Solusi Mengakhiri Pro-Kontra UMK
Pengvamat Kebijakan Publik asal Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Memed Chumaedy.(Dok. Pribadi)--
TANGERANGEKSPRES.ID, BANTEN — Setiap tahun, isu kenaikan upah selalu menjadi pro-kontra. Di sisi buruh, menuntut naik, sementara dari pihak pengusaha atau yang tergabung dalam asosiasi pengusaha indonesia (Apindo) keberatan. Kondisi ini, sering menyulut aksi protes besar dari kalangan buruh. Sehingga, kerap mengganggu aktivitas ekonomi dan bisnis.
Menanggapi hal tersebut, Pengvamat Kebijakan Publik asal Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) Memed Chumaedy mengatakan, adapun dasar Apindo menolak kenaikan berkala upah dari sisi pengusaha, keberatan didasarkan pada data, biaya tenaga kerja dengan Margin Keuntungan Apindo selalu menekankan kenaikan UMK otomatis menaikkan UMR, tunjangan tetap, iuran BPJS, lembur, pesangon selain itu, daya saing Indonesia di pasar global”Apindo melihat bahwa upah merupakan faktor daya tarik investor utama, terutama industri ekspor. Jika UMK naik besar, kekhawatirannya, perpindahan pabrik, PHK masif, investasi stagnan,”ujarnya kepada Tangerang Ekspres, Kamis (27/11).
Memed menambahkan, pengusaha memprotes lonjakan UMK yang tidak linier dengan produktivitas, harga bahan baku yg melambung tinggi,cost produksi yg meningkat Sehingga ruang untuk menaikkan upah dianggap terbatas.
”Sikap pemda dalam hal ini serba salah, pemda posisinya harus tetap menjaga stabilitas industri dengan menjaga iklim investasi dan penyerapan tenaga kerja tapi satu sisi juga pemda ingin situasi kondusif dengan melerai demonstrasi besar, dan tidak terjadinya gejolak politik yg berdampak besar,”paparnya.
Ia menjelaskan, solusinya yaitu membuat UMK Berbasis Data Produktivitas Lokal per Sektor. Saat ini UMK ditetapkan berdasarkan daerah, bukan berdasarkan sektor industri. Negara maju memakai sectoral wage bargaining, misalnya, gaji pabrik otomotif berbeda dengan gaji retail, gaji pekerja logam berbeda dengan hotel dan restoran.”Jika Indonesia memakai UMK sektoral, maka pasar lebih adil Industri padat karya tidak terbeban berat, Industri maju dapat memberi upah lebih tinggi ,semua harus naik sama berkurang,”tutupnya.
Ketua Asiosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Tangerang Hery Rumawatine mengatakan, upah di Kabupaten Tangerang sudah tinggi di banding daerah lain di Provinsi Banten. Kata Hery, upah minimum di Kabupaten Tangerang sebesar Rp4.901.117. ”Itu sudah lebih besar dari daerah lain di Banten. Cukup, tidak perlu ada kenaikan. Kalau upah tidak naik maka banyak investor datang dan buka lapangan pekerjaan,” jelasnya, Kamis, (27/11).
Katakan Hery, pengusaha meminta tidak perlu ada kenaikan karena pertimbangan kondisi pertumbuhan ekonomi. Tak cuma itu, ia menambahkan, perusahaan padat karya sudah mulai memindahkan pabrik ke daerah dengan upah lebih rendah dari Kabupaten Tangerang.
”Terbaru PT Victory Ching Luh. Coba bayangkan saja, gaji karyawan buat 100 sepatu itu sebesar Rp4,9 juta, sementara daerah lain ada yang cukup Rp2,2 juta, harus jadi bahan evaluasi,” jelasnya.
Terpisah, Sekretaris Apindo Kota Tangsel Dahlia Nadeak mengatakan, saat ini pembahasan UMK 2026 masih berjalan dan Dewan Pengupahan Kota (Depeko) sudah berproses tapi, masih belum ada kesepatan resmi yang dituangkan.”Aturan yang akan jadi acuan dalam penetapan UMK 2026 dari pusat juga belum ada,” ujarnya kepada Tangerang Ekspres, Kamis (27/11).
Dahlia menambahkan, setiap tahun pembahasan UMK selalu ramai, dimana buruh selalu minta naik namun, pengusaha keberatan. Sebagai pengusaha tentu maunya tidak ada kenaikan UMK dan hal tersebut disebabkan beberapa hal. Bila pertumbuhan ekonomi bagus, produksinya bagus tentu dari sisi pengusaha tidak keberatan bila UMK mengalami kenaikan.”Tapi, saat ini tahu sendiri kan kondisi ekonomi dunia, Indonesia sedang tidak baik-baik. Kalau pengusaha ada keuntungan mereka juga akan berfikir karena kedua sistemnya saling keterikatan,” tambahnya.
Menurutnya, UMK dari tahun ke tahun selalu naik, hal tersebut karena mengikuti inflasi, harga yang naik dan kebutuhan buruh tetap dipahami oleh pengusaha. ”Maka itu yang harus diimbangi antara kebutuhan pengusaha dan kebutuhan buruh, ya berjalanlah dengan baik,” jelasnya.
Mantan Sekretaris Dinas Koperasi dan UKM Kota Tangsel tersebut mengungkapkan, instrumen kenaikan UMK itu salah satunya inflasi, laju pertumbuhan ekonomi masyarakat, daya beli masyarakat dan masih banyak lagi. Termasuk ada pilihan yang ditentukan oleh pusat.
”Misal pengusaha karyawannnya ada 1.000 orang, kenaikan gaji 5 persen, dengan gaji Rp5 juta per belun. Maka kenaikannya Rp 250 ribu x 1.000 = Rp2,5 miliar. Padahal keuntungan perusahaan belum tentu Rp2,5 miliar,” ungkapnya.”Sehingga pengusaha mikir jadinya, bukan tidak mau memberikan kenaikan UMK tapi, melihat situasi,” tutupnya.
Sementara, Sekretaris KSPSI Provinsi Banten Ahmad Supriadi mengatakan, angka minimum kenaikan upah di 2026 sebesar 6 Persen. Persentase ini sudah dilakukan hitung-hitungan oleh organisasi Buruh. ”Paling minimum sebesar 6 Persen. Kalau tuntutan kita itu 13 persen. Kita hitung inflasi dan pertumbuhan ekonomi 5,1 persen, kenaikan 6 persen itu minimal,” jelasnya.
Sumber:

