenalan dengan orangtua Angga. Yayat dan Yoki dikabarkan tinggal di Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang.  Kasus ini menjadi perhatian Polsek Jatiuwung. Tim dikerahkan ke rumah Angga di Jalan Lokapala III, Kelurahan Cibodas, Kecamatan Cibodas, Kota Tangerang. Wakapolsek Jatiuwung AKP Gunawan mengatakan akan terus mengembangkan kasus ini. “Kami sulit meminta keterangan dari istrinya, karena istrinya tidak mau banyak bicara,” ucapnya. Kapolres Metro Tangerang Kombes Harry Kurniawan mengatakan, kasus ini sudah ditangani Densus 88 dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). “Kami sudah koordinasi dengan Densus dan BNPT. Sementara polres lebih mengedepankan penanganan, pencegahan, dan pengamanan awal di tempat kejadian perkara,” ucapnya. Philippine National Police (PNP) telah merilis sejumlah teroris yang diduga terlibat konflik di kawasan Marawi. Empat di antaranya adalah warga negara Indonesia (WNI) yang kini masih terus diburu petugas. Mabes Polri memastikan empat orang yang dirilis PNP  itu adalah WNI. Dan kini keberadaannya diduga masih berada di Filipina. “Mereka diduga berada di Filipina Selatan bergabung dengan teroris di sana,” kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul ketika dikonfirmasi, Selasa (31/5). Lanjut dia menerangkan, keempat orang itu adalah Al Ikhwan Yushel yang berangkat ke Filipina pada 28 Maret 2017, lalu Yayat Hidayat Tarli yang berangkat bersama Anggara Suprayogi pada 15 April 2017 lalu. Dan terakhir adalah Yoki Pratama Windyarto yang berangkat pada 4 Maret 2017 lalu. Namun kata Martinus, selain empat orang yang menjadi buronan itu, ada tiga orang WNI lainnya yang juga diduga tergabung kelompok teroris di Filipina. Mereka adalah Moch Jaelani Firdaus, Muhammad Gufron dan Muhammad Ilham Syahputra. “Informasi terakhir bahwa yang Muhammad Ilham Syahputra ini sudah meninggal karena bertempur di Marawi, tapi sampai sekarang belum ada kejelasan soal jasadnya di mana,” papar Martinus. Moch Jaelani Firdaus, diketahui warga Kompleks Taman Angsoka Permai, Kecamatan Kasemen, Kota Serang. “Suka ketemu lagi olahraga pagi,  dia menyapa,  setiap bawa motor, juga suka menyapa ke masyarakat,” ujar Juandi, Ketua RT 03/08 tempat tinggal Firdaus. Firdaus menjadi bagian di lingkungan kompleks tersebut sejak tiga tahun lalu setelah menikahi Dzatun Nithaqainshulton, putri ketiga dari pasangan Edi Riyadi dan Jupriyah, yang sudah tinggal sejak tahun 1996. Sejak menikah dengan Dzatun,  dikatakan Juandi,  Firdaus jarang tinggal di lingkungan tersebut.  Firdaus diketahui warga kerja di Tangerang dengan berjualan tahu.  Terakhir Firdaus terlihat pada 4 Februari 2017 lalu. Mulai hari itu juga,  Dzatun kembali tinggal di rumah orangtuanya setelah tiga tahun diboyong Firdaus. “Dulu ke sini setiap minggu,  cuma gak netep tiap hari.  Setiap di sini kelihatannya normal,  berbaur juga,  cuma pakaiannya aja yang agak aneh,  ngegantung gitu,  selain itu normal,” kata Juandi. Sedangkan Dzatun,  diakui Juandi, anak ketiga dari lima bersaudara tersebut sangat tertutup dan pendiam. Pria bertubuh gempal ini mengenal Dzatun sejak kecil.  Sebelum menikah dengan Firdaus,  Dzatun kuliah di IAIN Sultan Maulana Hasanudin Banten (sekarang UIN Banten), namun hanya sampai semester dua. Juandi pun mengaku tidak menyangka jika warganya menjadi bagian dari jaringan teroris,  terlebih aksi tersebut dilakukan di luar negeri.  Edi Riyadi,  ayah Dzatun dikenal sebagai tukang pijat dan petani.  Sedangkan ibunya, Jupriyah, mengajar di SD Persis. Sementara itu,  Edi Riyadi saat ditemui di rumahnya mengaku baru mengetahui informasi jika menantunya menjadi salah satu buronan dari kepolisian Filipina. “Nggak tahu apa-apa. Harapannya sudah ada kabar. Saya asli Tasik istri dari sini. Kalau Firdaus di Bekasi, menantu (kerja) di Tangerang, Bekasi, jualan tahu,” ujarnya. Edi mengaku kaget begitu mendengar bahwa menantunya menjadi salah satu yang dicari oleh kepolisian Filipina karena dugaan aktivitas terorisme di Filipina Selatan. Yang ia tahu berdasarkan informasi dari anaknya, Firdaus izin kerja untuk beberapa saat. “Saya juga syok, bingung. Kata istrinya sih mau kerja aja. Itu kata istrinya,” katanya.(mg-01/rbo/bha)

Tags :
Kategori :

Terkait