APINDO Minta Ada Kepastian Kenaikan UMK, Tidak Ganggu Iklim Investasi
TIDAK MEMBERATKAN: Ketua Apindo Kabupaten Tangerang Herry Rumawatine memberikan keterangan kepada awak media terkait kenaikan UMK.(Istimewa)--
TANGERANGEKSPRES.ID, TIGARAKSA — Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kabupaten Tangerang Herry Rumawatine mengatakan, pembahasan upah minimum kabupaten kota (UMK) tahun 2026 mepet waktunya. Kata dia, menurut kalender hari kerja pembahasan upah hanya menyisakan waktu tiga hari sejak pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan.
”Harus dipaksa maraton. Waktunya sebenarnya tidak cukup. Tanggal 24 sudah harus diputuskan, sementara hari ini Senin tanggal 22 belum ada pembahasan. Kalau mau dibahas, terpaksa maraton dalam waktu singkat,” katanya, Senin 22 Desember 2025.
Menurut peraturan pemerintah yang sudah ditandatangani Presiden Prabowo Subianto formula kenaikan upah sebesar Inflasi + (Pertumbuhan Ekonomi x Alfa) dengan rentang Alfa 0,5-0,9). Menurut Herry, secara regulasi tahapan sudah jelas, namun kondisi lapangan membuat ruang diskusi menjadi terbatas.
”Sampai hari ini belum ada undangan dari dewan pengupahan. Besok pun kemungkinan belum ada pembahasan. Tapi kami tetap taat hukum dan taat azas, mengikuti mekanisme yang ada,” jelasnya.
Menurut Herry, pembahasan upah minimum sektorral kabupaten kota (UMSK) sulit untuk diterapkan karena beban industri yang sudah berat. Bahkan kenaikan UMK sekalipun hanya mampu ditoleransi dalam rentang terbatas.
”Kalau UMSK hampir tidak mungkin. UMK saja sudah berat, maksimal kenaikannya hanya sekitar tiga sampai empat hari waktu pembahasan. Kalau mengikuti formula alpha 0,5, kenaikannya sekitar empat persen lebih, itu masih bisa dibicarakan,” jelasnya.
Herry mengingatkan, kenaikan upah yang terlalu tinggi berisiko memicu penutupan pabrik, pengurangan tenaga kerja, hingga relokasi industri ke daerah dengan upah lebih rendah. Ia mencontohkan kawasan industri di luar Tangerang yang memiliki struktur upah jauh di bawah UMK Kabupaten Tangerang.
”Di Majalengka, ada pabrik sepatu Nike yang gajinya sekitar Rp2,2 juta. Jaraknya hanya beberapa jam dari Tangerang. Kalau pengusaha tidak bisa bersaing, jangan salahkan kalau pabrik pindah atau tutup,” tegasnya.
Ia menambahkan, relokasi pabrik tidak serta-merta menguntungkan pekerja. Banyak karyawan yang memilih tidak ikut pindah karena gaji lebih rendah dan faktor keluarga. ”Kalau pabrik pindah, belum tentu pekerja mau ikut. Tapi kalau pabrik tutup, harapan hilang sama sekali. Yang terdampak bukan hanya pekerja, tapi juga istri dan anak-anak mereka,” katanya.
Herry berharap semua pihak dapat melihat persoalan upah secara komprehensif dan tidak hanya berpijak pada tuntutan sepihak. ”Kepala daerah, gubernur, bupati, semuanya sudah mengimbau agar jangan sampai terjadi PHK dan relokasi. Maka kenaikan upah harus dipikirkan matang-matang, jangan hanya berargumentasi secara emosional, tapi melihat keberlangsungan industri dan nasib pekerja ke depan,” jelasnya.(sep)
Sumber:

